Neraca perdagangan RI defisit USD 1,63 miliar, ini kata Menko darmin
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia April 2018 mengalami defisit sebesar USD 1,63 miliar. Hal ini dipicu oleh defisit sektor migas USD 1,13 miliar dan nonmigas sebesar USD 0,50 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, kenaikan impor tersebut lantaran didorong pembangunan infrastruktur. Akibatnya, beberapa barang kebutuhan bahan baku untuk infrastruktur terpaksa harus di impor.
"Pertumbuhannya lebih tinggi itu ditambah dengan proyek-proyek infrastruktur. Artinya, kalau proyek infra dan kemudian proyek investasi swasta lain yang non infra yang memang pertumbuhannya meningkat, itu pasti butuh barang modal dan barang baku. Jadi, kalau kamu lihat pertumbuhan barang bahan bakunya sama tingginya dengan barang konsumsi," ungkap Darmin di Kantornya, Jakarta, Selasa (15/5).
Menurut Darmin, tingginya permintaan bahan baku infrastruktur lantaran proyek yang sudah jalan beberapa tahun lalu saat ini sedang proses penyelesaian. Sehingga bahan baku yang diperlukan pun cukup banyak.
"Jangan lupa, barang modal dan barang baku, dalam impor kita itu 91 persen. Barang konsumsi cuma 9 persen," ujat Darmin.
Meski demikian, kenaikan impor yang mencapai 11,28 persen tersebut masih terbilang aman. Sebab menurutnya kenaikan tersebut secara pertumbuhan ekonomi masih dapat berjalan positif.
"Itu memang luar biasa kenaikannya. Tinggi sekali, tetapi dari segi perkembangan ekonomi artinya positif. Kenapa positif? Karena investasi berjalan, baik investasi swasta, maupun investasi dalam bentuk bangunan infra, dan lain sebagiannya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Darmin mengatakan secara ekspor memang terlihat menurun. Untuk itu dia meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan kembali nilai ekspor Indonesia, sehingga dapat mengimbangi nilai impornya.
"Nah jadi, memang yang sekarang ini berarti. Selain, mempercepat realisasi investasi dan pembangunan infra itu, yang dampaknya positif ya pemerintah harus mendorong ekspor, mengimbangi kenaikan impor itu, kalau tidak itu akan dampaknya bisa tidak terlalu baik terhadap neraca pembayaran," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja perdagangan Indonesia terus mencatatkan surplus hingga ke-47 kali berturut-turut sejak Mei 2020 lalu.
Baca SelengkapnyaRealisasi klaster infrastruktur per 29 Februari telah menghabiskan Rp0,4 triliun. Hal ini untuk pembangunan gedung di Kawasan Istana Negara dan lainnya.
Baca SelengkapnyaBatas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ditetapkan sebesar 60 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Untuk rinciannya, nilai impor mesin/peralatan mekanis mencapai USD 123,79 juta atau tumbuh 4,52 persen.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat nilai impor beras pada Januari 2024 mencapai Rp4,36 triliun.
Baca SelengkapnyaTurunnya impor non migas karena penurunan mesin peralatan mekanis dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik serta kendaraan dan bagiannya.
Baca SelengkapnyaPenggunaan APBN untuk pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara mencapai Rp68,59 triliun.
Baca SelengkapnyaNaiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Baca SelengkapnyaNeraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit USD1,89 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan juga minyak mentah.
Baca Selengkapnya