Kadin: Indonesia tak lagi seksi karena bea keluar hasil tambang
Merdeka.com - Pemerintah belum lama ini telah memutuskan untuk memberikan kelonggaran pada UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara. Pengusaha tambang yang belum membangun smelter atau pemurnian masih boleh melakukan ekspor dengan sejumlah persyaratan. Salah satunya dengan pengenaan bea keluar bahan tambang yang belum sempurna dimurnikan atau olahan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto berpendapat, pengenaan bea keluar sangat memberatkan pengusaha. Bahkan kebijakan ini dinilai akan membuat Indonesia tidak lagi seksi di mata investor.
"Banyak investor yang selama ini memilih Indonesia karena murahnya bea keluar dari produk mineral tersebut," ujar SBS sapaan akrabnya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (18/1).
Menurut Suryo, kebijakan pemerintah ini secara nyata akan meredam banyak minat investor pertambangan yang ingin masuk ke Indonesia. Hingga saat ini, banyak investor yang masuk lantaran harga yang lebih kompetitif, maka dengan aturan tersebut investor akan mengurungkan niatnya. Apalagi dengan tarif besaran yang bakal naik hingga 2017 nati maka dipastikan merugikan bagi industri pengolahan mineral terutama tembaga, biji besi, pasir besi, mangan, timbal dan seng.
"Ini kan tidak realistis, seharusnya bea keluar itu harus mempertimbangkan keuntungan perusahaan dan industrinya. Daya serap produk olahan mineral bagi pasar dalam negeri maupun luar," jelasnya.
Dengan begitu diharapkan pemerintah dapat segera membahas tindak lanjut permasalahan ini sehingga tidak mengorbankan kepentingan para pengusaha tambang. "Jangan sampai merugikan semuanya," tutup dia.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Dede Suhendra. Dia menyatakan, bea keluar ini dibebankan pada perusahaan baik pemegang Kontrak Karya (KK) maupun Izin Usaha Penambangan (IUP).
"Bea keluar itu untuk pengolahan saja," ujar Dede di Jakarta, Senin (13/1).
Dede mengatakan, bea keluar dibebankan pada seluruh kadar pengolahan mineral yang diekspor oleh pemegang IUP sebesar 20 persen dari harga jual atau belum berubah seperti yang diamanatkan dalam Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Besaran ini masih dapat berubah menunggu revisi peraturan menteri tersebut. Sementara, untuk perusahaan KK, besaran bea keluar masih belum ditentukan. "Itu masih dibahas di Kementerian Keuangan," ungkap dia.
Lebih lanjut, Dede menjelaskan, bea keluar sama sekali tidak akan dibebankan bagi ekspor mineral yang sudah dimurnikan. Menurut dia, terdapat beberapa mineral yang harus dimurnikan adalah bauksit, nikel, pasir besi, mangan, timah, serta seng. "Untuk pemurnian sampai 99 persen, dia sudah lolos," pungkasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaSaat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca SelengkapnyaKontribusi tersebut diharapkan bisa menjadi modal utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan tujuan dapat meningkatkan ekspor.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Banyak masyarakat Indonesia yang memilih berinvestasi pada emas di tengah gempuran beragam pilihan investasi lain.
Baca SelengkapnyaDiakui Jokowi, banyak investor yang memilih untuk menunggu untuk berinvestasi di Indonesia saat pemilu 2024 berlangsung.
Baca SelengkapnyaSelain negara di Afrika, pemerintah juga menjajaki peluang impor minyak dari negara di kawasan Amerika Latin.
Baca SelengkapnyaIndonesia mendominasi saham Freeport, pekerja lokal terus bertambah.
Baca SelengkapnyaHal ini tidak lepas proses pemilihan presiden-wakil presiden Indonesia pada 14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Indonesia diajak dan diingatkan untuk konsisten dan bijaksana dalam membuat Keputusan investasi.
Baca Selengkapnya