Jangan terjebak proses stabilisasi inflasi
Merdeka.com - Istilah jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap akhir-akhir ini kembali menjadi topik hangat di dalam negeri. Sebab, Indonesia rawan masuk dalam jebakan ini jika tidak bisa memanfaatkan situasi dan perkembangan ekonomi nasional.
Salah satu kuncinya agar tidak terjebak dalam situasi ini, Indonesia tidak boleh terbawa arus proses stabilisasi inflasi.
Senior Adviser for Macroeconomic Policy dari PBB Hamid Rashid mengatakan, di negara-negara berkembang seperti Indonesia, hampir seluruhnya menggunakan kebijakan makroekonomi khususnya moneter untuk menekan inflasi.
"Bukti empiris menunjukkan bahwa inflasi di atas 5 persen tidak menyakiti pertumbuhan. Di sisi lain, ada bukti bahwa menjaga inflasi sangat rendah membahayakan pertumbuhan. Tapi, ini bukan untuk menunjukkan bahwa negara juga harus dengan sengaja menargetkan inflasi tinggi," kata Hamid, saat menjadi pembicara di Seminar Internasional Mencegah Jebakan Berpenghasilan Menengah, di Nusa Dua, Bali, Jumat (13/12).
Menurutnya, kebijakan makroekonomi harusnya tidak hanya difokuskan dan dipandang sebagai upaya menekan inflasi. Tapi idealnya bisa dimaksimalkan untuk sektor lain seperti masalah pengangguran dan distribusi pendapatan.
Dia menilai kebijakan makroekonomi seperti kebijakan suku bunga acuan BI atau BI Rate untuk menekan inflasi, hanyalah bagian dari banyak instrumen moneter lain seperti aturan loan to value (LTV), loan to income ratio dan banyak lagi instrumen lainnya, yang kemungkinan akan cukup efektif untuk meningkatkan jumlah kredit dan menciptakan lapangan kerja.
Middle income trap adalah istilah yang diberikan kepada negara-negara berpendapatan menengah (Middle-Income Countries) yang 'terjebak' di posisinya dan tidak bisa melakukan lompatan untuk masuk menjadi negara maju baru.
Jadi, suatu negara telah mencapai suatu level pendapatan perkapita tertentu yang relatif cukup makmur, namun tidak mampu lagi mempertahankan momentum pertumbuhan yang tinggi, sehingga negara tersebut tidak kunjung naik kelas masuk dalam jajaran negara-negara maju. Seolah-olah negara tersebut terkunci di tengah posisinya sebagai negara berpendapatan menengah.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ekonomi Global Masih Belum Stabil, Diprediksi Cuma Tumbuh 3,0 Persen
Dua faktor ini menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi global terganggu, bahkan lebih rendah dari proyeksi tahun lalu.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan Ekonomi Indonesia Diyakini Bakal Naik Usai Pemilu 2024
Terdapat empat aspek yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia ke depan.
Baca SelengkapnyaPemerintah Klaim Reformasi Birokrasi 2023 Berhasil, Buktikan dengan Turunnya Angka Kemiskinan
Melalui rencana aksi reformasi birokrasi di sektor ini, pemerintah mengklaim berhasil menekan angka inflasi sebesar 2,61 persen di 2023.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Prabowo-Gibran Menang pilpres, Kadin: Kondisi Harus Tetap Stabil dan THR Cair Pekan Depan
Kondisi ini yang menjadi kunci utama stabilitas ekonomi menjelang pencairan THR
Baca SelengkapnyaMenteri Erick Klaim Bansos Pangan Sukses Jaga Inflasi Indonesia di Level 2,6 Persen
Salah satunya karena berhasil menahan tingkat inflasi di kisaran 2,6 persen.
Baca SelengkapnyaJokowi Rajin Bagi-Bagi Bansos, Tapi Ekonomi Indoensia Diramal Hanya Tumbuh 5,04 Persen Sepanjang 2023
Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaSri Mulyani Wanti-Wanti Inflasi Pangan Bisa Ganggu Ekonomi Indonesia
Pergerakan inflasi pangan dapat memberi tekanan besar terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Baca SelengkapnyaEkonomi Indonesia Tahun 2023 Malah Melemah di Tahun Politik, Ada Apa?
Persiapan pemilu juga ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2023.
Baca SelengkapnyaPenerimaan Pajak hingga Pertengahan Maret Tembus Rp342,88 Triliun
Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca Selengkapnya