Jadi Penyerap Kapas AS Terbesar, Pengusaha Tekstil RI Minta Kemudahan Dagang
Merdeka.com - Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Indonesia dan sejumlah negara lainnya dari daftar negara berkembang. Di mata AS, Indonesia, sudah dianggap sebagai negara maju.
Hubungan Indonesia-Amerika di bidang tekstil diprediksi bisa semakin erat. Apalagi menyusul kebijakan ekspor kapas di China dan India, serta merebaknya virus Corona.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Liliek Setiawan, berharap ada perlakuan khusus dari Amerika Serikat di bidang tekstil meski status Indonesia sebagai negara berkembang telah dicabut.
"Delegasi kami dari Asosiasi bersama CCI (Cotton Council International) sudah bertemu dengan stakeholder di AS. Mulai dari asosiasi petani hingga duta besar," ujar Liliek di sela seminar The Economics of The Mills oleh Rieter dan Recent Discoveries about the Quality of US Cotton oleh Indonesia Cotton Council International (CCI) di Solo, Selasa (25/2).
Liliek menyebut, dalam pertemuan itu, Indonesia menanyakan apakah ada perlakuan khusus atau kemudahan jika menjual produk dengan banderol US cotton. Di mana, logo US Cotton bisa digunakan jika pada produk tekstil Indonesia 51 persen memakai bahan baku kapas Amerika. Harapannya dapat menaikkan harga jual.
Secara nasional, serapan kapas dari Amerika sekitar USD 8 miliar untuk bahan baku secara keseluruhan. "Jawa Tengah ini diproyeksikan menjadi sentra industri pertekstilan baru. Sejumlah perusahaan, terutama perusahaan asing tengah membidik wilayah Kendal sembari menunggu apakah Omnibus Law dapat lolos. Foreign direct investment atau perusahaan asing telah indent di Kendal Industrial Park," katanya.
AS Penghasil Kapas Terbesar
Seperti diketahui, tekstil terdapat dua bahan baku (raw material), yakni serat alam dan serat buatan. Serat alam yang paling bisa dikembangkan adalah kapas karena paling murah. Di negara penghasil kapas yang memiliki iklim 4 musim, kapas dapat tumbuh dengan bagus. Seperti India, China, Bangladesh, Pakistan dan Amerika Serikat.
Selain itu, di negara penghasil kapas itu, pemerintahnya ikut melibatkan diri dengan memberikan subsidi. Sehingga otomatis Indonesia kesulitan bersaing. Kasus itu sama seperti komoditi bawang putih.
Diakuinya, penghasil kapas terbaik saat ini masih Amerika Serikat dengan stok yang melimpah. Meski demikian, Amerika tidak memiliki industri tekstil yang besar.
"Beda dengan China atau India, saat ini mulai menerapkan kebijakan sedapat mungkin tidak menjual produk bahan mentah. Mereka tidak mau menjual raw material (kapas) ke Indonesia," katanya.
Menurut Liliek, China dan India saat ini merupakan negara dengan penduduk terbesar di dunia. Sehingga pemerintahnya sedapat mungkin berusaha menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga mau tak mau maka akan bersinggungan dengan industrialisasi. Sehingga kedua negara kini tidak terlalu bersemangat menjual bahan mentah ke negara lain.
Dengan demikian, ketergantungan Indonesia terhadap produk kapas dari Amerika diperkirakan akan semakin meningkat. Terlebih saat ini China sedang shutdown akibat merebaknya virus Corona di negara itu. "Ini membuka mata kita semua bahwa tidak bisa terus bergantung dengan China," urainya.
Dia memprediksi kasus seperti virus Corona suatu saat akan kembali terjadi lagi. Saat ini, ketergantungan kapas dengan China sudah mulai minim. Namun, yang menjadi masalah adalah China menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berkaca dari China, Nasib Indonesia Jadi Negara Maju atau Tidak Ditentukan 2 Pilpres Selanjutnya
Adapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaIndonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaJokowi Akui Banyak Pelaku Bisnis Khawatir Politik Indonesia Panas Jelang Pemilu 2024
Jokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia
Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaKalahkan Thailand dan Indonesia, Negara Ini Jadi Paling Populer di Asia Tenggara
Sepanjang tahun 2023 jumlah turis asing yang datang ke negara ini mencapai 29 juta kunjungan.
Baca SelengkapnyaKonglomerat Indonesia Ini Pernah Rasakan Hilang Kekayaan Rp2 Miliar per Detik
Melansir Forbes, orang terkaya Indonesia ini masuk sebagai orang terkaya peringkat enam, se-Asia.
Baca SelengkapnyaData BPS: Ekonomi Indonesia Salip AS dan Jepang, Tapi Keok dari China dan India
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut relatif lebih baik dibandingkan sejumlah negara mitra dagang seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Baca SelengkapnyaTerpisah Jarak Korea Indonesia, Prosesi Lamaran Pasangan Ini Viral Curi Perhatian
Selalu ada jalan untuk semua niat baik termasuk rencana untuk melamar kekasih.
Baca SelengkapnyaJokowi Kaget Lulusan S2 dan S3 Indonesia Kalah dari Vietnam dan Malaysia
Jokowi bakal menggelontorkan anggaran agar populasi produktif S2 dan S3 di Indonesia bisa meningkat drastis.
Baca Selengkapnya