Efektivitas aturan pembatasan BBM diragukan

Merdeka.com - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan, implementasi Peraturan Menteri ESDM 12 tahun 2012 yang mengatur tentang larangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di lokasi industri dan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, terancam tidak akan berjalan efektif. Alasannya, pengawasan untuk penggunaan BBM bersubsidi tergolong sangat longgar.

Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan menegaskan, kegiatan pengangkutan hasil produksi selama ini dilakukan oleh jasa alih daya (outsourcing) baik skala besar maupun UKM. Pihak perkebunan tidak dalam posisi mengawasi penggunaan bahan bakar yang digunakan walau dalam kontrak dicantumkan penggunaan BBM non-subsidi.

"Sementara kelompok industri UKM tidak diwajibkan untuk menggunakan BBM non-subsidi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Sabtu (1/9).

Terlebih, kata dia, di lokasi sentra perkebunan maupun pertambangan juga sangat jarang terdapat SPBU yang menyediakan BBM non-subsidi. "Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi pihak perkebunan dan jasa alih daya," tuturnya.

Saat ini, tidak hanya satu perusahaan menggunakan jasa salah satu distributor. Pelanggaran oleh pihak distributor dinilai akan mengganggu kinerja industri itu sendiri.

"Apabila terjadi pelanggaran oleh pihak jasa alih daya dalam penggunaan BBM bersubsidi, siapa yang harus bertanggung jawab," jelasnya.