BI Rate diprediksi kembali naik bulan ini
Merdeka.com - Defisit neraca transaksi berjalan yang masih cukup tinggi membuat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) diperkirakan masih akan mengalami kenaikan. BI diprediksi akan kembali menaikkan suku bunganya pada bulan ini.
Managing Director & Senior Economist Bank Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan memperkirakan, suku bunga acuan Bank Indonesia akan naik dari 7,5 persen menjadi 8 persen pada bulan ini.
"Negara-negara yang mengalami defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan akan menaikkan suku bunga. Apalagi tahun ini dimulainya tapering off oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) sehingga ada potensi BI rate akan naik 50 basis poin menjadi 8 persen," ujarnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (21/1).
Kebijakan menaikkan suku bunga merupakan satu-satunya pilihan Bank Indonesia untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan. Beberapa negara dengan defisit transaksi berjalan paling tinggi, telah menaikkan suku bunga acuannya. Semisal Brasil mencapai 10 persen dan India antara 7,5-8 persen.
"Kenaikan tersebut tepat guna menjaga perekonomian di tengah ketidakpastian perekonomian global," jelas dia.
Indonesia sebetulnya memiliki opsi lain untuk menekan defisit, yaitu melalui kontraksi fiskal. Namun hal ini tidak dapat dilakukan di tahun pemilu. "Pemerintah tidak mungkin menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) atau menaikkan pajak di tahun pemilu sehingga beban untuk menekan pertumbuhan ekonomi hampir sepenuhnya berpindah ke BI melalui kebijakan moneter," ungkapnya.
Kebijakan menaikkan suku bunga merupakan pilihan yang harus diambil untuk menekan impor. Sebab pemerintah kesulitan meningkatkan ekspor. Salah satunya karena 60 ekspor Indonesia merupakan komoditas di mana beberapa bulan ke depan belum ada perbaikan dari sisi harga.
"Tahun ini beban defisit neraca transaksi berjalan Indonesia akan bertambah besar karena UU Minerba yang membuat nilai ekspor turun sampai USD 5 miliar. Mau tidak mau BI rate harus dinaikkan lagi pada Januari," tambah dia.
Dalam pandangannya, bila impor telah menurun, maka defisit neraca transaksi berjalan akan lebih sehat. Defisit tahun ini diproyeksi akan turun dari USD 32 miliar menjadi USD 27 miliar. Penurunan defisit ini diharapkan akan membantu penguatan rupiah.
Sehingga Fauzi memproyeksikan rupiah akan kembali menguat di kuartal IV/2014 ke level Rp 11.500 per USD.
"Ini akan berdampak pada kestabilan rupiah. Bila BI rate telah dinaikkan dan didukung kebijakan fiskal yang baik, maka nilai tukar rupiah berpotensi menguat pada posisi Rp 11.500 per USD. Tapi di kuartal II rupiah bisa melemah dulu sampai Rp 12.500, " tutupnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dirut BRI menilai kenaikan BI Rate dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap likuiditas BRI secara umum.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kredit atau pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi.
Baca SelengkapnyaHal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perhitungan asumsi dolar dalam perhitungan biaya Bulog menggunakan asumsi dasar Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Baca SelengkapnyaBPS mencatat harga beras saat ini menjadi yang paling mahal sejak tahun 2021.
Baca SelengkapnyaPasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaKeputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga acuan demi menguatkan stabilitas rupiah.
Baca Selengkapnyakebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Selengkapnya