BI akan pertahankan BI Rate 7,5 persen sampai akhir tahun
Merdeka.com - Bank Indonesia memberi sinyal tidak akan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen sampai akhir tahun. Risiko eksternal seperti kondisi perlambatan ekonomi di China masih jadi perhatian bank sentral. Selain itu, alasan terbesar lainnya adalah anggaran pemerintah yang tetap terbebani subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, pesimis pemerintah sanggup menjaga kuota BBM subsidi di level 46 juta kiloliter sampai akhir tahun nanti. Soalnya, tidak tampak rencana kerja yang jelas mengendalikan konsumsi premium di masyarakat, dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selain itu, ada penangguhan pembayaran (carry over) ke APBN 2015. "Itu bisa membuat debt service ratio (DSR) atau rasio pembayaran pokok kita meningkat," ujarnya di Gedung Pusat BI, Jakarta, Senin (14/7).
Tahun depan, BI lebih optimis dengan kondisi perekonomian Indonesia. Cuma, untuk 2014, kecil kemungkinan menurunkan suku bunga acuan terlalu berat. Hal ini terlihat, dari keputusan pemerintah China yang berusaha membeli gas dari Rusia, serta mengurangi impor batu bara kadar rendah yang akan mempengaruhi negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kalau Indonesia tantangannya, ada twin defisit, defisit neraca berjalan dan fiskal. Artinya semua harus memberi perhatian pada stabilisasi ekonomi Indonesia dan ini memerlukan komitmen semua pihak. Kebetulan ekonomi global sedang menurun," katanya.
(mdk/arr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peningkatan kredit atau pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi.
Baca SelengkapnyaJokowi meny ampaikan usai menggelar rapat internal di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Baca SelengkapnyaCak Imin meluruskan janji akan menggratiskan bahan bakar minyak (BBM).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaDirut BRI menilai kenaikan BI Rate dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap likuiditas BRI secara umum.
Baca SelengkapnyaPertamina Patra Niaga juga berinovasi untuk memastikan BBM dan LPG subsidi bisa tepat sasaran.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat harga beras saat ini menjadi yang paling mahal sejak tahun 2021.
Baca SelengkapnyaUsai Pemilu 2024, Arifin pun mempersilakan penjualan BBM non-subsidi kepada masing-masing badan usaha, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Baca SelengkapnyaLayanan ini sangat memiliki dampak yang positif karena adanya angkutan yang menjangkau daerah terdepan, terpencil, terluar dan perbatasan.
Baca Selengkapnya