Berkat KUR, Pengusaha Asal Morotai ini Sukses Jual Lobster Hingga Luar Negeri
Merdeka.com - Pulau Morotai sebagai salah satu pulau terluar Indonesia yang berada di Maluku Utara kini terus mematangkan diri untuk menjadi 10 Bali Baru. Berkembangnya bisnis pariwisata secara otomatis turut menggenjot pertumbuhan ekonomi di tempat tersebut.
Melihat potensi ini, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI sebagai salah satu bank BUMN telah berinisiatif mendirikan Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Pulau Morotai sejak 2016 lalu.
Sejak saat itu, banyak pegiat usaha lokal yang tertarik menjadi debitur di BNI. Seperti yang dilakukan Reagen Sumampouw (32 tahun), seorang pengusaha muda yang punya lahan bisnis di berbagai sektor, mulai dari penangkaran lobster hingga toko listrik.
Reagen menceritakan, dia telah menjadi debitur BNI sejak bank tersebut membuka kantor cabangnya di Morotai pada 2016. Mulai saat itu, dia telah beberapa kali menerima penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BNI hingga bisa membuka tempat penangkaran lobster bernama Moro Karya.
"Sekitar sudah mau masuk 3 tahun. Ini udah ditawarin (KUR) lagi, karena katanya lancar toh. Tapi aku bilang jangan dulu lah. Kebetulan juga baru buka usaha futsal sama gym," ungkap dia di tempat penampungan lobster miliknya di Pulau Morotai, Maluku Utara, seperti dikutip Rabu (9/10).
Sebagai informasi, per Agustus 2019, BNI telah menyalurkan kredit UMKM sebesar Rp73,9 triliun kepada 260.000 debitur. Bank tersebut menyalurkan kredit UMKM dalam empat bentuk, salah satunya Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp12,84 triliun kepada 147.023 debitur di seluruh Indonesia hingga Agustus kemarin.
Sebelum berpapasan dengan BNI, Reagen mengaku masih bergantung pada modal pribadi dan belum pernah menjadi debitur di bank lainnya. Pasca menjadi debitur BNI, dia merasa segala kegiatan usahanya menjadi lebih lancar.
Seperti tempat penampungan lobster yang dikelolanya, yang harus mengirimkan paket 50 Kg per hari kepada eksportir di Jakarta dengan menggunakan pesawat kargo. Lobster-lobster tersebut didapatkannya dari nelayan lokal dengan harga rata-rata Rp200.000 per Kg, untuk kemudian dijual sekitar Rp300.000 per Kg.
"Ini (penangkaran lobster) harus ada Rp50 juta tiap hari. Buat cash, pembelian. Kadang-kadang lebih. Kalau 200 Kg saja kali Rp200.000, sudah Rp40 juta," sebut dia.
Meski BNI telah banyak membantu berbagai usaha bisnisnya, Reagen berseloroh agar bank Himbara tersebut tetap mau menolongnya dalam hal pembiayaan, seperti penyaluran KUR. "Harapannya sih ya kalau kita mau minta bantuan lagi ya dipermudah lagi. Cuman selama ini (sudah) dimudahkan kok. Aman. Karena mungkin kita per bulannya aman," tukasnya sembari terkekeh.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu KencanaSumber: Liputan6.com
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penemuan ini menjadi perbincangan hangat di media sosial, memukau masyarakat online dengan keindahan lobster biru yang istimewa.
Baca SelengkapnyaMenteri Trenggono menjalin kerja sama dengan Vietnam untuk mengatasi penyelundupan benih bening lobster.
Baca SelengkapnyaBerawal dari budi daya lobster di dalam kamar berukuran 3 x 3 meter, ia kini jadi bos lobster di Surabaya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Lobi-lobi diplomasi akhirnya menghasilkan kerja sama kelautan dan perikanan antara Indonesia dan Vietnam yang telah ditandatangani beberapa waktu lalu.
Baca SelengkapnyaSetiap tahunnya lebih dari 300 juta ekor benur mengalir secara ilegal dari Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
Baca SelengkapnyaAgung yang memiliki modal Rp50.000 membeli 20 ekor ikan mas koki dan membuat kolam di dapur rumah orang tuanya.
Baca SelengkapnyaBila sebelumnya paling banyak menghasilkan Rp1,5 juta, dia mengaku kali ini ada puluhan ikan peliharaannya itu diborong pembeli.
Baca SelengkapnyaKelorida merupakan produk UMKM asal Bantul yang mengolah daun kelor.
Baca Selengkapnya