Bappenas sebut rasio elektrifikasi perlu ditinjau ulang

Merdeka.com - Menteri PPN/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago mengatakan penggunaan rasio elektrifikasi sebagai alat ukur ketersediaan listrik di seluruh Indonesia perlu ditinjau kembali. Pasalnya, indikator itu tak bisa menggambarkan keandalan pasokan listrik di Tanah Air.

"Jika masih terjadi pemadaman listrik, parameter itu tak tepat dan perlu ditinjau ulang. Kita juga perlu mengkritisi indikator pembangunan lainnya," kata Andrinof saat temu media, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.

Sebagai gantinya, menurut Andrinof, perlu ada perumusan indikator lain yang lebih tepat menggambarkan pasokan listrik di Indonesia. Dia mencontohkan, indikator itu bisa berupa konsumsi listrik per kapita atau tingkat pemadaman listrik. "Ini lebih masuk akal. Kalau alat ukurnya sudah selesai dibuat, indikator turunannya tinggal dijabarkan."

Berbeda, Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi Priatna menegaskan, rasio elektrifikasi masih tepat dijadikan indikator tingkat penyebaran listrik di Tanah Air. Meskipun, parameter yang dipakai secara internasional adalah konsumsi listrik per kapita.

"Konsumsi listrik di Indonesia masih rendah, hanya 40 kwh per kapita, Sementara Amerika Serikat sduah 843 kwh per kapita. Sama juga dengan konsumsi air minum, hanya 50 liter per kapita jauh diambang batas normal 120 liter per kapita," katanya.

Menurut Dedy, saat ini, rasio elektrifikasi sudah mencapai 82 persen dari total penduduk Indonesia. Targetnya, rasio elektrifikasi meningkat menjadi 100 persen pada 2019.

"Kementerian ESDM dan PLN mengaku tak sanggup. Mereka hanya menyanggupi rasio elektrifikasi 96,5 persen, karena sulit menjangkau yang ada di gunung-gunung."