Aturan restorasi lahan gambut dinilai matikan industri sawit RI
Merdeka.com - Pengusaha meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Aturan soal pengelolaan lahan gambut tersebut dinilai bakal mematikan industri kertas dan sawit.
Ketua Bidang Sosial dan Lingkungan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Bambang Widyantoro mengatakan, penerapan kebijakan pengelolaan lahan gambut perlu ditinjau ulang dengan lebih memperhatikan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi dan industri. Khususnya untuk sektor industri kertas dan sawit yang bahan bakunya berasal dari lahan gambut.
"Pemerintah perlu menjamin kelangsungan berusaha sektor kehutanan yang merupakan investasi jangka panjang sampai dengan berakhirnya masa konsesinya," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (19/5).
Menurutnya, jika belum tersedia lahan yang layak kelola sebagai lahan pengganti, sebaiknya perusahaan tetap diizinkan tetap melakukan perencanaan dan kegiatan penanaman kembali pasca panen pada area yang ditetapkan sebagai lahan lindung.
"Ini untuk melindungi industri dalam negeri," tegasnya.
Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan, belum menerima laporan dari pengusaha yang dirugikan akibat PP 57. Kendati demikian, suatu kebijakan harus memberikan kepastian hukum dan kepastian dalam berbisnis.
"Andainya itu (PP 57) dianggap tidak memberikan ketidakpastian usaha, khususnya kehutanan, kelapa sawit dan sejenisnya, maka harus dilihat mana salahnya. Mana celanya," kata Laode.
Menurut Laode, harus ada win-win solution untuk menyelesaikan masalah pro dan kontra PP 57. "Satu kebijakan tidak memberikan kepastian hukum atau merugikan harus dikoreksi," tegasnya.
Sekretaris Badan Restorasi Gambut (BRG) Hartono Prawiratmaja mengatakan, alasan pengetatan fungsi ekosistem gambut bertujuan untuk mengembalikan fungsi lahan gambut dan menekan terjadinya kembali kebakaran hutan. Terkait dengan kontroversi soal kelanjutan usaha yang dikhawatirkan oleh pengusaha pasca belakunya PP 57 perlu dicarikan solusinya.
"Kita dengan semangat mencari win-win solution dan tidak berat sebelah," tambah Hartono.
Sebelumnya, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengungkapkan, pihaknya telah memperkirakan jika PP 57 tahun 2016 akan berdampak langsung kepada industri kertas dan industri hilir sawit. Padahal, keduanya merupakan merupakan sektor industri yang potensial dan berkontribusi besar bagi negara.
"Jika PP 57 tetap dipaksakan, maka pendapatan negara Rp 122 triliun terancam," katanya.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Khusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaKuliner khas Pulau Meranti ini tak lepas dari ciri khas wilayahnya yang terkenal akan produksi Sagu yang begitu melimpah.
Baca SelengkapnyaRatusan gerai UMKM kuliner menjadi daya tarik pengunjung.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Untuk menerbitkan regulasi ini setidaknya membutuhkan waktu satu bulan.
Baca SelengkapnyaCuma dengan 2 bahan ini, bau tanah menyengat pada ikan patin dapat dinetralisir secara sempurna. Ini dia langkah-langkahnya.
Baca SelengkapnyaSelama masa pandemi pada 2020-2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.
Baca SelengkapnyaPemerintah menyiapkan anggaran Rp20 miliar untuk industri makanan dan minuman (mamin) di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaPengetatan aturan rokok dalam RPP Kesehatan sebagai aturan turunan UU Kesehatan dinilai akan berdampak bagi masa depan industri kreatif nasional.
Baca SelengkapnyaJaring-jaring makanan adalah gabungan dari rantai makanan yang saling berhubungan dan dikombinasikan, tumpang tindih pada suatu ekosistem.
Baca Selengkapnya