5 Alasan proyek 35.000 MW sulit terwujud dalam lima tahun
Merdeka.com - Megaproyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) menjadi salah satu proyek ambisius Presiden Joko Widodo. Pasalnya, pembangunan ditarget selesai dijalankan hingga lima tahun ke depan.
Padahal, berkaca pada target 10.000 MW pemerintahan sebelumnya saja, gagal diimplementasikan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyadari banyak pihak memandang sebelah mata megaproyek ini.
"Hampir semua pihak pesimistis dengan proyek pembangkit listrik 35.000 MW," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said di Gedung DPR, Jakarta.
Meski begitu, megaproyek ini mutlak dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5-6 persen. Untuk mencapai target itu, tidak ada pilihan selain menambah kapasitas listrik.
Dia mengemukakan, lokasi proyek menyebar di sejumlah provinsi. Diantaranya, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan.
Megaproyek tersebut, kata Sudirman, didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap, berbahan bakar batu bara. Kendati demikian, pemerintah juga memberi porsi untuk pembangkit listrik energi alternatif.
Mengapa megaproyek ini dinilai sulit terwujud? Berikut merdeka.com akan merangkumnya untuk pembaca.
Kondisi politik tak membantu mempercepat realisasi
Dewan Penasehat Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) Herman Darnel Ibrahim mengungkapkan idealnya pasokan listrik 35.000 MW bakal terpenuhi di 2020. "Idealnya (tahun) 2020," ujar Herman dalam diskusi Energi Kita yang diselenggarakan Merdeka.com, RRI, IJTI, Sewatama dan IKN di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat.Selain proses pembangunan pembangkit yang memakan waktu cukup lama, kondisi politik dalam negeri yang kerap gaduh menambah kendala terealisasinya megaproyek tersebut."Selesaikan bangun PLTU saja 4 tahun, belum termasuk cari uangnya, tender terus kontrak. Enggak mungkin selesai tahun 2019," tuturnya.
Proyek dengan kapasitas lebih rendah, pemerintah kerap gagal
Dewan Perwakilan Rakyat mengapresiasi langkah Presiden Jokowi dalam mengatasi krisis listrik dengan menargetkan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt dalam lima tahun mendatang. Sayangnya, berdasarkan pengalaman sebelumnya, megaproyek itu dinilai tak realistis."Kalau bahasa saya terlalu muluk-muluk. Saya selalu kritik keras program 35 ribu MW. Karena apa? Untuk fast track progam tahap I dan II saja belum clear," ujar Anggota Komisi VII DPR-RI Agus Sulistiyono saat diskusi mingguan dihelat merdeka.com, Radio Republik Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Institut Komunikasi Nasional (IKN), dan PT Sewatama bertajuk "Energi Kita: PLTN yang aman dan efisien untuk atasi krisis listrik", Jakarta.
Realisasi proyek butuh kekompakan semua pihak
Wakil Rektor ITB Bermawi P Iskandar menerangkan, pembangunan pembangkit 35.000 MW adalah sebuah proyek besar. Hal itu tidak mudah untuk diwujudkan. Pasalnya, butuh kekompakan untuk mencapai target yang dicanangkan Jokowi untuk lima tahun ke depan."Untuk mengatasi masalah kelistrikan di Indonesia, pemerintah mencanangkan membangun pembangkit listrik 35.000 MW dalam lima tahun. Banyak tantangan untuk merealisasikan ambisi ini," kata dia dalam sambutan.ITB menyadari proyek tersebut diperlukan kesiapan dan komitmen dari berbagai pihak begitu juga bagaimana strategi mengatasinya. Sebab, dampak besar akan diterima masyarakat terutama bagi mereka yang belum diterangi."Karena dampaknya terhadap masyarakat sangat positif untuk penerangan yang lebih merata," ungkapnya.
Proses pembangunan dan pencairan dana memakan waktu
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa menilai Presiden Joko Widodo terlalu ambisius ketika mencetuskan megaproyek pembangkit listrik 35.000 MW dalam lima tahun. Pasalnya, proses tender hingga turunnya izin pembangunan saja membutuhkan waktu lama.Selain itu, proyek ini juga membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. "Di awal ketika program ini diluncurkan terlalu ambisius," ujar Fabby dalam Diskusi Energi Kita yang digelar merdeka.com, RRI, IJTI, IKN, DML dan Sewatama di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat."Kekhawatiran saya adalah pelaksanaan yang 5 tahun menjadi tanda tanya besar. Karena masalah-masalah yang dihadapi butuh waktu lebih dari satu tahun untuk selesaikan," tambahnya.Fabby menilai, megaproyek tersebut bisa berjalan mulus jika ditargetkan rampung dalam waktu 10 tahun.
Skema penunjukan langsung berpotensi jadi bancakan
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencium potensi bau anyir di balik proyek pengadaan pembangkit listrik dengan mekanisme tunjuk langsung. Mekanisme ini membuka celah aksi kongkalikong BUMN dengan investor, ataupun elit politik dengan pebisnis.Beberapa proyek yang boleh dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung yakni pekerjaan pengadaan dan penyaluran benih unggul meliputi benih padi, jagung, kedelai serta pupuk yang meliputi urea, NPA, dan ZA kepada petani.Ini diperbolehkan demi menjamin ketersediaan benih pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan. "Jadi bukan pengadaan infrastruktur kelistrikan," ungkap Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto di Kantornya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah Turunkan Target Bauran Energi Baru Terbarukan, Apa Dampaknya?
Pemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca SelengkapnyaPemerintah Tunda Pengoperasian Pembangkit Listrik di Jawa-Bali, Ini Alasannya
Realisasi capaian pembangkit pada periode 2023 sebesar 4.182,2 megawatt.
Baca SelengkapnyaESDM: Transisi Energi Penting untuk Tingkatkan Daya Saing Produk Indonesia di Mata Dunia
Program transisi energi juga sejalan dan mendukung program pemerintah yang lain
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Luhut Akui Ada Tenaga Kerja Asing di Proyek Hilirisasi: Jumlahnya 15 Persen Saja
Luhut memastikan porsi TKA itu nantinya akan berkurang seiring dengan banyak dilatihnya SDM lokal untuk industri hilirisasi.
Baca SelengkapnyaAturan Diubah, Badan Usaha Bisa Nikmati Subsidi Konversi Motor Listrik Rp10 Juta dari Pemerintah
Dadan mengakui sudah ada perusahaan yang disasar untuk diberikan insentif tersebut.
Baca SelengkapnyaDewan Energi: Kompor Listrik harus Dimulai dari Orang Kaya!
Alasan Dewan Energi usulkan orang kaya wajib pakai kompor listrik.
Baca SelengkapnyaCiptakan Energi Hijau, Patra Jasa dan Pertamina Kembangkan Proyek Pengelolaan Limbah Minyak Jelantah
Proyek ini diharapkan bisa mengembangkan portofolio dalam pengelolaan energi hijau atau green energy.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR Minta Kejagung Tak Tutup Ada Tersangka Lain di Korupsi Kereta Besitang-Langsa
Modusnya, para pelaku melakukan korupsi dengan sengaja memecah proyek
Baca SelengkapnyaTernyata, Isu Transisi Energi Jadi Salah Satu Kunci Pemilih Muda Tentukan Presiden Selanjutnya
Pemilih muda memandang isu transisi energi sangatlah mendesak untuk diselesaikan oleh Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Baca Selengkapnya