26 Bulan Berturut-turut, Neraca Perdagangan Juni 2022 Kembali Surplus
Merdeka.com - Indonesia kembali mencatat surplus neraca perdagangan pada Juni 2022, memperpanjang rekor selama 26 bulan berturut-turut. Kali ini, neraca perdagangan surplus USD 5,09 miliar per Juni kemarin.
"Kalau dilihat dari trennya, surplus di bulan Juni ini merupakan surplus 26 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, Jumat (15/7).
Dilihat berdasarkan sektor, non migas tercatat surplus USD 7,23 miliar pada Juni 2022. Itu disumbangkan oleh komoditas bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).
Sedangkan neraca perdagangan di sektor migas justru defisit USD 2,14 miliar.
"Sementara untuk migas kita masih defisit di bulan Juni ini sebesar USD 2,14 miliar. Itu komoditasnya adalah minyak mentah dan hasil minyak," terang Margo.
Adapun catatan surplus neraca perdagangan ini berasal dari sumbangsih ekspor Juni 2022 yang sebesar USD 26,09 miliar. Jumlah itu naik 21,30 persen secara bulanan dibanding Mei 2022 yang sebesar USD 21,51 miliar.
Di sisi lain, nilai impor per Juni 2022 tercatat sebesar USD 21 miliar, atau naik 12,87 persen dari Mei 2022 yang sebesar USD 18,61 miliar. Secara tahunan, impor Juni 2022 juga naik 21,98 persen dibandingkan Juni 2021 yang sebesar USD 17,22 miliar.
Surplus Perdagangan Semester I
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, total nilai ekspor Indonesia pada 6 bulan pertama tahun ini masih lebih besar dari jumlah impor. Sehingga mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 24,89 miliar di sepanjang semester I 2022.
"Selama semester I 2022 surplus neraca perdagangan mencapai USD 24,89 miliar, naik sebesar 110,22 persen kalau dibandingkan periode yang sama tahun lalu," jelas Kepala BPS Margo Yuwono, Jumat (15/7).
Margo mengatakan, capaian ini diperoleh berkat sejumlah komoditas ekspor andalan, seperti batu bara, bauksit, nikel, hingga minyak kelapa sawit.
Surplus neraca perdagangan ini pun dipercaya dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina, yang menyebabkan sejumlah negara melakukan restriksi ekspor.
"Ini akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi," imbuh Margo.
Secara bulanan, surplus neraca perdagangan sendiri telah berlangsung selama 26 bulan berturut-turut. Per Juni 2022, neraca perdagangan surplus USD 5,09 miliar.
"Kalau dilihat dari trennya, surplus di bulan Juni ini merupakan surplus 26 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Margo.
Dilihat berdasarkan sektor, non migas tercatat surplus USD 7,23 miliar pada Juni 2022. Itu disumbangkan oleh komoditas bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).
Sedangkan neraca perdagangan di sektor migas justru defisit USD 2,14 miliar.
"Sementara untuk migas kita masih defisit di bulan Juni ini sebesar USD 2,14 miliar. Itu komoditasnya adalah minyak mentah dan hasil minyak," terang Margo.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu KencanaSumber: Liputan6.com
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja perdagangan Indonesia terus mencatatkan surplus hingga ke-47 kali berturut-turut sejak Mei 2020 lalu.
Baca SelengkapnyaPudji menerangkan, surplus tersebut ditopang oleh komoditas non migas yaitu sebesar USD4,62 miliar
Baca SelengkapnyaNeraca Perdagangan Indonesia melanjutkan trend surplus selama 45 bulan atau hampir 4 tahun secara berturut-turut.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bendahara negara ini juga melaporkan, kinerja APBN sampai dengan akhir Juli masih tetap terjaga positif.
Baca SelengkapnyaAkibat harga gas bumi murah atau harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada tujuh sektor industri tellah berdampak pada berkurangnya penerimaan negara.
Baca SelengkapnyaNamun demikian, pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 5, 4 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Baca SelengkapnyaUtang luar negeri pemerintah pada November 2023 sebesar USD 192,6 miliar atau tumbuh 6 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya tiga persen.
Baca SelengkapnyaAdapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca SelengkapnyaAdapun APBN per Januari 2024 mencatatkan surplus Rp31,3 triliun atau 0,14 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Baca Selengkapnya