Pendiri Bank di Indonesia ini Punya Cucu Kini Jadi Capres, Dulu Pernah Berjuang Lawan Belanda dari Segi Ekonomi
Kisah pendiri bank sentral pertama di Indonesia yang merupakan kakek dari salah satu capres di Pemilu 2024.
Kisah pendiri bank sentral pertama di Indonesia yang merupakan kakek dari salah satu capres di Pemilu 2024.
Pendiri Bank di Indonesia ini Punya Cucu Kini Jadi Capres, Dulu Pernah Berjuang Lawan Belanda dari Segi Ekonomi
Bagi sebagian orang mungkin masih asing ketika mendengar nama Margono Djojohadikoesoemo.Dia adalah pendiri dari Bank Negara Indonesia (BNI). Margono dulu menginisiasi pendirian bank sentral pertama di Indonesia untuk melawan Belanda dari penjajahan ekonomi.
Margono adalah kakek dari salah satu calon presiden (capres) untuk Pemilu 2024 mendatang, yakni Prabowo Subianto.
Simak ulasan selengkapnya:
Sosok Margono Djojohadikoesoemo
Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo memiliki tiga orang anak laki-laki. Salah satu anaknya yang bernama Soemitro Djojohadikoesoemo merupakan ayah dari Prabowo Subianto.
Bank Negara Indonesia (BNI) didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Bank ini kemudian diresmikan di Yogyakarta pada tanggal 17 Agustus 1946.
Pada saat itu, Margono selaku Ketua Dewan Pertimbangan Agung berpendapat jika Indonesia perlu mendirikan bank sentral sendiri bukan hasil warisan dari bank asing.
Margono sempat mendapat tentangan dari Menteri Kemakmuran pada saat itu, yakni Soerachman.
Namun, Margono getol memperjuangkan gagasannya untuk mendirikan bank milik pemerintah sendiri.
Pemikiran tersebut didasarkan dengan kembalinya Belanda ke Indonesia yang disebut akan kembali menghidupkan De Javasche Bank (DJB) buatan negeri kincir angin tersebut.
Keberadaan DJB dianggap bisa mengancam kedaulatan ekonomi negara.
Terlebih, pada saat itu DJB disebut hendak mencetak dan mengedarkan uang buatan Belanda untuk mengacaukan ekonomi Indonesia.
Karena wacana tersebut, Margono pun bergerak cepat dan meminta restu dari Presiden Soekarno dan wakilnya, Mohammad Hatta.
Di masa awal berdiri, BNI harus bertempur melawan Belanda dari segi ekonomi karena adanya ekspansi DJB.
Pada saat itu, bisa dibilang jika BNI difungsikan sebagai ujung tombak pertempuran Indonesia dan Belanda di sektor ekonomi.
Modal awal dari pendirian BNI sendiri disebut berasal dari patungan rakyat. Margono pun ditunjuk sebagai Direktur Utama BNI.
Selama Margono menjadi dirut Bank BNI, pada 1970, status hukum Bank BNI dinaikkan menjadi persero.
Hingga akhir tahun 2022, BNI sudah memiliki 195 unit kantor cabang dan 16.125 unit ATM yang tersebar di seantero Indonesia.
Bank ini juga memiliki kantor di Kota New York, London, Seoul, Tokyo, Hong Kong, Singapura, Osaka, dan Amsterdam.
Margono Djojohadikusomo meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1978 di Jakarta. Jasadnya kemudian dikebumikan di pemakaman keluarga di Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah.