Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Komisi I DPR 'kritisi' tarif interkoneksi baru dan jaringan operator

Komisi I DPR 'kritisi' tarif interkoneksi baru dan jaringan operator Operator seluler. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Masih soal ribut-ribut pembahasan tarif interkoneksi telekomunikasi yang akan diturunkan 26 persen menjadi Rp 204 dari Rp 250 pada 1 September nanti. Tarif interkoneksi, salah satu komponen operator telekomunikasi menetapkan tarif ritel yang dibayarkan pelanggan telepon. Saat ini tarif interkoneksi berkontribusi 15 persen terhadap penentuan tarif ritel.

Dalam sepekan terakhir, Komisi I DPR RI yang mengawasi sektor telekomunikasi, memanggil pihak-pihak terkait. Mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Rabu (24/8), hingga seluruh operator telekomunikasi besar pada esok harinya, Kamis (25/8). Bahkan saat rapat dengan operator besar ini, dihadiri lengkap oleh orang nomor setiap operator. Hadir Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga, Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah, Dirut Indosat Ooredoo Alexander Rusli, Dirut XL Axiata Dian Siswarini, Dirut Smartfren Merza Fachys, dan Wakil Dirut Huchitson 3 Indonesia Danny Buldansyah.

Pembahasan pun berlangsung alot, hingga berakhir pada malam hari selama dua hari tadi. Beberapa anggota Komisi I ini tampak betul mencoba mengkritisi rencana pemerintah, yang ngotot diterapkan 1 September tahun ini.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz, misalnya, yang memimpin rapat kerja dengan Menteri Rudiantara, meminta pemerintah hati-hati sebelum memberlakukan penurunan tarif interkoneksi sebesar 26 persen di 1 September. Sebab Komisi I melihat perlu meminta keterangan semua pihak terkait terutama operator seluler.

"Kami minta pemerintah tidak memutuskan apa-apa, sebelum proses Komisi I DPR mencari tahu masalah ini selesai," kata Meutya, usai memimpin rapat yang berakhir pada Rabu malam.

Sikap kritis anggota dewan ini terus berlanjut saat memanggil operator pada esok harinya. Beberapa anggota dewan secara terang menuding kebijakan pemerintah itu untuk memberikan kesempatan kepada operator lain memperebutkan “kue” Telkomsel dengan cara tidak adil (fair).

"Ada faktor ketidakadilan. Ada operator yang membangun lebih dulu dan lebih banyak, lalu ada yang mau ikut menikmati. Empat operator yang non-Telkom Group ini kan mau mendompleng ke jaringan Telkom dan Telkomsel untuk mendapat keuntungan. Itu tidak fair," kata Efendi Simbolon dari anggota Komisi I, Kamis malam.

Anggota lainnya, Evita Nursanty, berpendapat biaya interkoneksi telekomunikasi seluler itu adalah cost recovery. Telkom dan Telkomsel memiliki cost recovery tinggi, Rp 285, karena membangun di seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah terpencil. Sedangkan cost recovery operator lain jauh di bawah Telkom Group, yakni Rp 120. Sebab hanya membangun di kota-kota besar. Sebut saja, cost recovery Indosat Rp 86, XL Rp 65, Smartfren Rp 100, dan Tri Rp 120.

"Apa wajar, operator yang sudah membangun hingga ke pelosok negeri dengan biaya besar, lalu tarifnya disamakan dengan operator lain, yang hanya membangun di kota-kota besar. Kalau bangun jaringannya sedikit, lalu ingin minta yang banyak, itu tidak fair," kata Evita.

Anggota Budi Youyastri punya pendapat menarik. Dia sangat yakin, penurunan biaya interkoneksi itu sebenarnya hanya ingin memperebutkan 'kue' Telkomsel. Operator non-Telkom tidak mau membangun jaringan hingga ke seluruh pelosok Tanah Air, tapi mau memakai jaringan Telkom dan Telkomsel dengan biaya murah.

"Lalu setelah merebut kue Telkomsel, keuntungannya mereka mau dibawa ke mana? Apakah akan dipakai untuk membangun jaringan atau dibawa ke luar negeri," tanya Budi.

Kalau memang Kementerian Komunikasi ngotot menurunkan tarif interkoneksi, Budi menyarankan kepada Telkom dan Telkomsel untuk mengembalikan jaringan yang sudah dibangun itu kepada kementerian. "Kasih saja ke pemerintah biar pemerintah yang buy back."

Pada kesempatan itu, Budi juga mempertanyakan komitmen operator untuk membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Tanah Air. Saat mendapat lisensi, seluruh operator telekomunikasi telah menyatakan komitmennya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Nusantara.

"Kan semua operator mendapat lisensi nasional. Jadi pasti ada komitmen untuk membangun di Papua, Maluku, Ternate, Alor, dan wilayah Indonesia Timur lainnya. Coba kasih ke kami komitmen itu," pungkasnya.

Telkom Keberatan

Dirut Telkom Alex Sinaga dengan tegas menolak dan keberatan atas Surat Edaran (SE) Kementerian Komunikasi pada 2 Agustus 2016 tentang penurunan biaya interkoneksi dari Rp 250 menjadi Rp 204. Penolakan dan keberatan itu sudah disampaikan secara tertulis oleh Telkom Group termasuk Telkomsel kepada kementerian. Namun hingga saat ini belum mendapat tanggapan dari kementerian.

"Biaya interkoneksi baru itu (Rp 204), jelas merugikan Telkom, mengingat cost recovery kami, menurut perhitungan konsultan, adalah Rp 285. Sebab kami membangun jaringan sampai ke pelosok Tanah Air, sedangkan operator lain membangun cuma di kota saja. Kenapa diperlakukan sama," ujar Alex Sinaga, di hadapan anggota Komisi I DPR RI, Kamis.

Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah menambahkan, berdasarkan PP No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Telekomunikasi, pasal 23 ayat 2 menyebutkan, biaya interkoneksi ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama, dan adil.

"Selain itu, perhitungan biaya interkoneksi itu dilakukan secara asimetris, yang didasarkan pada biaya (cost based) yang dikeluarkan setiap operator telekomunikasi," pungkasnya.

Terlalu Kecil

Jika Telkom Group keberatan dan menolak, pada sisi berbeda, empat operator lainnya, yakni XL Axiata, Indosat Ooredoo, Smartfren, Hutchison Tri Indonesia berargumen penurunan biaya interkoneksi sebesar 26 persen atau setara Rp 46 itu masih terlalu kecil. Keempat operator itu mengharapkan penurunan biaya interkoneksi lebih besar lagi. Sebab cost recovery mereka sangat rendah, yakni Indosat hanya Rp 86, XL Rp 65, Smartfren Rp 100, dan Tri Rp 120.

Alexander Rusli, Dirut Indosat Ooredoo, menyatakan penurunan tarif interkoneksi adalah untuk memberi kesempatan kepada operator selain Telkom Group untuk berkembang.

"Kalau tarif interkoneksi turun, kami bisa memberikan layanan lain yang lebih menarik untuk pelanggan. Interkoneksi masih menjadi barrier, sehingga harga murah kepada pelanggan pada daerah-daerah tertentu bersifat terbatas," ujar Alex.

(mdk/ega)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Daftar Tarif Tol Trans Jawa 2024 untuk Persiapan Mudik Lebaran
Daftar Tarif Tol Trans Jawa 2024 untuk Persiapan Mudik Lebaran

Daftar lengkap tarif tol Trans Jawa 2024 untuk mudik lebaran.

Baca Selengkapnya
Setelah Telkom Grup dan DTP, Kini Giliran Smartfren Tertarik Internet Satelit
Setelah Telkom Grup dan DTP, Kini Giliran Smartfren Tertarik Internet Satelit

Persaingan internet lewat satelit nampaknya semakin memanas.

Baca Selengkapnya
Terus Komitmen Berikan Layanan Terbaik, Telkom Kembangkan Next-Generation Digital Connectivity
Terus Komitmen Berikan Layanan Terbaik, Telkom Kembangkan Next-Generation Digital Connectivity

Seiring dengan perkembangan di bidang teknologi, Telkom Indonesia terus mengembangkan layanan Next-Generation Digital Connectivity.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Telkom Beri Solusi Digitalisasi Bisnis Usaha Wisata Kecil Menengah
Telkom Beri Solusi Digitalisasi Bisnis Usaha Wisata Kecil Menengah

DigiTiket dari Indibiz tawarkan kemudahan pencatatan data dan sistem tiket.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Setuju Amendemen Kontrak Blok Corridor Medco
Pemerintah Setuju Amendemen Kontrak Blok Corridor Medco

Selain itu, kementerian juga telah menyetujui alokasi dan harga gas untuk tiga pembeli gas.

Baca Selengkapnya
Siap-Siap, Tarif Tol Pasuruan-Probolinggo Naik Mulai Besok
Siap-Siap, Tarif Tol Pasuruan-Probolinggo Naik Mulai Besok

Dengan adanya penyesuaian tarif ini, diharapkan dapat mendukung TPJT untuk meningkatkan kualitas pelayanan tol.

Baca Selengkapnya
BAKTI Bakal Kerahkan Satelit Internet ke 80 Ribu Lokasi TPS di Wilayah 3T
BAKTI Bakal Kerahkan Satelit Internet ke 80 Ribu Lokasi TPS di Wilayah 3T

BAKTI Kementerian Kominfo menerima usulan sekitar 80.000 titik penyediaan akses internet dari KPU.

Baca Selengkapnya
Menkominfo Minta Operator Seluler Jual Kecepatan Internet Minimal 100 Mbps, Begini Respons Telkomsel
Menkominfo Minta Operator Seluler Jual Kecepatan Internet Minimal 100 Mbps, Begini Respons Telkomsel

Gara-gara kecepatan internet Indonesia masih kalah dengan negara tetangga, Menkominfo mau buat regulasi khusus.

Baca Selengkapnya
Menkominfo Soal Suap SAP: Kasus Lama, Skalanya Terlalu Kecil
Menkominfo Soal Suap SAP: Kasus Lama, Skalanya Terlalu Kecil

Budi menjelaskan, hal ini terjadi sebelum nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah menjadi BAKTI.

Baca Selengkapnya