UU Pemilu belum ada nomornya, Hakim MK minta ACTA segera lengkapi
Merdeka.com - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menjalani sidang pertama terkait permohonan uji materil Undang-Undang (UU) Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat. ACTA memohon ada pengujian materil terkait ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20-25 persen yang termasuk dalam pasal 222 dalam UU Pemilu 2017.
Di sidang perdana ini, pemohon yang diwakili oleh Habiburokhman, mendapatkan saran dari majelis hakim. Mereka menyarankan agar pemohon kembali memastikan bahwa Undang-Undang tersebut sudah masuk ke lembar pengesahan negara.
"Saya heran kok UU belum ada nomornya, kok sudah diajukan ke MK ya. Ya memang kalau kita lihat pasal 20 ayat 5 memang rancangan UU telah disetujui bersama dan belum ditandantangani Presiden, memang sah jadi Undang-Undang," kata hakim anggota Maria Farida Indrati, di MK, Kamis (3/8).
"Tapi nanti kalau sampai 30 hari, belum selesai juga terus kita sudah mau sidang, pasti ada ingin sidang cepat kan, kalau sampai sidang lanjutan berlangsung nomornya belum ada, terus gimana? Nanti coba Anda lihat apakah di Setneg sudah ada nomornya di lembaran negara," ujarnya.
Selain itu, baik Maria ataupun hakim anggota lainnya seperti Saldi Isra, juga meminta pada Habiburokhman Cs harus memperkuat status hukumnya (Legal Standing). Karena Hakim MK harus yakin bahwa pemohon dirugikan dengan putusan ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20-25 Persen ini tetap digunakan.
"Soal legal standing harus benar-benar dikuatkan oleh pemohon. Misalnya yang harus dibuktikan potensial dirugikan sebetulnya kalimatnya tidak berhenti. Jadi disebutkan kerugian hak dan kewenangan konstitusi itu harus bersifat spesifik atau khusus dan aktual. Karena kita harus yakin kalah enggak dikabulkan, pasti pemohon akan dirugikan," ucap Sadli.
Sebelumnya, presidential threhsold 20-25 persen menjadi polemik dalam UU Pemilu. Saat pengesahan, Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat walkout dari paripurna. Mereka menilai aturan presidential threshold melanggar konstitusi.
Sebab, Pemilu 2019 dilakukan serentak. Sehingga dinilai, tak perlu lagi ada ambang batas pencalonan presiden.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tim Hukum Prabowo-Gibran Minta Hakim Tolak Semua Permohonan Kubu Anies-Muhaimin
Otto Hasibuan meminta hakim untuk menolak seluruh permohonan Anies-Cak Imin
Baca SelengkapnyaHakim MK Diminta Deklarasi Sikap Bebas Tanpa Tekanan Sebelum Sidangkan Sengketa Pilpres 2024
Hakim MK saat ini dinilai belum bisa dibilang aman dari cengkraman nepotisme atau dinasti politik.
Baca SelengkapnyaKasus Penyuapan Wamenkum HAM, Pengadilan Putuskan Penetapan Tersangka Helmut Hermawan Tak Sah
Hakim berpandangan sehingga apa yang telah dilakukan oleh penyidik KPK dengan menetapkan termohon sebagai tersangka juga tidak mempunyai kekuatan hukum.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Akademisi: Hak Angket untuk Mengawasi, Bukan Menggagalkan Hasil Pemilu
Persoalan Pemilu harus dilaporkan ke Bawaslu dan diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaKuasa Hukum Berang Jaksa Minta Dito Mahendra Dipindah ke Lapas Gunung Sindur: Penahanan Kewenangan Hakim
Kubu Dito menyebut majelis hakim sudah menetapkan terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaBawaslu: Pemungutan Suara Ulang Tepis Dugaan Pelanggaran Pemilu, Selanjutnya di MK
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) bagian dari upaya mencari kebenaran.
Baca SelengkapnyaPerludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada
Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca SelengkapnyaSengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket
Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.
Baca SelengkapnyaAHY: Saya Sebagai Ketum Demokrat Menolak Hak Angket
AHY tegas menolak wacana hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu
Baca Selengkapnya