Semua capres takut pada Jokowi
Merdeka.com - Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) masih tetap paling tinggi dibanding nama-nama tokoh lain. Hal ini terlihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Politik LIPI. Dari survei itu, elektabilitas Jokowi mencapai 22,6 persen, diikuti Prabowo Subianto 14,2 persen dan Aburizal Bakrie 9,4 persen.
Di belakang mereka menyusul nama Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuangan 9,3 persen, Jusuf Kalla 4,2 persen, Rhoma Irama 3,5 persen, Capres Hanura Wiranto 3,4 persen, Mahfud MD 1,9 persen, Hatta Rajasa 1,2 persen, Sri Sultan HB X 1,2 persen, dan Surya Paloh 1,2 persen.
Pengamat politik dari Charta Politika Arya Fernandes mengatakan, posisi Jokowi yang selalu berada di urutan teratas, tentu membuat tokoh lain ketakutan. Sebab kenyataannya trend elektabilitas Jokowi terus menanjak naik. Orang tentu khawatir dengan peningkatan itu.
"Saya kira kekhawatiran itu beralasan. Melihat elektabilitas Jokowi yang terus menanjak, tentu akan mempengaruhi peta pencalonan capres nanti. Jadi wajar saja nama-nama lain jadi ketakutan," kata dia kepada merdeka.com, Kamis (27/6).
Di sisi lain, Arya melanjutkan, mantan Wali Kota Solo itu setiap hari juga terus dibesarkan oleh media massa. Sehingga tingkat keterpilihan publik lebih besar.
Namun demikian, menurut Arya, sebenarnya Jokowi juga sulit maju sebagai capres. Alasannya, sebelum maju dia harus memiliki tiket dari partai politik (parpol) lebih dulu. Padahal beberapa partai sekarang sudah memiliki calon masing-masing, misalnya PAN, sudah memiliki Hatta Rajasa, Golkar sudah memiliki Aburizal Bakrie, Gerindra sudah memiliki Prabowo Subianto, dan beberapa nam partai lain juga sudah punya calon.
Partai besar tinggal PDIP, Demokrat, PPP dan PKB. Tapi kalau PDIP masih ada Megawati. Jokowi juga sepertinya tidak akan ikut konvensi Demokrat, karena dia masih menjabat sebagai gubernur aktif. Sementara PKB dan PPP meski masih belum jelas sikapnya.
"Masalahnya Jokowi itu kalau tidak mendapat tiket partai agak susah. Kekuatan Jokowi hanya pada personalnya. Saya kira, keputusan maju dan tidaknya, yang paling mempengaruhi besar adalah Jokowi sendiri. Kalau Jokowi pengen maju, kalau dia berniat, bisa saja melunakkan hati Mega," terang Arya.
Peluang Jokowi paling besar memang lewat PDIP. Namun demikian dia harus bersaing dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri. Bila elektabilitas Jokowi konsisten sebesar 35 persen, maka Megawati besar kemungkinan legowo menyerahkan tiket capres ke dia. Namun dia tentu memiliki kesepakatan-kesepakatan dengan Jokowi.
"Misalnya, silakan Jokowi maju tapi dia akan menyorongkan Puan Maharani atau tokoh PDIP lainya menjadi wakil presiden. Karena asumsinya Jokowi sudah 35 persen. Itu bukti orang sudah tidak lagi melihat asal partai, tapi lebih kepada figur," tuturnya.
Namun demikian, Arya lebih memilih Jokowi bekerja lebih dulu di Jakarta untuk membuktikan kinerjanya. Apakah dia mampu atau tidak mengubah Jakarta, dan merealisasikan janji-janjinya.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi hanya menyebut, sebaiknya debat capres nanti malam disaksikan saja.
Baca SelengkapnyaAnies merasa terkejut mengapa sekaliber presiden mengomentari debat yang diikut oleh para capres.
Baca SelengkapnyaBenarkah Jokowi meminta agar tidak memilih capres nomor 2? Simak penelusurannya
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.
Baca SelengkapnyaMasyarakat akan menilai dan membandingkan pernyataan Jokowi yang kerap berubah.
Baca SelengkapnyaCak Imin mengaku belum melihat Jokowi memihak kepada salah satu pasangan calon.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo mengaku mengikuti pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memilih Capres berambut putih.
Baca SelengkapnyaJK juga menyinggung situasi yang terjadi saat debat kemarin tak berbeda jauh pada debat Pilpres 2019
Baca SelengkapnyaPresiden akhirnya buka suara terkait polemik pemberian bansos beras kemasan 10 kg di tahun politik.
Baca Selengkapnya