PPP kubu Romi tak setuju pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi
Merdeka.com - Wakil Sekjen PPP kubu Romahurmuziy (Romi), Arsul Sani menegaskan partainya menolak penyelipan pasal 263 ayat 1 dan diperluas lewat pasal 264 dalam RUU KUHP yang disodorkan pemerintah tentang penghinaan presiden. Pasal tersebut sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006 silam.
Jika tafsiran MK mengenai konstitusi ditabrak, menurut Arsul, hal tersebut merupakan pelanggaran konstitusi.
"Di KUHP kita itu kan sedianya pasal itu timbul setelah Belanda berubah, dari monarki absolut menjadi monarki parlementer di mana ratu atau raja itu tidak menjalankan pemerintahan, dia hanya jadi lambang pemersatu bangsa. Maka dari itu pasal ini merupakan pemberian kewenangan absolut seorang sebagai raja," kata Arsul di Kompleks Parlemen DPR, Senayan, Rabu (5/8).
"Karena itu tidak dikutik-kutik, tidak boleh dicela-cela. Tetapi kalau kepala pemerintahannya, perdana menterinya boleh dihina-hina. Yang sampai saat ini mengikuti itu kan Thailand. Coba kalau di Thailand menghina raja, itu pasti ditangkap. Kalau menghina perdana menterinya tidak apa-apa," kata Arsul.
Arsul juga menegaskan bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat semua warga negara. Namun bagi Arsul hak hukum presiden tetap tidak akan hilang. Ketika terjadi pelecehan yang melampaui batas, bisa segera dilaporkan. Dia mencontohkan dengan apa yang telah terjadi pada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ketika dia dihina kan dia bisa juga kalau mau tetap melaporkan, tapi sebagai pribadi. Pak SBY ketika merasa dicemarkan bukan sebagai presiden, sebagai pribadi. Sifatnya harus delik aduan," tuturnya.
Arsul juga menjelaskan memang ada pasal semacam itu yang konteksnya memang ada juga untuk menghormati kepala negara. Dalam hal ini kepala negara berbeda dengan kepala pemerintahan.
"Kepala negara kan dia simbol negara sifatnya bisa berupa raja. Sedangkan kepala pemerintahan ialah perdana menteri. Maka dari itu terkait hal itu Arsul mengaku bahwa Komisi III butuh penjelasan mendasar mengapa pasal tersebut ditawarkan kembali."
"Argumentasinya apa ya kami nanti akan mendengar di Komisi III, kenapa ada pasal seperti ini yang jelas-jelas ini akan nabrak Mahkamah Konstitusi," tutupnya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sesuai Aturan, KPU Sebut Presiden Boleh Ikut Kampanye Asalkan Cuti
Bahkan menteri kabinet juga diperbolehkan untuk kampanye selama melakukannya saat cuti.
Baca SelengkapnyaRespons Santai Jokowi saat Kubu 01 dan 03 Bakal Gulirkan Hak Angket Pemilu 2024
Keberadaan fungsi pengawasan ini untuk memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan dan berjalan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang.
Baca SelengkapnyaBeda Sikap dengan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Ma'ruf Amin Tegaskan Netral di Pemilu
Ma'ruf Amin merahasiakan pilihannya dan bakal menyoblos pada 14 Februari mendatang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jelang Sidang Perdana Sengketa Pilpres, Gedung MK Dikelilingi Tembok Beton dan Kawat Berduri
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 mulai Rabu (27/3).
Baca SelengkapnyaSejarah Pemilu 2004: Pelaksanaan, Peserta, dan Hasil Pemilihan
Pemilu 2004 menjadi pemilihan bersejarah karena untuk pertama kalinya rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden mereka.
Baca SelengkapnyaPresiden Pastikan Beras SPHP Bulog Sudah Membanjiri Pasar Induk Cipinang
Presiden menyampaikan bahwa Bulog telah menggelontorkan Beras SPHP ke Pasar Induk Beras Cipinang dengan volume yang besar.
Baca SelengkapnyaPutuskan Netral dalam Pilpres 2024, Ini Alasan Mantan Wakapolri Syafruddin Kambo
Meski demikian, ia tetap menghargai pilihan politik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Baca SelengkapnyaTernyata Ini Alasan Jokowi Bagi-Bagi Bansos Beras Jelang Pilpres 2024
Presiden akhirnya buka suara terkait polemik pemberian bansos beras kemasan 10 kg di tahun politik.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK
Pihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.
Baca Selengkapnya