Penundaan Pilwali Surabaya belum ditetapkan, PDIP ajukan gugatan
Merdeka.com - Sejak insiden hilangnya bakal calon wakil wali kota lawan incumbent Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana saat melakukan pendaftaran di Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Senin sore kemarin (3/8), Pilwali Surabaya, Jawa Timur 2015, dipastikan ditunda 2017.
Sebab, Haries Purwoko sebagai calon pendamping Dhimam Abror, secara mengejutkan menyatakan mundur dan telah menghilang. Pilkada di Surabaya kembali hanya dihuni calon tunggal, yaitu Risma-Whisnu.
Dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pilkada, mewajibkan harus ada dua pasangan calon yang akan bertanding. Jika hanya ada satu pasangan calon, Pilkada terpaksa diundur hingga dua tahun.
Menyikapi fenomena calon tunggal dan penundaan Pilkada ini, DPC PDIP Surabaya, akan melanjutkan misinya, menggugat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
Saat ini, partai berlogo kepala banteng moncong putih itu, tengah mempersiapkan segala sesuatunya terkait upayanya menempuh jalur hukum atas SK KPU tentang Penundaan Pilwali Surabaya.
Langkah hukum yang ditempuh PDIP itu, sudah berjalan sejak kemarin, yaitu mengajukan gugatan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor register perkara: 1471-1/PAN-MK/VII/2015.
Langkah tersebut juga akan dilakukan jika SK KPU soal penundaan Pilwali Surabaya telah ditetapkan resmi. Gugatannya akan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Tujuannya, kata Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetiyono, penerbitan putusan sela pembatalan SK KPU sesuai dengan somasi yang telah dikirimkan sebelumnya.
"Itu dilakukan untuk mempertahankan hak politik warga Surabaya, sesuai masa yang ditentukan dalam Pasal 201 dan 202 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Kepala daerah, termasuk berakhirnya masa jabatan," kata Didik, Selasa (4/8).
Sementara itu, lanjut Didik, KPU belum secara tegas menerbitkan kepastian hukum terhadap persoalan ini. "Kami tidak tahu alasannya seperti apa," ucap politisi yang akrab disapa Dikdong ini.
Dijelaskannya, KPU diminta untuk tidak melanggar aturan yang tertuang dalam undang-undang. "Itu prinsip yang harus dijalankan. Termasuk, aturan yang seharusnya dilakukan adalah menghentikan tahapan. Bukan penundaan," tegasnya.
Selanjutnya, masih kata dia, persoalan ini harus dilaporkan ke KPU RI, serta melanjutkan ke DPR agar dikeluarkan peraturan setingkat undang-undang.
"Tujuannya agar ada payung hukum yang pasti jika memang hanya didapati satu pasang calon tunggal. Nah, sampai sekarang kan tidak ada upaya itu yang dilakukan," pungkasnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebab, dia menilai saat ini pengawasan DPR RI pada Pemilu 2024 tak ada marwahnya.
Baca SelengkapnyaImam Budi Hartono mengaku memiliki tugas berat pasca menerima SK tersebut karena harus memenangkan Pilkada Depok agar PKS bisa tetap memimpin.
Baca SelengkapnyaHengki mengatakan, pelaku sempat menjauh kala ditegur petugas. Tetapi, tiba-tiba, pelaku kembali mendekati petugas dan melakukan penyerangan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono menyatakan, keempat pelaku sudah ditangkap pihaknya.
Baca SelengkapnyaSengketa Pilpres 2024 Diputuskan Besok, Mungkinkah Prabowo Hadir Langsung ke MK?
Baca SelengkapnyaHasanuddin menyebut membuat aturan baru tidak boleh menabrak aturan yang sudah ada.
Baca SelengkapnyaApalagi keempat partai politik (parpol) ini merupakan korban kecurangan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaHasto menegaskan, Pemilu 2024 belum selesai. Saat ini, proses rekapitulasi suara masih dilakukan secara berjenjang.
Baca SelengkapnyaBudiman Sudjatmiko sendiri dipecat dari PDI Perjuangan usai terang-terangan mendukung Prabowo-Gibran
Baca Selengkapnya