Meski pengurus Gerindra, Habiburokhman sebut berhak gugat UU Pemilu
Merdeka.com - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) yang diwakili oleh Habiburokhman mengajukan permohonan uji materil Undang-undang Pemilu 2017 khususnya soal presidential threshold sebesar 20 persen yang telah disahkan oleh DPR. Usai menjalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK) Habiburokhman mengatakan, bahwa dirinya berhak mengajukan uji materil meski dia juga tergabung dalam struktur kepengurusan Partai Gerindra.
"Kalau toh kan tadi dikaitkan saya pengurus partai. Kalau dikaitkan dengan Gerindra, kalo Gerindra yang mengajukan juga tetap bisa, kenapa? Karena Gerindra, Demokrat, PAN, PKS itu-kan WO, kan enggak ikut pengesahan dan enggak bertanggung jawab pada pengesahan," kata Habiburokhman di MK, Jakarta Pusat, Kamis (3/8).
Selain itu, tambahnya, sebagai warga negara dirinya secara otomatis berhak untuk mengajukan keberatan atas adanya peraturan soal ambang batas pencalonan Presiden. Karena menurut Ketua DPP bidang hukum di Partai Gerindra itu, setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih.
"Kita warga negara dianggap enggak berkepentingan pada UU Pilpres, itu sederhana. Hak kita punya hak memilih dan dipilih. Enggak bisa dibatasi oleh kepentingan-kepentingan," tegasnya.
Sebelumnya, juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, pihak yang terlibat dalam pembahasan undang-undang tidak memiliki keabsahan hukum sebagai pemohon uji materi undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Hal ini disampaikan saat utusan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan dan Didi Irawadi menyambangi MK guna berkonsultasi perihal mekanisme pengajuan uji materi.
"Legal standing pasti diperhatikan seksama oleh majelis hakim, terlebih kalau pemohon adalah pengurus partai politik yang punya wakil di parlemen ikut menyusun undang-undang," ujar juru bicara MK, Fajar Laksono, Rabu (2/6).
Dia merujuk pada satu kasus dengan pemohon dari kepala departemen advokasi HAM DPP PPP yang mengajukan uji materi mengenai partai politik. Saat itu, imbuhnya, majelis hakim konstitusi memutus legal standing terhadap partai politik yang terlibat dalam pembahasan undang-undang tidak diberikan.
Kendati demikian, Fajar menjelaskan, legal standing atau keabsahan hukum bagi pemohon tidak serta merta dinilai pada saat awal pengajuan. Menurutnya, pemohon uji materi undang-undang akan diperhatikan secara seksama, dan dilihat kerugian konstitusionalnya yang dialami pemohon.
"Saya tidak bisa memastikan bahwa mereka betul-betul tidak memiliki legal standing. Tergantung pada kasus, tergantung pada bagaimana mereka menguraikan kerugian konstitusionalnya dalam permohonan itu," tukasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan diterapkannya parliamentary threshold sebesar 4%, berdampak kepada banyak suara rakyat tidak dipakai.
Baca SelengkapnyaWaketum Partai Gerindra Habiburokhman mengklaim bahwa hampir 95 persen politisi sudah move on dari Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAdanya treshold selama ini menyebabkan antara pilihan rakyat dan calon.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penampilan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mendapat sorotan dari pengamat politik Airlangga Pribadi Kusman.
Baca SelengkapnyaAirlangga menyebut saat ini dalam beberapa survei, pasangan Prabowo-Gibran memiliki elektabilitas mencapai 40-45 persen.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman mengklaim hubungan Prabowo-Megawati baik seperti pilpres lalu saat Prabowo melawan Jokowi yang didukung PDIP
Baca SelengkapnyaGanjar menyadari paslon 3 tidak bisa sendirian mengajukan hak angket di DPR.
Baca SelengkapnyaGerindra menilai hak angket itu tidak perlu dilakukan apalagi baru sebatas wacana.
Baca SelengkapnyaPartai Gerindra tengah fokus mengawal perhitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 2024.
Baca Selengkapnya