Karena pasal 158, potensi kecurangan di Pilkada makin terbuka lebar
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan 26 sengketa Pilkada serentak hari ini. Salah satu yang perkaranya bakal diputus yakni Pilkada Labuhanbatu.
Ilham Presetio Gultom, kuasa hukum calon Bupati Labuhanbatu Tigor Panusunan Siregar dan Eri Atrada Eritonga mempersoalkan pasal 158 dalam UU Pilkada yang mengatur tentang batas maksimal perolehan suara yang boleh diperkarakan.
"Menjadi persoalan, karena pada Pilkada 2017 akan terjadi kecendrungan semua pihak. Kontestan akan melakukan upaya kecurangan semaksimal mungkin, jika selisih di atas 2 persen tidak masalah. Artinya potensi kecurangan-kecurangan akan semakin terbuka," ujar Ilham di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Kamis (21/1).
"Nah satu lagi, akhirnya kita tidak bisa melakukan kajian KPU sudah sejauh mana kualitas dan perbaikan yang dilakukan KPU. Terbukti hari ini KPU tidak pernah bisa dikaji karena dibatasi pasal 158 UU Pilkada," lanjut dia.
Di dalam Pasal 158 ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Lebih jauh, Ilham menilai, pasal ini berdampak panjang jika selisih suara 2 persen dianggap tidak masalah lantaran pertimbangan hukum.
"Ya dampaknya akan panjang. Sangat ironis sekali kita dengar hakim membacakan alasannya karena pertimbangan budaya hukum," keluhnya.
Sementara yang terjadi di Pilkada Labuhanbatu, terjadi selisih hingga 7 persen suara. Dengan demikian, MK diyakini bakal menolak pengajuan sengketa tersebut, meski dalam penyelenggaraanya dituding terdapat banyak kecurangan.
"Makanya kami kecewa juga petimbangan hukum yang kami ajukan dalam dalil tidak dibacakan oleh hakim," tukasnya.
Dia menyesalkan, angka pembanding penduduk ternyata itu tidak dibacakan oleh hakim meski sempat dipertimbangkan oleh hakim. "Namun pada akhir kesimpulannya sama saja dengan perkara yang lain," tutupnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cak Imin: Ada Teman Bilang Kita Tidak Perlu Pilkada Lagi Kalau Pelaksanaannya Ancam Kepala Desa
Muhaimin atau Cak Imin pada siang harinya juga mencuitkan soal slepet.
Baca SelengkapnyaPilpres Usai, KPU Bersiap Diri untuk Pilkada 2024
KPU daerah sudah mulai membuka pendaftaran bagi para calon yang akan berkontestasi.
Baca SelengkapnyaBawaslu Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada Tinggi Ketimbang Pilpres 2024
Potensi kerawanan Pilkada 2024 tinggi dikarenakan persaingan yang sangat tinggi antarcalon kepala daerah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada
Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca SelengkapnyaGuru Besar-Dosen ITB Minta Pemerintah Netral dan Beri Perlakuan Sama Bagi Setiap Kontestan Pilpres
Guru Besar-Dosen ITB Mendukung pilpres yang jujur, adil, dan damai, serta menjunjung hak asasi setiap pemilih.
Baca SelengkapnyaJelang Sidang Perdana Sengketa Pilpres, Cak Imin Minta Doa ke Relawan
Cak Imin berharap agar Tim Hukum Nasional (THN) AMIN bisa sukses dalam sidang sengketa tersebut.
Baca SelengkapnyaGolkar Usung Banyak Kader Perempuan di Pilkada 2024: Airin Banten, Istri RK di Bandung
Golkan menunjuk sejumlah kader perempuannya untuk berkontestasi pada Pilkada 2024
Baca SelengkapnyaDensus Tangkap 7 Terduga Teroris di Sulteng: Aksi Penegakan Hukum yang Berhasil!
Ketujuhnya kini masih menjalani pemeriksaan intensif
Baca SelengkapnyaApresiasi Pemilu Berjalan Damai, PBNU Minta Pihak Tak Puas Hasil Tempuh Jalur Hukum
PBNU tidak melihat adanya potensi-potensi masalah yang berarti selama Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya