Geram pengadilan rakyat, JK ungkap Barat juga pelanggar HAM
Merdeka.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai Pengadilan Rakyat Internasional atau International People's Tribunal (IPT) untuk korban pembantaian massal tahun 1965, bukan pengadilan yang sebenarnya. Sebab, peradilan itu digelar atas inisiatif Komunitas korban 1965 di tanah air maupun luar negeri.
Sidang Pengadilan Rakyat Internasional atau International People's Tribunal (IPT) untuk korban tragedi pembantaian massal di Indonesia pada 1965 itu diadakan di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November 2015. Jika itu terjadi, JK mengancam akan menggugat Belanda dan negara-negara lain Barat yang juga berperan dalam pelanggaran HAM di beberapa negara.
"Itu kan persidangan bukan pengadilan sesungguhnya. Kalau pengadilan sesungguhnya, bisa bertahun-tahun. Itu hanya pengadilan semu. Tak usah kita tanggapi," kata JK di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (11/11).
Menurut JK, hukum yang berlaku adalah hukum yang diterapkan di Indonesia. Hal ini senada dengan pendapat Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
JK justru menilai, negara-negara lain lebih banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), berupa penghilangan nyawa secara massal. JK menyebut negara-negara besar seperti Amerika Serikat.
"Kalau mau begitu (gelar pengadilan rakyat), kita adili Belanda juga (sebab) berapa yang dibunuh Belanda di sini (Indonesia). Lebih banyak lagi. Berapa yang dibunuh Amerika di Irak? Berapa yang dibunuh (Bangsa) Eropa di Vietnam? Berapa dibunuh oleh negara Barat di Afghanistan. Boleh, kalau Barat mau begitu, kita juga adili di sini," ujarnya.
Menurutnya, bisa lebih dari satu juta orang bersedia menjadi saksi pelanggaran HAM yang dilakukan Belanda di Tanah Air.
Seperti diketahui, pada tanggal 10-13 Nopember 2015, akan digelar International People's Tribunal (IPT) untuk korban tragedi pembantaian massal di Indonesia pada 1965 akan digelar di Den Haag, Belanda. Program yang mulai digagas pada 2013 oleh komunitas korban 1965 tersebut, ditujukan untuk militer di bawah komando Jenderal Suharto, yang kemudian menjadi presiden RI.
Ada empat agenda besar yang dibahas di pengadilan rakyat tersebut. Pertama, membahas tentang pembantaian massal dan perbudakan. Kedua, membahas tentang penahanan, penyiksaan, dan kekerasan seksual. Ketiga, membahas tentang pengasingan atau eksil, penghilangan paksa, dan propaganda kebencian. Keempat, membahas tentang keterlibatan negara lain.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah layanan gratis turut bertebaran di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, untuk memeriahkan momen kemerdekaan tahun ini.
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaGanjar mengaku tetap realistis untuk posisinya di Jawa Barat dengan menargetkan 40 persen suara.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kegiatan ini merangkul sejumlah daerah di Jawa Barat dan Banten.
Baca SelengkapnyaGanjar menyebut hingga saat ini partai berlambang Banteng belum memutuskan sikapnya.
Baca SelengkapnyaHarry menjelaskan bahwa pembiayaan usaha bagi UMUM merupakan persoalan yang sejak lama tak kunjung bisa diselesaikan
Baca SelengkapnyaMasyarakat diminta untuk berhati-hati dalam berkendara saat merayakan libur tahun baru.
Baca SelengkapnyaLebaran menjadi momen hadirnya hidangan-hidangan khas daerah yang mungkin jarang ditemukan serta menambah suasana Idul Fitri semakin terasa.
Baca SelengkapnyaKegiatan SOTR kerap disertai dengan iring-iringan kendaraan bermotor pada malam hari jelang subuh
Baca Selengkapnya