Tirto Adhi Soerjo, sang perintis pers pribumi yang terlupakan
Merdeka.com - Sastrawan Pramoedya Ananta Toer menyebutnya sang pemula. Ki Hajar Dewantara menyebutnya jurnalis berpena tajam. Sementara intelijen Belanda menyebutnya orang paling berbahaya di awal kebangkitan pribumi.
Sayang, selama puluhan tahun jasanya dilupakan bangsanya sendiri. Di buku-buku sejarah, tulisan tentang sosoknya hanya satu atau dua baris. Itu pun sekadar pelengkap, bukan pelaku utama.
Tak banyak yang mengenal nama Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo, sang perintis pers Indonesia. Tirto lahir tahun 1880 dengan nama Djokomono. Dia sempat belajar di Sekolah Kedokteran Hindia STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di Batavia. Hanya empat tahun dan di-drop out karena lebih banyak mengurusi jurnalistik dan menulis di media massa.
Tirto adalah orang pribumi pertama yang menerbitkan surat kabar. Bukan sekadar surat kabar, Medan Prijaji yang terbit tahun 1907 secara jelas menyatakan sikap membela mereka yang terjajah.
Tirto juga mungkin yang pertama kali bicara sebuah nation. Sebuah bangsa. Bukan sekadar Jawa, Sumatera, Borneo, Ambon dan lain-lain. Di awal abad 20, Tirto menyebutnya sebagai bangsa yang teprentah. Bangsa besar di Hindia Belanda yang saat ini sedang dijajah.
Dua tahun sebelum Budi Utomo berdiri tahun 1908, Tirto lebih dulu mendirikan Sarikat Prijaji. Organisasi pribumi pertama. Tapi entah kenapa Budi Utomo yang kemudian dituliskan sebagai organisasi pertama sekaligus menjadi tahun kebangkitan nasional? Bukan 1906 dengan Sarikat Prijaji?
Tirto pula yang mendirikan Sarikat Dagang Islam, lalu berubah nama menjadi Sarikat Islam. Bukan Haji Samanhudi. Justru Tirto lah yang melantik Samanhudi untuk memimpin SDI.
Bukan itu saja, Tirto juga seharusnya dicatat sebagai pelopor pendirian perseroan terbatas alias PT milik pribumi dengan NV Medan Prijaji. Dia juga yang bertekad memerangi monopoli para pedagang China.
Tirto juga yang menjadi motor pertama pergerakan wanita. Dia mendirikan majalah Poetri Hindia 1 Juli 1908. Lewat media inilah wanita pribumi bisa menulis ide-ide mereka. Bahkan ibu suri kerajaan Belanda memberikan apresiasi dan penghargaan Poetri Hindia sebagai pelopor media wanita pribumi.
Selain itu Tirto juga menjadi pelopor pemberian bantuan hukum. Dia membela rakyat jelata yang berhadapan dengan hukum kolonial.
Nasib Tirto tak semanis mimpinya untuk 'bangsa yang teprentah' yang kini menjadi Indonesia. Perjuangannya dipatahkan intelijen Belanda yang sistematis menggerogoti nasibnya.
Tirto meninggal dalam kesendirian, dalam sepi dan dalam kegagalan. Terkalahkan tembok tinggi bernama kolonialisme dan sistemnya.
Memperingati hari pers, merdeka.com mencoba menghadirkan kembali sosok luar biasa ini untuk dikenang dan diteladani. Termasuk menjawab benarkah peran Tirto dikecilkan Orde Baru karena dicap komunis.
Pilihan penulisan tokoh pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo dalam peringatan hari pers tahun ini bukan berarti mengecilkan peran tokoh-tokoh yang lainnya. Serial ulasan Tirto Adhi Soerjo kali ini, tidak juga diniatkan untuk mengkerdilkan peran media-media yang lebih dulu ada sebelum Tirto Adhi Soerjo dan media-media yang digawanginya. Sama sekali tidak.
Bagi merdeka.com, tinggal menunggu waktu saja untuk mengulas tokoh-tokoh pers yang lain dan media pers yang lain tentu memberikan kontribusi dalam menyemai semangat kebangsaan dan media konsisten menjadi corong suara rakyat pada zamannya.
Tiap tokoh pers memiliki peran dan memiliki kapasistasnya masing-masing dalam mendidik pembaca dengan pemberitaannya. Baik itu yang berada di pulau Sumatra, Sulawesi, Jawa, atau pulau-pulau yang lainnya, bahkan media yang terbit di luar Nusantara, namun tetap membangun semangat kebangsaan memalui bahasa melayu yang kini menjadi bahasa Indonesia.
Maka haturkan kami mengantarkan sosok Tirto Adhi Soerjo kepada pembaca sekalian.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri
Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaSejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
Sebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.
Baca SelengkapnyaPerjalanan Hidup Prabowo Subianto Hingga Menang Pilpres 2024 Versi Quick Count
Prabowo Subianto lahir pada 17 Oktober 1951. Dia merupakan anak dari pakar Ekonomi Indonesia pada zaman Soekarno dan Soeharto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sosok 2 Jenderal TNI Beda Bintang Dulu Atasan & Bawahan, Kemudian Hari si Anak Buah Melejit Sama-sama Bintang 5
Dua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca SelengkapnyaSejarah Pemilu Indonesia dari Masa ke Masa Sejak Tahun 1955
Mengetahui sejarah Pemilu di Indonesia dari masa ke masa sejak tahun 1955 sampai 2024.
Baca SelengkapnyaSejarah Menarik di Balik Semangkuk Soto Hangat yang Menyegarkan
Daerah yang dikenal dengan beragam varian soto terkenal, seperti soto Betawi, Cirebon, Lamongan, dan soto Madura.
Baca SelengkapnyaSerangan Israel ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza Terekam dalam Laporan Langsung Reporter TV
Serangan Israel ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza Terekam dalam Laporan Langsung Reporter TV
Baca SelengkapnyaArti Kedutan Mata Kanan Menurut Primbon Jawa, Bisa Jadi Pertanda Baik
Kedutan mata oleh masyarakat Indonesia acap dikaitkan dengan pertanda baik dan buruk.
Baca SelengkapnyaSejarah Trem di Jakarta, Awalnya Ditarik Kuda hingga Diganti Bus Karena Ketinggalan Zaman
Kehadiran trem di Jakarta tak selalu mulus. Ratusan kuda mati sampai tingginya angka kecelakan pejalan kaki jadi berita sehari-hari.
Baca Selengkapnya4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Lengkap dengan Sejarah dan Kiprahnya
Merdeka.com merangkum informasi tentang 4 partai pemenang pemilu 1955, sejarah, kiprahnya di dalam dunia perpolitikan.
Baca Selengkapnya