Tersangka Rasial Insiden Asrama Mahasiswa Papua Tulis Surat Permohonan Maaf
Merdeka.com - Tersangka diskriminasi ras atau rasial, Syamsul Arifin, staf Kecamatan Tambaksari, meminta maaf pada mahasiswa Papua di Surabaya. Permintaan maafnya ini, dituangkannya ke dalam selembar kertas surat.
Dalam surat tersebut, Syamsul atas nama personal dan mewakili warga Surabaya, meminta maaf kepada masyarakat Papua, atas perbuatan yang dilakukannya.
Dalam surat tersebut, intinya Syamsul mengaku tidak bermaksud melecehkan atau menghina suku atau etnis apapun. Namun, tindakannya semata hanyalah bentuk kekecewaannya atas pelecehan harga diri bangsa, berupa simbol negara bendera merah putih yang dimasukkan ke selokan.
Berikut, isi lengkap surat Syamsul Arifin yang ditunjukkan oleh salah satu kuasa hukumnya:
'Saya atas nama personal dan mewakili warga Surabaya, meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada saudara-saudara Papua di tanah air Indonesia atas perbuatan yang saya lakukan.
Bukan maksud dan tujuan saya untuk melecehkan atau merendahkan bahkan bertindak rasisme kepada saudara-saudara Papua di tanah air.
Melainkan bentuk kekecewaan saya atas pelecehan harga diri bangsa kita berupa simbol negara bendera merah putih yang telah dimasukkan dalam selokan.'
Bagi saya NKRI harga mati
Surat pernyataan ini saya buat tanpa ada unsur paksaan dan tekanan dari pihak manapun.'
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Syamsul, Hishom Prasetyo mengatakan, untuk saat ini pihaknya masih mempertimbangkan melakukan upaya penangguhan penahanan serta upaya hukum pra peradilan.
"Klien kami ditahan selama kurang lebih 20 hari. Selebihnya kami akan mendiskusikan dengan tim apakah akan mengajukan (penangguhan) penahanan atau mengajukan upaya hukum lain seperti pra peradilan," kata Hishom, Selasa (3/9).
Sebelumnya, Syamsul Arifi yang disebut polisi berinisial SA merupakan salah satu orang yang diduga melontarkan ujaran rasial ke arah mahasiswa Papua. Aksinya itu disebut polisi terekam dalam video yang beredar di media sosial.
Syamsul merupakan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, yang berdinas di Kecamatan Tambaksari, Surabaya.
Atas perbuatannya kini ia disangkakan telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
14 Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua di AS Terancam Dipulangkan, Orang Tua Lapor Komnas HAM
Baca SelengkapnyaMenurut Undang-Undang No.7 Tahun 2017 memaparkan bahwa asas pemilu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baca SelengkapnyaSihol Situngkir memenuhi panggilan dari penyidik Bareskrim Polri terkait tersangka TPPO mahasiswa magang ke Jerman
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Alam Jamaaluka Tentua, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara berhasil juara suara rendah pria dan tampil di Istana Negara.
Baca SelengkapnyaAncaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)
Baca SelengkapnyaTim Hukum Nasional Anies-Muhaimin mengklaim memiliki fakta dan bukti kecurangan Pemilu 2024 yang akan dihadirkan dalam persidangan selanjutnya.
Baca SelengkapnyaPemilu di Indonesia diatur dalam undang-undang yang jelas.
Baca SelengkapnyaAsas pemilu di Indonesia ada 6, yaiitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.
Baca SelengkapnyaTersangka dikenal tetangga sebagai mahasiswa di salah satu kampus Jakarta.
Baca Selengkapnya