Tak juga beres, orangtua bocah pencabulan guru minta kejelasan
Merdeka.com - Orangtua L (3,5 tahun), bocah yang diduga menjadi korban kekerasan seksual oleh gurunya berinisial H kembali mendatangi penyidik Propam Mabes Polri. Kedatangan mereka mempertanyakan perkembangan laporan terhadap penyidik Polres Metro Jakarta Utara.
Sebelumnya laporan itu dilakukan pada Kamis (16/10) silam, penyidik Polres Metro Jakarta Utara itu sudah dilaporkan atas dugaan proses penyidikan kasus kekerasan yang diduga dilakukan guru berinisial H terhadap anaknya.
"Sampai hari ini kita belum dapat kabar lagi, makanya kami sangat sayangkan," kata Didit Wijayanto Wijaya ditemani Ibu korban, B kepada wartawan usai menyambangi Gedung Propam Polri di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (23/12).
Didit mengatakan laporan kepada penyidik itu dilakukan setelah berkas kasus kekerasan seksual tidak kunjung dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21). Hasil itu diketahui saat orang tua korban mendatangi Kompolnas disertai penyidik tersebut guna mempertanyakan perkembangan kasus tersebut.
"Penyidik bilang jaksa minta visum psikologi tersangka. Itu untuk apa. Kalau diperiksa kejiwaan lalu belum sehat itu kan meringankan tersangka. Kenapa malah jaksa yang meminta itu," kata Didit.
Saat pertemuan itu, penyidik mengaku dalam satu minggu akan melimpahkan berkas ke Kejaksaan. Namun hingga dua minggu tidak ada lagi kabar soal berkas tersebut. Padahal berbagai cara ditempuh oleh keluarga korban untuk mencari keadilan bagi anak mereka, di antaranya melapor ke Kompolnas dan DPR RI.
Di saat proses hukum terkatung-katung pihaknya mencium ada nuansa kriminalisasi hukum yang diterima keluarga kliennya. Yakni ayah korban berinisial S dipenjara atas kasus rekondisi handphone. Menurutnya kriminalisasi hukum itu terlihat saat Pengadilan Negeri Jakarta Utara, mengabulkan eksepsi kliennya. Padahal saat itu, tutur Didit, S sudah sempat dipenjara selama beberapa bulan.
"Putusan pengadilan mengabulkan eksepsi ayah korban. Dari enam terdakwa, hanya satu diterima berarti kan nuansa kriminalisasi sangat kental. Di daftar barang bukti juga tidak ada yang diambil dari ayah korban," katanya.
Lebih lanjut Didit mengatakan pada Januari 2015 nanti, pihaknya akan mengirimkan surat ke Kapolres Jakut soal beberapa laporan dari ayah korban yang tidak ada tindak lanjutnya, di antaranya sekolah tanpa izin. Bahkan, Didit juga akan mengajukan gugatan perdata, dalam hal ini, Polres Jakut sebagai tergugat.
Seperti diketahui Kasus kekerasan seksual terhadap Balita laki-laki L, siswa Playgroup Saint Monica Sunter, Jakut oleh gurunya berinisial H hingga kini tak kunjung maju ke persidangan. Padahal Polres Jakarta Utara telah menetapkan status tersangka bagi H sejak 6 Agustus 2014.
Miss H dijerat atas Pasal 80 dan atau 81 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dia terancam hukuman 15 tahun atas perbuatan cabul dan atau penganiayaan terhadap anak.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenali penyebab sakit kepala yang dialami agar bisa melakukan penanganan yang tepat.
Baca SelengkapnyaDengan AI, kegiatan belajar mengaji yang umumnya mewajibkan pendampingan guru secara langsung atau tatap muka, kini bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun.
Baca SelengkapnyaRasa kesepian bisa kita alami secara tiba-tiba, penting untuk mengenalinya secara tepat walau kadang kondisi ini tidak disadari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Meski kerap di-bully oleh temannya karena tak mau bolos sekolah, pria ini ungkap alasannya.
Baca SelengkapnyaBerikut cerita salah seorang murid yang hidup dari keluarga berantakan.
Baca SelengkapnyaPelaku berusia 70 tahun itu sudah tetapkan sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaSebelum mulai bersekolah ada hal yang harus dipersiapkan orangtua agar bisa dilakukan anak.
Baca SelengkapnyaBerangkat dari keluarga sederhana, sang dosen hingga kini tak menyangka dirinya mampu mencapai titik puncak.
Baca SelengkapnyaOrang ini disebut sebagai orang terkaya sepanjang masa, sepanjang sejarah manusia.
Baca Selengkapnya