Sukaryatun, jatuh bangun demi biayai anak-anaknya kuliah
Merdeka.com - Dialah Sukaryatun nama aslinya, namun ia lebih dikenal dengan sapaan Tun, orang-orang memanggilnya. Wanita yang tidak tamat Madrasah Tsanawiyah (setara SMP) karena masalah finansial ini, punya semangat jiwa yang tinggi, tidak putus asa, sosok yang ulet dan juga pekerja keras. Ototnya melebihi pria, sementara mentalnya bak trainer tangguh yang tidak gentar menghadapi siapa saja.
Namun sesungguhnya ia adalah wanita, yang punya sifat yang lembut seperti wanita lainnya. Yang itu dia praktekkan untuk mendidik anak-anaknya. Tun hidup di Pati Jawa Tengah, di sebuah desa kecil di pesisir laut utara Jawa.
Karena letak geografisnya yang daerah pantai, mayoritas desa di pesisir pati bekerja sebagai petani tambak dan garam. Begitu juga suami Tun, dia bekerja mengelola tambak bandeng dan udang, sementara kalau musim panas membuat garam. Itu pun tambak orang lain dan statusnya kuli tambak, dan dibayar pas-pasan.
Ibu dua orang anak ini lantas tidak tinggal diam atas ekonomi yang mepet. Ia merasa jika mengandalkan suaminya saja hidupnya tidak akan berkembang. Dan juga tekad bulatnya yang ingin menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Wanita ini akhirnya memutuskan untuk bekerja di pabrik garam sebagai pengemas garam. Lambat laun pekerjaannya dinilai bagus dari yang punya pabrik sehingga dalam waktu kurang dari dua tahun ia dijadikan mandor.
Inilah awal jiwa mentalnya terbangun. Managerialnya terbentuk dan komunikasi dengan orang banyak membuatnya bisa memahami banyak karakter, sehingga ia dikenal sebagai mandor tegas dan disiplin. Seusai pulang dari pabrik dia berkumpul dengan anak-anaknya beralih profesi sebagai seorang ibu yang lemah lembut dan penyayang.
Namun, penghasilan pun pas–pasan untuk menghidupi keluarga sementara penghasilan suaminya hanya cukup untuk bayar biaya sekolah anaknya yang besar. Lima tahun pun ia jalani dengan senang karena membantu suami yang penghasilan tidak tetap itu, sampai akhirnya tahun 1998 terjadi krisis moneter dan pabrik garam mengalami kebangkrutan. Karyawan pun di PHK termasuk Tun yang sudah sebagai mandor.
Tun tak tahu lagi harus bekerja apa untuk membantu sang suami. Sementara impiannya menyekolahkan anak-anaknya ke bangku kuliah selalu terbayang. Motivasi yang tinggi, semangat yang tak kenal putus asa membangkitkan dia untuk mengabulkan keinginannya.
Dia silahturahim kemana-mana, ke sanak saudara, teman dan para pedagang yang ia kenal. Sambil berharap ada orang yang mau memperbantukannya. Namun sampai berminggu-minggu tak ada yang bisa ia harapkan. Sampai kebetulan iparnya datang ke rumahnya dan menyuruh untuk jualan tempe di pasar Juwana. Sementara produksinya masih ambil dari orang lain.
Ia berjualan tempe bukan tidak mendapat rintangan namun masalah tempat yang pertama ia hadapi. Sebagai pendatang baru ia tak punya tempat yang pasti karena kalau beli harganya mahal sementara dia tidak punya cukup modal untuk membeli kios, akhirnya dia hanya berjualan di emperan toko orang lain.
Jam 4 pagi ia kepasar menggendong ember berisi tempe. Jarak 300 meter ia tempuh berjalan kaki menuju bis di ujung jalan desa. Dan berangkat dengan bis sejauh 5 km ke pasar juana. Di pasar pun tak semulus yang di bayangkan, kadang rugi ia alami karena tempe banyak yang busuk. Setahun ia alami berjualan tempe, untungnya cuma cukup untuk beli jajan anak dan mertuanya yang sudah tua.
Dari pengalamannya berjualan tempe tun beralih ke berjualan telur asin di pasar yang sama. Dia cerdik pintar melihat peluang. Disana hanya sedikit yang berjualan telur asin sehingga ini dijadikannya peluang untuk membidik bisnis telur asin.
Bisnis telur asin pun ia mulai. Dia bingung langkah awalnya karena modal tidak ada. Akhirnya dia menceritakan ke saudaranya tentang keinginannya untuk bisnis telur asin. Saudaranya yang pulang dari malaysia kebetulan sedang punya uang jadi bisa dipinjamkan dulu untuk modal. Uang 2 juta ia belikan telur bebek mentah di pengepul.
Ia dibantu suami membuat asinan telur yang ditaruh di dapur karena tidak punya tempat selain itu. Bahan baku bata merah suaminya yang menghaluskan dan garamnya dari jerih payah buat garam saat kemarau. Telur pun ditimbun selama seminggu. Saat itu ia punya stok telur 1000 butir asinan yang ia bawa ke pasar 200 butir perhari. Mulai asinan sampai masak ia dan suami belajar otodidak sendiri, melakukan percobaan sampai mendapatkan telur.
Di pasar dia telah dikenal sebagai pedagang tempe namun karena peralihannya ke telur asin ia pun harus mencari pelanggan lagi. Karena kedatangannya sebagai pedagang telur, orang yang jual telur asin lainnya mulai merasa terancam karena ada saingan. Pernah suatu hari Tun dimaki-maki sampai tak kuat hingga mengeluarkan air mata. Pernah sampai diusir sehingga harus pindah jualan di atas pembuangan sampah. Namun ibu Tun tidak putus asa karena dia selalu terbayang anak-anaknya. Sehingga pada suatu hari ada orang baik yang memberinya tempat untuk berjualan di sampingnya.
Telur asin Tun semakin terkenal di pasar Juwana, yang dulu hanya habis 100-200 butir perhari lama–lama bertambah banyak hingga 1500 butir perhari. Dengan lakunya telur asin ini suaminya diminta untuk berhenti jadi kuli tambak untuk fokus membantu produksi telur asin. Tak hanya di pasar Juana Tun mengembangkan telur asinnya ke luar Pulau Jawa. Hampir setiap bulan sekali ada pembeli yang memesan 6000 butir asinan telur asin untuk dikirim ke kalimantan, sungguh angka yang fantastis.
Dari telur tersebut, Tun berhasil menyekolahkan anaknya yang pertama di perguruan tinggi negeri di Semarang sementara anaknya yang perempuan akan melanjutkan di Akademi Kebidanan. Sampai sekarang Tun masih bekerja keras dan sudah terbiasa jatuh bangun dalam hidup.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang pembudidaya belut mampu kembangkan hingga 200 kolam meski sempat diremehkan hingga merugi.
Baca SelengkapnyaSeorang pria dan dua anaknya tega membunuh seorang wanita tua HA (62) di Kedaton, Ogan Komering Ulu. Pembunuhan ini dilatarbelakangi sengketa lahan.
Baca SelengkapnyaMereka baru pertama kali akan menggunakan hak pilih dan hak suaranya di Pilpres 2024
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Banyak orangtua menginginkan anaknya istimewa dan bisa melakukan berbagai macam hal. Salah satunya adanya banyak orangtua ingin buah hati bisa bermain musik.
Baca SelengkapnyaIa hidup sendirian karena ayahnya meninggal dan ibunya meninggalkannya sejak kecil.
Baca SelengkapnyaMenyambut datangnya bulan suci Ramadan 1445 Hijriyah, Mayjen Kunto dan Istri melakukan ziarah ke makam orangtua dan putra sulungnya.
Baca SelengkapnyaKeduanya berhasil ditemukan dalam keadaan meninggal dunia pada pagi Minggu (3/3)
Baca SelengkapnyaKedua orangtua Bintara tersebut tak bisa menghadiri pelantikan sang putra tercinta.
Baca SelengkapnyaKeluarga ini tinggal di sebuah gubuk di pinggir kali yang rawan banjir dan longsor, beratap terpal dan beralas kardus.
Baca Selengkapnya