Soal dana beli heli untuk Jokowi, Menteri Pratikno disebut offside
Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi I sekaligus anggota Badan Anggaran DPR Syaifullah Tamliha menegaskan bahwa terlalu prematur jika TNI AU sudah mengantongi dana untuk beli helikopter khusus Presiden Jokowi. Menurutnya Jokowi sudah menyampaikan pada Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bahwa tak butuh helikopter itu.
"Saya mendengar persis di KIH itu salah satu poin penting, waktu pertemuan KIH pertama dengan Pak Jokowi adalah dia akan memberdayakan hasil karya anak negeri ini, termasuk hasil dari PT DI," kata Tamliha di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (27/11).
Selain itu menurut Wakil Sekjen PPP kubu Rohahurmuziy ini, dari segi pendorongan terhadap industri strategis, tak ada salahnya jika anak negeri membuat pesawat sendiri. Sedangkan keperluan anti peluru bisa diakali bahannya.
"Kita gak mau terulang kembali peristiwa jatuhnya pesawat-pesawat TNI baik di Medan maupun yang lainnya. Karena kenapa, karena itu menyangkut suku cadang. Bagaimana suatu saat perusahaan Italy itu bangkrut, kemudian tidak memproduksi lagi pesawat itu, termasuk helinya, dari mana spare part nya, apa mau KW 1 dari China? Itu problem," ungkapnya.
Tamlihan juga menerangkan bahwa spare part yang diembargo itu akan berdampak buruk bagi Jokowi. Hal tersebut pada jangka panjang akan mempengaruhi keselamatan seorang presiden.
"Nah suatu saat, itu justru membahayakan keselamatan presiden. Kalau dia terjadi apa-apa, dia musti inden dulu ke Itali sana. Dan belum tentu dari Itali itu mau memberikan pelurunya. Buktinya ketika kita membuat kerja sama, PT DI membuat pesawat tempur di Korsel. 70 persen diputus, itu berbahaya," jelasnya.
Tamliha juga khawatir pembelian pesawat di Itali itu akan menggunakan pinjaman luar negeri. Otomatis akan berbentuk valas.
"Kalau itu PLN (pinjaman luar negeri), saya belum tahu ya karena belum dibahas di komisi I, PLN itu membebani utang negara dan itu mengubah postur anggaran APBN 2016," tukasnya.
Tamliha juga menegaskan bahwa terjadi perdebatan panjang dalam komisi I terkait rencana pembelian pesawat Itali tersebut. Menurutnya hal tersebut karena anggaran APBN untuk TNI tak sesuai dengan RPJMN.
"RPJMN yang mengharuskan anggaran TNI itu 1,5 persen dari PDB. Sekarang itu yang terjadi, pemerintah tidak konsisten terhadap RPJMN, dia jalan sendiri. Fraksi PDIP melalui Pak TB sudah menyampaikan kepada Menhan tentang nawa cita yang dibuat Jokowi yang di mana TB (Tubagus Hasanuddin) juga terlibat dalam hal itu, PDIP lah," ungkapnya.
Tamliha juga menuding bahwa Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah offside. Sebab anggaran TNI AU belum dibahas secara detail besarannya.
"Menurut saya apa yang disampaikan oleh Pratikno bahwa itu anggaran dari AU, itu offside. Kita belum membahas kok anggaran APBN 2016 untuk angkatan darat, laut, udara, Mabes TNI, dan Kemhan. Itu belum dibahas satuan duanya. Tapi yang jelas kita komisi I sudah berkomitmen tidak boleh ada lagi yang menggunakan anggaran alutsista yang tidak sesuai dengan keinginan TNI," pungkasnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain meninjau kesiapan pesawat tempur, Presiden Jokowi juga menyaksikan penampilan atraksi udara.
Baca SelengkapnyaAnies disebutnya kesulitan mendaratkan helikopter yang ditumpanginya, karena mendapat penolakan mendarat diberbagai tempat.
Baca SelengkapnyaPenyerahan tiga alutsista udara ini guna memperkuat pertahanan negara
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.
Baca SelengkapnyaBesar gaji pokok yang diterima semua menteri yang menjabat yakni Rp5.040.000 per bulan.
Baca SelengkapnyaJokowi mengaku tak mudah bagi pemerintah mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya mebcapai 270 juta orang.
Baca SelengkapnyaAHY sempat datangi dua tokoh penting ini sebelum dilantik Presiden Jokowi jadi Menteri ATR/BPN.
Baca SelengkapnyaPratikno mencontohkan, berkontribusi tidak harus selalu dari jalur eksekutif.
Baca SelengkapnyaKenaikan gaji itu sebagaimana pengesahan PP RI Nomor 7 Tahun 2024 dan PP Nomor 6 Tahun 2024.
Baca Selengkapnya