Sebelum IPPT Diajukan, Pengembang Meikarta Tawarkan Rp 20 Miliar pada Bupati Neneng
Merdeka.com - Praktik suap perizinan proyek Meikarta sudah dimulai sejak pihak pengembang ingin mengajukan Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT). Bupati Nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dijanjikan uang Rp 20 miliar. Itu terungkap dalam sidang lanjutan yang diselenggarakan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LL.Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/3).
Dalam persidangan, jaksa KPK menghadirkan sejumlah saksi yakni EY Taufik selaku eks ajudan Neneng, Bartholomeus Toto dari pengembang Meikarta dan dua anak buahnya yang mengurus perizinan Meikarta, Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi.
Mereka bersaksi untuk terdakwa Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Jamaludin, Sahat Banjarnahor, Neneng Rahmi Nurlaili dan Dewi Tisnawati.
Taufik menceritakan, munculnya angka Rp 20 miliar itu bermula saat pertemuan antara dia dengan Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi di sebuah mesjid di Cibiru, Kota Bandung. Mereka membicarakan IPPT seluas 430 hektare.
Taufik kemudian mempersilakan mereka untuk mengajukan ke Pemkab Bekasi. Pernyataannya itu ditanggapi dengan pertanyaan jumlah uang yang harus disiapkan oleh pihak pengembang.
Namun, Taufik mengaku tidak mengetahui nominal yang dimaksudkan. Kemudian, Satriadi menyebut angka Rp 20 miliar untuk seluruh perizinan Meikarta.
Akhirnya, Taufik menyampaikan pembicaraan tersebut kepada Neneng Hasanah Yasin. Selang beberapa waktu, proses IPPT pun berjalan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) setelah diajukan oleh Satriyadi dan Edi Dwi Soesianto.
Pemkab Bekasi mengeluarkan IPPT seluas 84,6 hektar dari pengajuan pembangunan tahap I seluas 143 hektar. Neneng menandatangani perizinan itu pada 12 Mei 2017.
"Karena IPPT yang disetujui 84,6 hektare, ibu yang meminta jadi Rp 10 M. Saya kirimkan copy-nya ke pak Edi Dwi. Ibu Bupati tanya ke saya komitmen itu, dan beliau sampaikan Rp 10 miliar itu bisa diangsur," ujar dia.
Mendengar itu, Edi Dwi Soesianto membenarkan adanya pemberian uang. Semuanya diarahkan kepada Neneng melalui Taufik secara bertahap sejak Juni sampai November dan Januari 2018. Setelah rampung, dokumen IPPT itu diterima Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi.
"Iya betul, saya sampaikan ke Pak Toto dan diiyakan oleh beliau. Pemberian dilakukan pada Juni, Juli, Agustus, September dan Januari 2018 senilai Rp 10,5 miliar. Yang Rp 500 juta-nya diberikan ke EY Taufik," kata Edi.
Jaksa KPK, Yadyn kemudian menanyakan kembali perihal keputusan perubahan kesepakatan dari Rp 20 miliar menjadi Rp 10 miliar.
"Ketika permohonan disampaikan, lalu seiring perjalanan waktu, dapat info dari Pak EY Taufik kalau IPPT disetujui meski hanya 84,6 hektare. Kami disampaikan Rp 10 M," jawab Edi.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Otorita IKN Nusantara akan membangun kawasan hijau atau lindung seluas 177 ribu hektare.
Baca SelengkapnyaSetelah di-PHK, suaminya mulai mencari peluang lain dengan bekerja di proyek. Namun sayangnya dia malah ditipu hingga harus mengorbankan motornya.
Baca SelengkapnyaSeperti apa penampakan dari kemegahan ibu kota baru Mesir?
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa sertipikat tanah merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah.
Baca SelengkapnyaProyek menyedot uang rakyat yang hanya untuk selera tertentu akan dislepet.
Baca SelengkapnyaUsahanya membuka peluang lapangan pekerjaan baru bagi teman-teman ataupun lingkungan sekitar.
Baca SelengkapnyaDia juga menyoroti keberanian Gibran sebagai sosok pemuda yang ingin menghadirkan perubahan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaTampak beberapa gedung inti pemerintahan yang kian menunjukkan bentuknya.
Baca SelengkapnyaKasus dugaan gratifikasi tersebut bakal berlanjut di meja hijau setelah tim jaksa KPK menilai unsur pidana telah lengkap.
Baca Selengkapnya