Sebelum Ada Pasien Positif, Pemerintah Dinilai Remehkan Ancaman Virus Corona
Merdeka.com - Indonesia secara resmi mengakui virus Corona telah menginfeksi warganya pada 2 Maret 2020 dengan diumumkannya dua pasien pertama oleh Presiden Joko Widodo. Sejak itu, peningkatan jumlah pasien positif Covid-19 terus meningkat.
Hingga 13 Maret 2020, pernyataan resmi pemerintah menyebutkan terdapat 35 orang yang positif terinfeksi, 3 orang dinyatakan sembuh dan 2 orang meninggal dunia. KontraS merasa khawatir dengan semakin luasnya penyebaran virus tersebut. Terlebih lagi dalam beberapa sisi pemerintah dianggap kurang maksimal dalam merespons ancaman virus tersebut.
Misalnya saja saat pertama kali virus ini muncul di China dan menyebar ke kawasan lain di negara tetangga, pemerintah menganut premis yang sama sekali keliru. Alih-alih mengantisipasi secara serius ancaman virus ini, pemerintah melalui pernyataan para pejabat dan elitnya cenderung meremehkan dan menyiratkan seakan-akan orang Indonesia kebal terhadap serangan virus ini.
"Prediksi dari Universitas Harvard yang menyebutkan bahwa virus itu sudah sampai di Indonesia, ditolak mentah-mentah, dan bukannya dijadikan landasan untuk mempersiapkan kebijakan kesehatan publik yang kuat dan efektif untuk menghadapi virus ini. Sikap meremehkan dan cenderung anti-sains ini sedikit banyak telah membuat pemerintah tergagap manakala virus ini benar-benar datang," kata Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar melalui keterangan tertulisnya, Jumat (13/2).
Jika dibandingkan dengan respons yang ditunjukkan para pimpinan negara tetangga, lanjut Rivanlee pimpinan di Indonesia cenderung kurang persiapan dalam menghadapi ancaman Covid-19.
"Para pemimpin negara-negara tetangga jauh-jauh hari sudah mempersiapkan negaranya masing-masing, memperluas kampanye layanan masyarakat, menyiapkan rumah sakit, menetapkan prosedur dan protokol di pelbagai sarana publik, Pemerintah Indonesia terlihat minim inisiatif dan ketinggalan," beber Rivanlee.
Kegagapan pemerintah menurut dia juga dilihat dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan baik oleh pejabat pemerintah pusat, maupun daerah. Koordinasi yang lemah antara pemerintah pusat dan daerah, miskomunikasi antara Kementerian Kesehatan dengan instansi lainnya nampak dalam bagaimana kasus pertama diumumkan, termasuk pelanggaran hak privasi pasien.
"Nampak jelas bahwa pemerintah cenderung mendahulukan citra ketimbang kemaslahatan pasien dan keselamatan publik yang lebih luas," ungkap dia.
Premis keliru dalam merespon wabah Covid-19, menurut Rivanlee juga nampak jelas dalam kebijakan pemerintah di awal virus ini masuk. Dia melihat, ketimbang mencurahkan perhatian dan dana untuk mengantisipasi dan menangani virus, pemerintah justru memberikan insentif yang tak masuk akal untuk industri pariwisata termasuk membayar buzzer, bukannya mengucurkan dana untuk fasilitas kesehatan.
"Sementara negara-negara lain mengetatkan pintu masuk untuk menghindari perluasan virus, Indonesia malah membuka diri lebar-lebar dengan alasan melindungi industri pariwisatanya," papar dia.
Hal ini makin diperparah, kata dia dengan kebijakan pemerintah yang secara sengaja membatasi informasi mengenai ancaman dan perkembangan penyebaran virus itu di Indonesia. Pemerintah berulang kali menyerukan ancaman hoaks.
Sayangnya, menurut Rivanlee kekhawatiran akan penyebaran hoaks tidak disertai dengan upaya untuk membangun komunikasi dan informasi publik yang terpercaya dan komprehensif.
"Ini terlihat dari minimnya informasi mengenai dampak virus ini terhadap pasien dan lokasi-lokasi penularannya. Kebijakan ini sangat bertolak belakang dengan praktik di negara lain yang sama-sama sedang menanggulangi Covid-19. Pemerintah Korea Selatan misalnya, secara berkala menyiarkan bukan hanya kasus tetapi juga lokasi dari ditemukannya kasus. Informasi yang terang, disertasi dengan kepekaan untuk mencegah kepanikan dan stigma terbukti sangat bermanfaat untuk membangun kewaspadaan dan mekanisme kehati-hatian publik," tegas dia.
Ketertutupan informasi, lanjut dia justru akan memberikan sinyal dan arah yang keliru untuk publik, menurunkan kewaspadaan yang bisa berakibat pada perluasan penularan wabah. Dalam banyak pengalaman sejarah, informasi yang asimetris justru merupakan penyebab dari parahnya bencana.
"Kami menyesalkan dan menggugat cara pemerintah menghadapi pandemi Covid-19 ini. Kami menilai apa yang dilakukan pemerintah sama sekali jauh dari pemenuhan hak-hak konstitusional rakyat yang memerintahkan negara untuk 'melindungi segenap tumpah darah Indonesia.' Komunikasi publik pemerintah memang bisa mencegah kepanikan, tapi tidak bisa memberikan keamanan dan perlindungan atas ancaman yang nyata," jelas dia.
Oleh karenanya, menurut Rivanlee pihaknya meminta pemerintah untuk menyediakan informasi publik yang benar, lengkap dan berkala menyangkut penyebaran dan risiko penularan. Selain juga diminta agar respons darurat yang cepat, kompeten dan dapat dijangkau masyarakat yang merasa sakit.
"Menjamin mutu manajemen penelusuran kasus yang teliti dan transparan. Identifikasi klaster-klaster yang positif, lacak orang-orang yang berpotensi tertular atau jadi carrier. Bila perlu lakukan upaya ‘partial isolation," ucapnya.
Di samping pihaknya juga meminta uji laboratorium yang luas, tidak boleh dimonopoli Kemenkes, dengan juga memperbanyak testing. Mendukung upaya pemerintah daerah melakukan uji laboratorium untuk pengujian pasien.
"Manajemen kasus yang baik untuk menghindari stigma terhadap pasien. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi yang cermat, terpercaya. Manajemen keramaian publik termasuk melarang acara publik," imbuhnya.
Menurut dia, respons pemerintah yang cepat, akurat dan bertanggung jawab justru akan berdampak positif karena akan memulihkan kepercayaan publik dan meningkatkan kesiapan warga.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaGejala radang tenggorokan adalah kondisi yang umum terjadi di mana tenggorokan mengalami peradangan akibat infeksi virus atau bakteri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Merdeka.com merangkum informasi tentang contoh permasalahan lingkungan hidup dan solusinya.
Baca SelengkapnyaPetugas Damkar akhirnya berhasil melepas kaleng tersebut dalam waktu 5 menit. Aksi tersebut disambut histeris orang tua bocah itu.
Baca SelengkapnyaDi musim hujan, anak-anak rentan sakit. Karenanya sebagai orangtua, Anda wajib mengantisipasi dan melakukan pencegahan.
Baca SelengkapnyaPolisi: Lagi di jalan mah enggak usah ngerokok dulu. Kena orang itu celacahnya
Baca SelengkapnyaSemua berharap presiden terpilih yang akan datang dapat menyelesaikan permasalahan Kesehatan yang ada sehingga tercapai derajat Kesehatan Masyarakat.
Baca SelengkapnyaViral panggung hajatan berdiri di tengah-tengah rel kereta api kawasan Tanjung, Priok Jakarta Utara
Baca Selengkapnya