Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Rentetan saling balas kritik Jokowi vs SBY

Rentetan saling balas kritik Jokowi vs SBY Jokowi bertemu SBY di Bali. ©AFP PHOTO/sonny tumbelaka

Merdeka.com - Hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pendahulunya, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) naik turun. Kadang kala hubungan keduanya baik, namun tak jarang juga memanas.

Hubungan Jokowi dan SBY bahkan beberapa kali tampak hangat di layar televisi. Sebut saja Jokowi menemui SBY di Bali untuk membicarakan anggaran negara pada Agustus 2014, atau saat keduanya bertemu di Istana Negara untuk membicarakan isu lingkungan empat bulan berikutnya.

Namun, kehangatan itu hanya tampak di layar kaca. Selebihnya, keduanya kerap adu argumen bahkan berdebat tentang suatu isu. Utamanya isu yang bisa diperbandingkan antara di era Jokowi sekarang dengan SBY dulu. Bahkan, dalam masa transisi, keduanya pun pernah bersitegang.

Dari kebanyakan adu argumen itu, polanya kebanyakan Jokowi yang lebih dulu mengkritik pemerintahan SBY. Kemudian SBY lewat media sosial memberikan bantahannya, atau bahkan menilai Jokowi keliru. Berikut saling balas kritik Jokowi dan SBY:

SBY vs Jokowi soal Tim Transisi

Dalam masa transisi, Presiden SBY pernah mengkritik Presiden terpilih Jokowi terkait tindak tanduk Tim Transisi yang dinilai tidak tertib. Misalnya, tanpa membawa surat resmi. Namun, Jokowi membantah hal tersebut."Kalau setahu saya sudah membawa surat dan sudah saya tanda tangani oleh saya. Coba tanya ke Kemenko," ujar Jokowi di Hotel Dharmawangsa, Jl Brawijaya, Jaksel, di sela-sela menghadiri silaturahmi Fraksi PDI Perjuangan DPR, pada September 2014.Jokowi menilai Tim Transisi sedang dalam semangat yang tinggi. Namun demikian, dia tetap berterimakasih atas kritik yang diungkapkan SBY."Kita ini kan hanya meminta data kalau ada yang terlalu semangat tegur aja, diingetin," ujarnya.Jokowi menegaskan, jika ada anggota Tim Transisi yang bergerak sendiri, itu bukanlah yang resmi. "Ya nggaklah, mungkin di luar Tim Transisi itu bisa saja, kalau Tim Transisi jelas," tutupnya.

SBY vs Jokowi soal utang IMF

Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) gerah dengan pernyataan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dalam sebuah media massa terkait utang Indonesia yang belum lunas ke Dana Moneter Internasional (IMF). Padahal, menurutnya, utang tersebut telah dilunasi pada tahun 2006 lalu."Saya terpaksa menanggapi dan mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi menyangkut utang Indonesia ke IMF. Kemarin, tanggal 27 April 2015 (di sebuah media massa) yang intinya adalah Indonesia masih pinjam uang sama IMF. Berarti kita masih punya utang kepada IMF. Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah USD 9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp 117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF," tulis SBY dalam akun Facebook-nya, Selasa (28/4).Menurutnya, pelunasan utang kepada IMF itu dilakukan empat tahun lebih cepat dari jatuh tempo. Keputusan itu memiliki tiga alasan matang walaupun banyak pihak menyarankan pelunasan hutang dilakukan secra bertahap."Pertama, pertumbuhan ekonomi kita waktu itu telah berada dalam tingkatan yang relatif tinggi. Jadi aman untuk menjaga ketahanan ekonomi makro dan sektor riil kita. Di sisi lain, di samping kekuatan fiskal kita aman, dari segi moneter cadangan devisa kita juga relatif kuat. Kedua, dengan telah kita lunasi utang IMF tersebut, kita tidak lagi didikte oleh IMF dan negara-negara donor," kata SBY."Tidak didikte dalam arti perencanaan pembangunan kita, termasuk APBN dan juga penggunaan keuangan kita, tidak harus mendapatkan persetujuan dari IMF. Sedangkan alasan yang ketiga, selama Indonesia masih punya utang kepada IMF, rakyat kita merasa terhina (humiliated). Dipermalukan," imbuh dia.Lanjut dia, Indonesia memang benar masih memiliki utang ke luar negeri tetapi bukan kepada IMF. Utang ke negara-negara sahabat itu telah ada sejak era Presiden Soekarno."Jika yang dimaksudkan Presiden Jokowi, Indonesia masih punya utang luar negeri, itu benar adanya. Utang Indonesia ada sejak era Presiden Soekarno. Meskipun, ketika saya memimpin Indonesia (2004-2014) rasio utang terhadap GDP terus dapat kita turunkan. Jika akhir tahun 2004 rasio utang terhadap GDP itu sekitar 50,6 persen, di akhir masa jabatan saya tinggal sekitar 25 persen," ujarnya."Tetapi, kalau yang dimaksudkan Pak Jokowi bahwa kita masih punya utang kepada IMF, hal itu jelas keliru. Kalau hal ini tidak saya luruskan dan koreksi, dikira saya yang berbohong kepada rakyat, karena sejak tahun 2006 sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa Indonesia tidak berhutang lagi kepada IMF," pungkas dia.Mengetahui Presiden Jokowi mendapat 'serangan' dari SBY soal utang IMF, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto bereaksi. Andi menyatakan bahwa pemerintah SBY memang telah melunasi utang pada 2006, namun, kembali berutang di 2009. "Posisi utang luar negeri Indonesia menurut kreditor dari statistik utang luar negeri Indonesia dari Kementerian Keuangan. Di 2006 memang kita tidak memiliki utang dengan IMF tapi muncul lagi tahun 2009, besarnya USD 3 miliar. Terus ada sampai hari ini," kata Andi di Jakarta kemarin.Andi menegaskan, Indonesia masih memiliki utang terhadap IMF. Pelunasan utang terhadap IMF dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saban tahunnya.Akan tetapi, Andi mengakui tidak mengetahui detail permasalahan ini. Dia meminta awak media mengonfirmasi lebih lenjut ke Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas berwenang. "Masih ada utangnya, tetapi saya tidak tahu itu untuk apa. Silakan ditanya Kemenkeu atau BI," jelas Andi.Para awak media lantas mengonfirmasi kepada pihak Kemenkeu dan BI. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro membantah pernyataan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto yang mengatakan bahwa pemerintah memiliki utang pada lembaga IMF. Menurut menkeu, data yang disebutkan oleh Andi, adalah dana siaga dari lembaga keuangan internasional untuk menjaga keamanan cadangan devisa Indonesia."Pemerintah Indonesia tidak utang ke IMF. Itu dari Bank Indonesia sebesar USD 2,79 miliar dalam rangka pengelolaan devisa, jadi bukan utang yang harus dibayar," ujar Menkeu Bambang saat ditemui di Kantornya, Jakarta.Menteri Bambang menjelaskan bahwa dana siaga sebesar USD 2,79 miliar sebagai imbalan karena menjadi keanggotaan IMF dan bisa ditarik sewaktu-waktu jika membutuhkan. Hingga saat ini, lanjut Menteri Bambang, bank sentral tidak pernah menarik dana siaga tersebut sehingga tidak menjadi utang untuk Indonesia."Jadi kuota alokasi special drawing rights (SDR) dari IMF untuk semua negara anggota IMF, jadi standby loan (bisa dipakai bisa tidak). Jadi Indonesia masih baik dan tidak usah dipakai. Ini fasilitas ke semua anggota," tuturnya.Kembali munculnya utang IMF dalam catatan bank sentral karena Indonesia sebagai negara anggota mendapat kuota pinjaman siaga sebesar SDR 1,98 miliar atau setara USD 3,1 miliar. Pada Buku Statistik Utang Luar Negeri April 2015 dari BI, posisi kuota pinjaman IMF yang belum ditarik Indonesia per Februari 2015 sebesar USD 2,8 miliar."Secara kaidah akuntansi bukan dicatat di titipan tapi kewajiban. Ini bukan utang karena tidak memiliki jangka waktu kapan harus dikembalikan," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara.

SBY minta Jokowi tak mudah salahkan pemerintahan sebelumnya

Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) fokus pada tugas-tugasnya. Dia mengharapkan presiden tidak mudah menyalahkan kepemimpinan sebelumnya atas permasalahan yang dihadapi pemerintah saat ini."Termasuk, pemerintahan yang dulu saya pimpin. Sebab, setiap pemimpin punya tantangan tersendiri dalam memimpin," kata SBY saat menutup Rapimnas II IMDI di Jakarta, Jumat (24/4).SBY meminta Jokowi tetap menjaga hal-hal baik yang telah ditorehkan pendahulunya. "Tidak perlu ditinggalkan dan dibuang ke sana-ke mari. Bila ada hal yang belum baik, maka silakan diperbaiki. Sebab, begitulah kesinambungan kepemimpinan," urainya.SBY mengatakan, Partai Demokrat akan mengambil posisi mendukung pemerintahan Jokowi jika keputusan yang diambil tepat. Sebaliknya, bila pemerintah salah, maka harus dikoreksi. "Dan beliau harus menerima koreksi itu sebagai wujud kepemimpinan yang baik. Sebab, itulah etika dan tata krama politik," ucapnya.SBY berharap Jokowi dapat mencetak prestasi baru dalam pemerintahan Indonesia. "Supaya kita semua dan rakyat senang," terang SBY.

(mdk/ren)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Reaksi Santai Anies Soal Prabowo Diberi Jokowi Pangkat Jenderal Kehormatan

Reaksi Santai Anies Soal Prabowo Diberi Jokowi Pangkat Jenderal Kehormatan

Pemberian pangkat jenderal kehormatan itu menuai pro dan kontra.

Baca Selengkapnya
Jokowi Jawab Anies soal Kritikan Debat: Saya Bicara untuk 3 Capres

Jokowi Jawab Anies soal Kritikan Debat: Saya Bicara untuk 3 Capres

Kritikam itu disampaikan agar debat Pilpres 2024 berikutnya berjalan lebih baik.

Baca Selengkapnya
Jokowi Bertemu Surya Paloh: Saya ingin Jadi Jembatan untuk Semua

Jokowi Bertemu Surya Paloh: Saya ingin Jadi Jembatan untuk Semua

Jokowi menegaskan, salah satu isi pertemuan dengan Surya Paloh adalah pembicaraan mengenai politik.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jokowi Ditanya Soal Pro & Kontra Bintang 4 Prabowo, Begini Ekspresi Sang Jenderal 'Lap Muka Pakai Selampe'

Jokowi Ditanya Soal Pro & Kontra Bintang 4 Prabowo, Begini Ekspresi Sang Jenderal 'Lap Muka Pakai Selampe'

Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi Jenderal Kehormatan.

Baca Selengkapnya
Jokowi Dikritik soal Pembagian Bansos, Bahlil: Jangan Batasi Presiden Dekat Dengan Rakyat

Jokowi Dikritik soal Pembagian Bansos, Bahlil: Jangan Batasi Presiden Dekat Dengan Rakyat

Bahlil menegaskan pihak-pihak yang mengkritisi penyaluran bansos, dapat diartikan pihak tersebut tidak senang masyarakat menerima bantuan.

Baca Selengkapnya
Jokowi Harap Debat Pamungkas Pilpres Bahas Visi Misi: Tak Terjebak Masalah Personal

Jokowi Harap Debat Pamungkas Pilpres Bahas Visi Misi: Tak Terjebak Masalah Personal

Menurut Jokowi, akan lebih baik apabila debat terakhir Pilpres 2024 saling menyampaikan visi yang substansial dan berguna bagi masyarakat.

Baca Selengkapnya