Protes pembangunan Trans Studio, seniman gelar aksi 'Mati Ati'
Merdeka.com - Seniman tari dari Magelang, Jawa Tengah Aning Purwo, menggelar aksi teatrikal atau performance art (seni rupa pertunjukan) di Kawasan Bundaran Air Mancur Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Aksi performance art bertajuk 'Mati Ati' itu dilakukan sebagai bentuk protes rencana pembangunan Trans Studio yang menggusur Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) dan Arena Wisata Bermain Wonderia di Kawasan Sriwijaya, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Aning Purwa, performance art dari Magelang, menampilkannya dengan dukungan kawan-kawan seniman muda Semarang dengan melakukan gerak olah tari dengan bola merah hati, bergulir, berisi manusia-manusia, warnanya serba merah.
Kain biru kuning keluar dari bola itu, menjulur, sampai ujungnya menyentuh air mancur, salah satu ikon di perempatan strategis Semarang. Sepanjang pertunjukan, Aning Purwa 'nembang' (melagukan nyanyian Jawa) tentang tanah dan batu, dengan gerakan 'Kabur kanginan', menuruti panggilan alam. Tabur bunga menjadi adegan pamungkas performance art siang tadi.
Menurut Aning Purwa di sela-sela aksinya, aksi ini merupakan sebuah pertanyaan mendasar kepada semua manusia di Kota Semarang, bukan semata sindiran ataupun hujatan.
"Performance art ini menjadi bukti, adanya sinergi (satu-gerak) antar-seniman dari kota-kota lain dengan seniman Semarang dalam menyikapi konflik pembangunan Trans Studio di kompleks TBRS," ungkapnya.
Terkait soal rencana pembangunan Trans Studio yang akan menggusur Kawasan TBRS merupakan langkah kekuasaan dalam hal ini, Wali kota Semarang Hendrar Prihadi berupaya menggusur dan mengusir ide-ide kreatif yang ada di TBRS sendiri.
"Pembangunan Trans Studio adalah sikap merasa menguasai, jumawa, melupakan sejarah, memutus kelahiran-kelahiran baru jiwa-jiwa murni yang kreatif di TBRS," jelasnya.
Aning Purwa dikenal publik sebagai seniman Borobudur Magelang, penggagas ritual Hanacaraka merasa upaya penggusuran untuk memarjinalkan kaum budayawan dan seniman yang ada di Kota Semarang yang sudah lama terpinggirkan.
"Pembangunan ini bentuk kemunduran yang dianggap sebagai kemajuan. #Save TBRS," tegasnya.
Aning, yang sebelumnya pernah menjadi pekerja seni di TBRS Semarang, kemudian mengembara ke Borobudur Magelang, selama 8 tahun, menekuni dunia musik pertunjukan, lukisan, dan seni rupa pertunjukan (performance-art) menyesalkan jika proses pembangunan Trans Studio benar-benar terjadi dan menggusur lahan TBRS. Kedatangannya di Semarang, seminggu sebelum performance-art ini digelar, mendapatkan dukungan dari para seniman muda Semarang.
Sebelumnya, pada Jumat (6/3) Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah dan PT Trans Retail Property menandatangani MoU terkait rencana pembangunan Trans Studio di Semarang. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan penandatanganan kerjasama belum membahas tentang nilai investasi maupun detil pembangunan Trans Studio Semarang.
Usai melalui proses pembahasan selama setahun, lokasi yang dipilih adalah Wahana Bermain Wonderia yang berada di Jalan Sriwijaya dan Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) dengan total luas lahan 9 hektar. Setidaknya butuh waktu 10 bulan hingga 12 bulan untuk melakukan pengkajian lokasi. Pendekatan terhadap komunitas-komunitas di TBRS juga perlu dilakukan.
Penandatanganan MOU ini juga dihadiri oleh Zainal Rahman selaku Komisaris PT Trans Retail Property, Wibowo Iman selaku Direktur Utama PT Trans Retail Property, Dedi Hidayat Corporate Legal PT Trans Retail Property, dan Slamet Haryanto serta Hastomo dari Bank Mega.
Direktur Utama PT Trans Retail Wibowo Iman mengatakan Semarang memiliki potensi yang bagus untuk investasi. Menurutnya kemungkinan konsep Trans Studio Semarang akan dibuat berbeda dari Trans Studio yang sudah ada yaitu di Bandung dan Makassar.
Menanggapi persoalan itu, muncul aksi-aksi penolakan terhadap pembangunan Trans Studio di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) dan Kawasan Arena Permainan Wonderia terus bergulir. Dalam acara #SaveTBRS yang digelar Selasa (10/3) malam lalu dibacakan 10 tuntutan dan alasan kenapa budayawan dan seniman serta warga sekitar menolak pembangunan Trans Studio di TBRS dan Kawasan Bermain Wonderia.
Anton Sudibyo, Komite Theater Dewan Kesenian Kota Semarang (Dekase) menyatakan bahwa warga TBRS dan Dewan Kesenian Semarang (Dekase)menolak Trans Studio di Komplek TBRS tanpa syarat dengan sepuluh alasan diantaranya; Pertama, pembangunan Trans Studio di Komplek TBRS adalah privatisasi ruang publik. Jumlah dan persentasenya ruang publik di Semarang sudah kurang di Kota Semarang, seharusnya ditambah, bukannya dikurangi lagi.
Kedua, proses penandatanganan MoU Pemkot dengan PT Trans Ritel Property tidak didahului pembicaraan dengan entitas TBRS. Dan ini sekali lagi membuktikan Pemerintah Kota Semarang lupa melibatkan masyarakat dalam pembangunan-pembangunan di Kota Semarang. Kemudian ketiga, pemilihan tempat di Komplek TBRS (Wonderia dan TBRS) tidak bijak, seharusnya di lokasi lain yang tidak di tengah kota untuk tujuan pemerataan pusat keramaian dan pengembangan kota.
Ke empat, pengalihan fungsi TBRS jadi Trans Studio melanggar Perda 14/2011 tentang RTRW. Dalam Pasal 86, huruf g angka 13 disebutkan kawasan TBRS di Kecamatan Candisari sebagai pasar seni yang masuk dalam kawasan pengembangan dan peningkatan wisata alam dan cagar budaya.
Selain itu, berbagai pendapat pro dan kontra dari pejabat, seniman, budayawan dan warga Kota Semarang pun muncul dalam ajang diskusi yang digelar secara mendadak dan dihadiri oleh Walikota Semarang Hendrar Prihadi yang akrab dipanggil Hendi itu.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 17 adegan diperagakan oleh tersangka dalam kasus ini.
Baca SelengkapnyaSelamat! Tasyi Athasyia melahirkan anak keempat dengan lancar.
Baca SelengkapnyaRatu Adil berkisah tentang kehidupan seorang perempuan bernama Lasja (Dian Sastro) yang dalam waktu singkat hidupnya berubah 180 derajat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Seorang pembuat patung asal Cimahi memberikan patung gratis kepada Dedi Mulyadi, saat diberi uang Rp100 juta, pematung itu menolak.
Baca SelengkapnyaMenjadi tokoh publik seringkali membutuhkan penampilan yang sempurna.
Baca SelengkapnyaErick berkelakar, jika BUMN diminta mengelola Kota Tua seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), hal itu patut dipertimbangkan.
Baca SelengkapnyaSebelum menjalani proses melahirkan, perasaan campur aduk sempat dirasakan oleh Meldi karena beberapa hal.
Baca SelengkapnyaTampak beberapa gedung inti pemerintahan yang kian menunjukkan bentuknya.
Baca SelengkapnyaBegini transformasi seorang anggota TNI '3 Zaman' dari tamtama sampai perwira menengah.
Baca Selengkapnya