Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Politik Identitas Bisa Jadi Celah Kelompok Radikal Ubah Ideologi Pancasila

Politik Identitas Bisa Jadi Celah Kelompok Radikal Ubah Ideologi Pancasila Perajin Garuda Pancasila. ©2020 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menegaskan isu politik identitas sudah tidak relevan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Hal itu karena literasi masyarakat tentang berita bohong atau hoaks sudah membaik.

"Sudah tidak relevan (politik identitas) untuk Pilpres 2024 nanti. Kenapa? Karena masyarakat sudah makin cerdas. Literasi masyarakat tentang hoaks, berita palsu, berita bohong itu sudah makin baik. Mungkin di 2014, 2019 berita hoaks masih bisa dan banyak beredar di WA grup, tapi di 2024 saya tidak yakin," ujar Ridlwan, dilansir Antara, Kamis (16/6).

Dia mengatakan hal ini juga terkait faktor banyaknya generasi Z atau milenial yang saat ini sudah 'melek' digital dan unggul dalam literasi, sehingga generasi ini sudah memahami mana berita palsu, hoaks dan bohong. Dengan demikian, menurutnya, maka narasi politik identitas yang negatif sudah harus ditinggalkan.

"Sebenarnya berpolitik identitas itu boleh boleh saja, misalnya kampanye dengan menggunakan jargon agama itu sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah jika menggunakan politik identitas untuk menyalahkan pihak lain di luar kelompoknya, bahkan mengampanyekan khilafah," ujar Ridlwan.

Dia menekankan mengampanyekan atau mempromosikan Indonesia harus menganut hukum agama tertentu, artinya sudah menyalahi serta melanggar konsensus nasional yang telah disepakati para pendiri bangsa.

"Jadi, politik identitas itu boleh saja asal yang positif, yang tidak bertentangan dengan agama, yang bertujuan memajukan bangsa dan tidak mengganggu orang lain, itu positif. Jadi politik identitas jangan selalu dipahami negatif," katanya.

Dirinya juga menyebut dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, seringkali ditemui oknum berkepentingan, yang memanfaatkan isu sentimen agama yang justru menimbulkan reaksi balik dari kelompok masyarakat yang merasa terganggu dengan isu tersebut. Hal ini, menurutnya, mengakibatkan kerukunan, persatuan, kemajemukan, tenggang rasa bangsa tercederai oleh narasi keagamaan yang dipaksakan dalam politik.

"Indonesia menganut kebebasan demokrasi, setiap orang boleh berekspresi, itu wajib dijaga, akan tetapi kebebasan berekspresi itu tidak boleh melanggar kebebasan orang lain, nah termasuk dalam hal berpolitik itu tadi," tutur Ridlwan.

Tidak hanya itu, kata dia, kondisi iklim demokrasi yang dirusak dengan pertarungan sentimen agama justru akan semakin melanggengkan jalan bagi kelompok radikal guna mewujudkan visi-misinya guna mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi atau sistem yang mereka percaya.

"Kalau negara ini chaos, maka mereka akan bilang 'inilah bukti bahwa Pancasila gagal dan tidak relevan lagi bagi bangsa Indonesia, negara ini gagal, maka ganti lah Pancasila ke sistem khilafah, karena terbukti bangsa ini pecah, maka ayo ganti ke sistem agama'. Tentunya hal itu yang menjadi tujuan mereka," ujar Ridlwan.

Tidak hanya itu, dia mengingatkan, kondisi adu domba dan polarisasi yang semakin parah di tengah masyarakat Indonesia yang beragam, juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat tentang bangkitnya gerakan-gerakan teror menjelang tahun politik 2024..

"Tindak terorisme sekarang ini sebenarnya sudah dalam tahap minimal, karena kelompok ini di Timur Tengah sudah tidak punya basis dan wilayah serta tidak ada perintah serta fatwa untuk membuat teror. Tetapi justru kelompok ini paham bahwa kalau mereka membuat teror, maka masyarakat akan antipati, maka dari itu mereka mengubah strategi menjadi strategi soft," ujarnya.

Strategi soft atau halus yang dimaksud, yaitu dengan cara konvoi, membagikan selebaran, membuat acara menarik yang tidak menakutkan, tetapi tetap dengan tujuan yang sebenarnya, yaitu untuk mengganti ideologi bangsa.

"Mereka telah memahami bahwa metode menyerang rumah ibadah atau melakukan pengeboman bukan lagi metode yang efektif. Justru masyarakat akan jengkel dan sulit bagi mereka mencapai tujuannya," jelasnya.

Ridlwan mengingatkan masyarakat, khususnya aktor politik nasional, untuk tidak mudah terpancing dengan narasi negatif yang dibuat oknum berkepentingan, termasuk narasi khilafah yang dewasa ini ramai diperbincangkan, serta harus bijaksana membalas isu dan narasi yang dikeluarkan oleh kelompok radikal.

"Jadi tidak perlu lah kita menciptakan musuh sendiri. Kecuali ketika mereka melakukan manuver, baru lah direspons. Kalau tidak bermanuver kan semakin baik, apalagi kelompok radikal ini mau berdemokrasi dan berkompetisi itu kan semakin baik bagi Indonesia," tutur Ridlwan.

Ridlwan juga berharap para aktor politik dan para pendukungnya mampu mengubah cara kompetisinya dengan mengesampingkan politik identitas negatif dan mulai mengedepankan kualitas program, prestasi dan visi-misinya untuk kemajuan Indonesia.

"Kalau mau makin baik, maka bicara tentang program, tentang prestasi, jangan melulu tentang isu agama. Kalau tetap seperti itu maka 2024 akan terjadi politik identitas lagi. Ayo kita kembali bermain fair saja, tinggalkan narasi politik identitas negatif kepada program dan prestasi," kata Ridlwan.

(mdk/eko)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Apa Itu Politik Identitas? Berikut Penjelasan dan Contohnya

Apa Itu Politik Identitas? Berikut Penjelasan dan Contohnya

Politik identitas merujuk pada fenomena di mana individu atau kelompok mengidentifikasi diri mereka berdasarkan karakteristik tertentu.

Baca Selengkapnya
Gencarkan Narasi Damai, Perbedaan Jangan Dianggap Permusuhan

Gencarkan Narasi Damai, Perbedaan Jangan Dianggap Permusuhan

Narasi-narasi provokatif dapat memicu perpecahan harus dihindari terlebih di tahun politik.

Baca Selengkapnya
'Strategi Politik Menggunakan Isu Identitas Harus Kita Tolak!'

'Strategi Politik Menggunakan Isu Identitas Harus Kita Tolak!'

Kampanye secara negatif diharapkan tidak terjadi lagi karena berdampak buruk pada perkembangan demokrasi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jenis Tindak Pidana Pemilu, Pahami Pengertian dan Penanganannya

Jenis Tindak Pidana Pemilu, Pahami Pengertian dan Penanganannya

Tindak pidana pemilu menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas dan legitimasi demokrasi.

Baca Selengkapnya
Mengenal Mental Ideologi dan Contoh Soalnya, Pelajari untuk Persiapan Seleksi Masuk TNI

Mengenal Mental Ideologi dan Contoh Soalnya, Pelajari untuk Persiapan Seleksi Masuk TNI

Mental ideologi adalah sikap dan cara berpikir yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar negara Indonesia, seperti Pancasila.

Baca Selengkapnya
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.

Baca Selengkapnya
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.

Baca Selengkapnya
Jika Menang Pilpres, Mahfud Sebut Bakal Mengambil Kombinasi Kepemimpinan Soekarno-Hatta

Jika Menang Pilpres, Mahfud Sebut Bakal Mengambil Kombinasi Kepemimpinan Soekarno-Hatta

Sumatera Barat bagi Mahfud bukan hanya sekadar penyumbang orang atau tokoh, tetapi juga sebagai daerah tempat meramu ideologi yang lahir di negara ini.

Baca Selengkapnya
Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Analisis Pakar soal Efek Buruk Secara Politik atas Ucapan Jokowi Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyoroti penyataan Jokowi soal Presiden boleh kampanye dan memihak.

Baca Selengkapnya