Pameran mengingat arsitektur tradisional Ciptagelar
Merdeka.com - Di tengah gempuran zaman, kampung adat Kasepuhan Ciptagelar tetap mempertahankan tradisi leluhur. Mereka hidup berdasarkan prinsip karuhun (nenek moyang) tanpa menolak kemajuan zaman.
Hal tersebut terungkap dalam pameran bertajuk Mengingat Arsitektur Tradisional Melalui Ciptagelar: Sebuah Hajatan Arsitektur Jawa Barat, yang digelar di Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Jawa Barat, Jalan Dipati Ukur, Bandung, 24-30 Oktober 2015.
Pameran ini menyajikan hasil dokumentasi berdasarkan survei yang dilakukan mahasiswa dari 11 perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Ikatan Mahasiswa Arsitektur (FIMA) Jawa Barat ke Kasepuhan Ciptagelar.
Dokumentasi FIMA Jawa Barat tersebut menyebutkan, Kasepuhan Ciptagelar yaitu komunitas atau kelompok masyarakat yang memegang adat istiadat Banten Kidul. Saat ini Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh Abah Anom. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tersebar di 568 kampung yang berada di Kabupaten Lebak, Sukabumi dan Bogor.
Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar terletak di Kampung Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dan berada di kawasan hutan lindung Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat.
Pemimpin adat Kasepuhan Ciptagelar disebut 'Abah yang dipilih berdasarkan garis keturunan. Abah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh baris kolot (sesepuh) yang disebut rorokan dengan tugas dan fungsi berbeda-beda. Jabatan rorokan juga diemban secara turun-temurun sesuai garis keturunan.
Jabatan rorokan atau baris kolot meliputi: Pakakas yang bertugas merawat perkakas dan pusaka, Pamakayaan (pertanian), Paninggaran (keamanan bidang pertanian), Kepenghuluan (keagamaan), Kedukunan (pengobatan), Bengkong (ahli khitan), Paraji (dukun beranak), Rorokan Jero (pemelihara imah gede), Panahaban (kebersihan lingkungan), Tatabeuhan (kesenian).
Disebutkan pula Ciptagelar berasal dari kata cipta dan gelar, yang artinya terbuka dan warganya bersedia memperlihatkan diri kepada dunia luar. Dengan tetap memegang teguh adat, Kasepuhan Ciptagelar terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan teknologi.
Selama ini masyarakat kampung adat dipandang tertutup pada modernisasi atau perkembangan teknologi. Tapi bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar modernisasi tidaklah tabu. Masyarakat ini yakin, selama komitmen dalam mempertahankan adat, modernisasi tidak akan berdampak buruk.
Pandangan tersebut membuat masyarakat Kasepuhan Ciptagelar unik. Dalam kehidupan sehari-hari mereka terdapat produk-produk modernisasi seperti pemancar radio, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (solar panel).
Bahkan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki televisi sendiri bernama Televisi Ciptagelar atau CIGA TV. CIGA TV dimanfaatkan untuk merekam aktivitas warga Kasepuhan Ciptagelar. Teknologi lainnya yang mereka pakai adalah handphone, kamera, motor, mobil dan lain-lain.
Dalam penggunaan teknologi ini, peran Abah selaku ketua adat sangat penting. Ia wajib memilah teknologi mana bisa masuk dan tidak. Prinsipnya, selama teknologi tersebut baik dan tidak merugikan adat maka dapat digunakan di Kasepuhan Ciptagelar.
Hal itu berpegangan pada petuah yang hidup di Kasepuhan Ciptagelar, bahwa; "urang kudu bisa ngigelan zaman, tapi ulah kaigelan zaman". Artinya masyarakat Kasepuhan Ciptagelar harus tetap mengikuti perkembangan zaman, tapi jangan sampai terbawa arus negatif zaman yang dapat merusak tatanan adat istiadat.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rumah tradisional milik masyarakat Kampar di Provinsi Riau ini memiliki ciri khas yang unik, penuh filosofi, dan punya makna yang mendalam.
Baca SelengkapnyaAda yang ditemukan di bawah kebun anggur hingga saluran air.
Baca SelengkapnyaOtorita IKN telah menunjukkan kepedulian signifikan terhadap pelestarian budaya lokal di tengah proses pembangunan IKN itu sendiri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tradisi Islam yang satu ini masih terus dilestarikan sampai sekarang dan sudah menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat Padang Pariaman.
Baca SelengkapnyaTopeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaBanyak bangunan rumah unik dengan pemandangan indah. Sayangnya, perkampungan tersebut kini terbengkalai.
Baca SelengkapnyaPelaksanaan pemilu memiliki langkah-langkah yang terstruktur dan diatur secara ketat.
Baca SelengkapnyaDari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita.
Baca SelengkapnyaMasyarakat lokal Bangka Belitung memiliki cara tersendiri dalam melestarikan lingkungan yang berbasis kearifan lokal.
Baca Selengkapnya