Nestapa Guru Honorer di Tengah Pandemi
Merdeka.com - Pandemi Covid-19 begitu memberikan dampak terhadap Puji Ratnasari. Aktivisnya sebagai guru honorer bukan hanya terjeda, namun ia juga kehilangan setengah penghasilannya sebagai guru.
Ibu satu anak ini menjadi guru honorer sekitar 10 tahun. Sebelum dikaruniai anak, demi menutup kebutuhan rumah tangganya Puji bisa mengajar di tiga sekolah. Namun saat ini hanya bisa dua sekolah saja.
Sebagai guru honorer, Puji mengaku pendapatannya kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Beban ini diperparah dengan adanya pandemi Corona saat ini.
"Setiap harinya saya kan ngandelin gaji per bulan yang dari BOS. BOS itu kan 15 persennya buat gaji guru," katanya kepada Liputan6.com, Rabu (22/4).
Tiap bulannya, kata Puji, ia menerima gaji sekitar kurang dari satu juta rupiah dari dana BOS tersebut. Karena mengajar di SD dan SMK swasta, yakni SDN 1 Pilangsari dan SMK Muhammadiyah Jatibarang, Indramayu, ia mengaku menerima dua gaji setiap bulannya.
"Kalau SMK itu kan kalau kita ngajar aja digaji. Tapi Alhamdulillah kebijakan kepala sekolah kita untuk bulan April karena kita full ngajar di rumah ada kuota, ada setengah gaji cair dan ada ketahanan pangan (kebutuhan pokok) mas," ujarnya.
Puji mengatakan, gajinya di SMK tak jauh beda dengan gaji mengajar SD. Namun karena aktivitas pembelajaran dilakukan dari rumah, ia hanya menerima gaji setengah.
Di saat seperti ini pemerintah pun memotong tunjangannya sebagai guru. Tahun lalu ia menerima tunjangan sekitar Rp 200 ribu perbulan dari pemerintah. Tapi ia tak tahu apakah dana tunjangan untuk tahun ini bisa cair.
"Ya kita merasa kesulitan banget untuk ibaratnya kita harus stay di rumah tapi kita juga butuh makan, perut harus diisi apalagi punya anak, perlu susu," ungkapnya.
"Kami itu benar-benar memerlukan uluran tangan dari pemerintah sebenarnya, bukan malah pemotongan (tunjangan)," imbuh Puji.
Puji mempertanyakan kenapa tidak dana untuk pembangunan ibu kota baru saja yang dipotong. Mengapa justru dana tunjungan para guru yang amat dibutuhkan bagi orang banyak yang disunat.
"Untuk ibu kota bisa tapi untuk uluran tangan ke kita gak bisa," ucapnya.
Masa-masa seperti ini, kata Puji begitu sulit bagi orang-orang seperti dirinya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kurang jika hanya mengandalkan gaji, ia kerap berjualan jajanan anak.
Namun karena pembelajaran di sekolah berhenti, saat ini ia tak bisa berbuat apa-apa. Puji berharap ada uluran tangan dari pemerintah.
"Lebih baik (bantuan) dalam bentuk sembako karena kalau dalam bentuk dana kita pun takut untuk keluar rumah," terangnya.
Selain itu Puji berharap agar pemerintah bisa melaksanakan pengangkatan honorer seperti dirinya. Meskipun harus melalui jalur tes, namun mesti tes khusus buat mereka yang telah mengabdi.
Reporter: Yopi MakdoriSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Modus guru tersebut mulanya membentu murid tersebut lalu di ajak makan mi ayam.
Baca SelengkapnyaSang ayah yang bercita-cita menjadi bagian dari TNI sukses dicapainya. Bahkan, keduanya sama-sama menjadi perwira TNI.
Baca SelengkapnyaIstrinya meninggal 3 minggu sebelum dikukuhkan, ini momen haru pengukuhan guru besar pasangan suami istri di UMM.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pasangan suami istri ini sukses dikukuhkan menjadi guru besar bersama di hari ulang tahun sang istri.
Baca SelengkapnyaBerjibaku memenuhi kebutuhan hidup, sang guru lantas rela menjadi pemulung usai mengajar.
Baca SelengkapnyaMengetahui tunjangan sertifikasinya keluar, guru honorer ini pun langsung melakukan sujud syukur.
Baca SelengkapnyaMisalnya ada puluhan ribu guru honorer belum diangkat jadi guru P3K. Juga ada 1,6 guru belum tersertifikasi.
Baca SelengkapnyaGuru bernama Pak Marga ini pun menyiapkan kejutan untuk siswanya ini.
Baca SelengkapnyaBerikut potret pensiunan guru tersenyum bahagia bisa duduk di kursi kerja sang putra.
Baca Selengkapnya