'Munculnya kelompok radikal bentuk kelalaian negara'
Merdeka.com - Maraknya ideologi berbau intoleransi yang kerap menganggap golongan lain tidak baik daripada kelompoknya belakangan makin marak terjadi. Padahal Indonesia dibangun dari beraneka ragam budaya dan kepercayaan sejak era sebelum kemerdekaan.
"Kita bersama ada di Indonesia sudah sejak lama sekali, sehingga keberagaman semacam ini sebenarnya adalah satu-satunya kunci bagi terbentuknya negara. Lalu founding fathers negeri ini pun menyerap semuanya, dan memasukkannya ke dalam konstitusi negara berupa UUD 1945," kata perwakilan Jemaah Ahmadiyah Indonesia, Zafrullah Pontoh dalam acara Seminar Nasional Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Agama dan Kepercayaan di Indonesia, di kantor berita Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (25/3).
"Di dalam ketaatan, keikhlasan, pemberian penghargaan, pemilihan jalan hidup, pemahaman, tata cara beribadah, aqidah atau bahkan keimanan, semua tidak boleh ada paksaan. Itulah makna kata adil yang menyatakan bahwa tidak boleh ada paksaan dalam beragama," katanya menambahkan.
Terkait pemaknaan sebuah kebenaran yang hakiki, Zafrullah yakin bahwa sekalipun kebenaran itu sudah jelas terlihat, meyakininya tidak bisa dengan cara dipaksakan.
"Jika setiap orang memahami yang demikian, sehingga tidak ada paksaan, maka toleransi akan dengan mudahnya tercipta. Islam mengajarkan kepada kita, bahwa kebenaran itu datang dari Allah SWT. Di dalam kebenaran milik Tuhan pun, manusia masih boleh memilih karena paksaan, tidak akan membuat seseorang memahami apa itu kebenaran, sekalipun ditampakkan," ujarnya.
Zafrullah menjelaskan, sekalipun seseorang mengetahui sebuah kebenaran secara subjektif, Tuhan tidak mewajibkan dirinya untuk memaksa orang lain, demi mengikuti keyakinannya tersebut. Dalam hal ini, dia mencontohkan kepribadian luhur Nabi Muhammad SAW.
Sementara, tokoh Katolik dan budayawan, Romo Franz Magnis Suseno mengatakan, kebebasan beragama harus berpegangan pada rambu-rambu peraturan dan undang-undang. Karenanya, jangan salahkan undang-undang jika ada pihak yang melanggarnya.
"Sebetulnya itu pun sudah diungkapkan oleh sila pertama Pancasila. Karena sila pertama itu juga mengatakan bahwa di negara ini tidak boleh ada orang yang didiskriminasi karena kepercayaannya," kata Romo Magnis.
"Ada orang yang berbeda agama, aliran, dan kepercayaan yang bahkan tidak dirincikan dalam agama resmi di Indonesia. Misalnya, dengan adanya perbedaan di agama Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan, apakah Kementerian Agama bisa mengatakan kepada kami agama mana yang paling benar?" katanya menambahkan.
Dia menilai, adanya kelompok-kelompok yang intoleransi adalah bentuk kelalaian negara dalam menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Saya sangat terkejut, bahkan di Yogya itu sekarang banyak spanduk hate speech yang bisa memprovokasi masyarakat. Ini salah negara karena membiarkan hal itu terjadi," ujarnya.
Romo Magnis mengatakan, penegakan HAM seharusnya menjadi agenda utama bagi pemerintah, dalam menangkal maraknya budaya intoleransi yang sangat berpotensi mengganggu stabilitas nasional masyarakat Indonesia. Dirinya juga berharap, agenda menolak kekerasan dan menjunjung toleransi antar umat beragama, seharusnya bisa menjadi motif bersama bagi seluruh masyarakat Indonesia, dalam menjaga keutuhan Bhinneka Tunggal Ika.
"HAM adalah bukti solidaritas seluruh masyarakat yang lemah. Jadi meski kamu lemah, orang lain tak bisa memukulmu. Jika kita menghakimi orang lain karena kebenaran yang kita yakini, maka nanti semua hal itu juga yang akan menghakimi kita di hadapan Tuhan," kata Romo Magnis.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya
Pemilu 1955 di Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam proses demokratisasi dan konsolidasi negara setelah merdeka pada tahun 1945.
Baca SelengkapnyaTak Lagi Jadi Ekskul Wajib, Ini Sejarah Gerakan Pramuka di Indonesia yang Sempat Jadi Polemik
Keberadaan organisasi kepanduan di Indonesia sudah lahir sejak tahun 1912
Baca SelengkapnyaTujuan Pemilu 1955 di Indonesia dan Hasilnya, Begini Sejarahnya
Pemilu 1955 ini menjadi yang pertama kali diadakan setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama
Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.
Baca Selengkapnya4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya
Pemilu 1955 memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia karena hasil pemilu tersebut menjadi dasar pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaJangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru
Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca SelengkapnyaPemilu 2019 Tanggal Berapa? Berikut Pelaksanaan dan Pemenangnya
Pemilu 2019 menandai pemilihan presiden keempat dalam era reformasi Indonesia.
Baca SelengkapnyaSejarah Perayaan Imlek di Indonesia, dari Pelarangan hingga Penetapan Hari Libur Nasional
Perayaan Hari Raya Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia akan segera tiba, berikut sejarahnya.
Baca SelengkapnyaSejarah Pemilu Pertama di Indonesia, Perlu Diketahui
Pemilu pertama di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1955.
Baca Selengkapnya