MK kabulkan gugatan terpidana kasus bioremediasi PT Chevron
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 95 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Permohonan ini diajukan oleh terpidana kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat membacakan amar putusan dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Rabu (21/1).
MK menyatakan Pasal 59 ayat (4) yang berbunyi 'Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya' inkonstitusional. Hal ini karena norma pasal tersebut tidak memberi kesempatan bagi pengelola limbah beracun yang sedang mengajukan perpanjangan izin.
MK kemudian menambahkan norma dalam pasal tersebut, sehingga dengan putusan ini pasal perizinan tersebut menjadi 'Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan bagi pengelolaan limbah B3 yang permohonan perpanjangan izinnya masih dalam proses harus dianggap telah memperoleh izin'.
"Adapun untuk subjek hukum yang telah memperoleh izin akan tetapi izinnya tersebut telah berakhir maka ketika yang bersangkutan mengajukan permohonan perpanjangan izin dan pengurusan izinnya sedang dalam proses, hal tersebut secara formal memang belum mendapat izin, tetapi secara materiil sesungguhnya harus dianggap telah memperoleh izin," kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar membacakan pertimbangan.
Sementara untuk Pasal 95 ayat (1), MK menghapus frasa 'dapat' yang berakibat proses hukum terkait tindak pidana lingkungan hidup bersifat terpadu dan tidak boleh hanya dilakukan oleh satu lembaga saja seperti Kejaksaan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tindak pidana lingkungan hidup tidak bersifat tunggal, melainkan terdapat pelanggaran hukum yang bersifat administratif, perdata, maupun pidana sehingga harus di bawah koordinasi menteri.
"Menggeneralisasi pelanggaran hukum lingkungan yang tidak tunggal sebagai kejahatan juga sebagai suatu ketidakadilan," ungkap Hakim Konstitusi Muhammad Alim membacakan pertimbangan.
Sebagai catatan, kasus bioremediasi ini bermula saat Chevron mengajukan perpanjangan karena izin kegiatan bioremediasi tersebut telah berakhir. Chevron kemudian mengajukan uang pengganti kepada BP Migas yang saat ini menjadi SKK Migas sambil menunggu keluarnya izin.
Di tengah jalan, kejaksaan menyatakan tindakan bioremediasi tersebut sebagai pidana lantaran tidak berizin. Hal itu membuat Chevron terjerat kasus pidana.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perusahaan asal Jerman dikabarkan menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2018.
Baca SelengkapnyaPenemuan sumber migas baru di Tambun, Bekasi ditajak pada 18 Agustus 2023 lalu.
Baca SelengkapnyaAhok sudah mengundurkan diri dari posisi Komisaris Utama PT Pertamina per tanggal 2 Februari 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Khususnya, soal perkara yang diangkat oleh para pemohon.
Baca SelengkapnyaAhok menyebutkan pengunduran diri ini terkait dengan dukungannya terhadap pasangan calon presiden-wakil presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Baca SelengkapnyaProyek ini diharapkan bisa mengembangkan portofolio dalam pengelolaan energi hijau atau green energy.
Baca SelengkapnyaMayjen Kunto mengingatkan, jika laut dibiarkan tercemar dan ekosistemnya rusak, maka potensi yang terkandung di dalamnya terganggu.
Baca SelengkapnyaIndonesia lebih awal menginisasi beberapa aksi pengendalian perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaPrabowo mengklaim rencana itu dapat terealisasi dengan memanfaatkan hasil produksi kelapa sawit yang jadi salah satu andalan Indonesia.
Baca Selengkapnya