Meski renta, Hamid-Aisyah masih berjuang untuk pendidikan
Merdeka.com - Meski usianya telah uzur, Abdul Hamid (80), warga Jalan Genteng Durasim No 9, Surabaya, Jawa Timur, tak pernah bosan membagi ilmu pengetahuannya kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu. Di rumahnya yang kecil, bapak dua anak ini mendirikan sekolah gratis yang diberi nama Sekolah Dasar Islam Tarbiyatul Aitam.
Dengan ruang belajar yang sempit, berukuran sekitar 2x3 meter di rumahnya itu, enam pasang meja-kursi belajar tertata rapi. Juga terdapat perpustakaan dengan buku-buku pelajaran kuno, khusus sekolah dasar.
Di tempat ini pula, setiap hari antara pukul 07.00 hingga 11.00 WIB, bersama istrinya Dewi Aisyah (48), Abdul Hamid mengajari murid-muridnya ilmu bermanfaat meski hanya setingkat sekolah dasar.
Meski tak dibayar alias gratis, sepasang kakek nenek ini ikhlas membagi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya yang rata-rata berasal dari anak warga Madura tetapi tinggal di Surabaya. Orang tua anak-anak ini tak mampu menyekolahkan di sekolah formal sehingga mereka hanya menitipkan anak-anaknya itu kepada Abdul Hamid.
"Jam pelajaran saya mulai seperti sekolah-sekolah umum lainnya. Saya mengajar mulai Senin sampai Sabtu, dari pukul 07.00 hingga pukul 11.00 WIB. Tapi, kadang kalau hari Sabtu banyak yang tidak masuk," ungkap Hamid saat ditemui di kediamannya, Senin sore (25/11).
Profesi yang dijalani Hamid ini, sudah sejak 50 tahun silam dan dia tak pernah memungut biaya sepeserpun dari orang tua para siswanya.
Meski terkadang, ada yang memberi ala kadarnya sebagai ganti biaya pendidikan anak-anaknya. "Sekarang murid-murid saya jumlahnya ada 23 orang. Itu total dari kelas 1 sampai 6 SD," kata dia sambil menunjukkan data murid yang dimilikinya.
Sementara warga sekitar menganggap Hamid-Aisyah sebagai pejuang pendidikan. Sebagai sosok guru dan warga teladan yang patut dibanggakan.
"Saya tak pernah menarik ongkos belajar dari mereka. Tapi terkadang mereka ngasih saya seikhlas mereka. Kalaupun mereka tak ngasih apapun, saya tetap akan mengajar anak-anak mereka. Yang penting mereka bisa belajar dengan tekun. Kasihan, tidak ada yang mempedulikan nasib pendidikan mereka," ungkap Hamid lirih.
Hamid yang saat itu mengenakan baju kokoh tersebut mengaku, memang sekolahnya itu kerap disambangi banyak orang. Namun, tak satupun dari mereka yang bisa mengembangkan sekolah gratis yang didirikannya.
"Saya dan istri sebenarnya malu dengan tetangga jika sering menerima bantuan dari berbagai pihak. Dikiranya kami meminta belas kasihan. Padahal, kami melakukan ini ikhlas dan demi kebaikan dunia pendidikan di Surabaya," ungkap Aisyah menimpali keterangan suaminya.
Aisyah juga mengungkap, meski hidup sederhana dan serba kekurangan, mereka tetap bisa bertahan dan bersyukur. "Meski hidup kami kurang, tapi buktinya kami tetap bisa bertahan dan kegiatan belajar-mengajar ini juga tetap bisa berlangsung sampai sekarang ini," tandas Aisyah.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Tadi malam sekitar pukul 21.00 Wib, saya diterima beliau di kediaman, dan belajar cepat, karena beliau dengan bersemangat," kata AHY
Baca SelengkapnyaSejak lulus sekolah, ia memang tidak mau bekerja menjadi seorang karyawan. Ia kini berhasil menekuni profesi berdagang dengan hasil jutaan rupiah dalam sehari.
Baca SelengkapnyaCerita pria dulunya pengemis dan suka mabuk kini berhasil mengubah hidupnya menjadi pribadi lebih baik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hashim mengungkapkan dana yang dibutuhkan untuk program makan siang sebesar Rp450 triliun per tahun.
Baca SelengkapnyaBukan karena tidak lulus sidang skripsi, ia menangis karena dosen pengujinya mirip ayahnya yang sudah tiada.
Baca SelengkapnyaDosen memiliki caranya sendiri untuk melatih mahasiswanya agar bisa berpidato dengan lancar.
Baca SelengkapnyaSebanyak 20 persen dari gaji digunakan sebagai biaya pendidikan anak di kemudian hari.
Baca SelengkapnyaMasa tenang Pemilu 2024 akan berlangsung mulai Minggu, 11 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaMomen AHY blusukan ke Manado, satu hari setelah dilantik jadi Menteri ATR/BPN.
Baca Selengkapnya