Menkes Jelaskan Perubahan KRIS: Meningkatkan Standar Minimum Layanan
KRIS bertujuan untuk meningkatkan standard minimal pelayanan rawat inap di seluruh rumah sakit.
KRIS bertujuan untuk meningkatkan standard minimal pelayanan rawat inap di seluruh rumah sakit.
Menkes Jelaskan Perubahan KRIS: Meningkatkan Standar Minimum Layanan
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, soal perubahan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Hal ini terkait dengan pemerintah yang menghapus kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur peningkatan mutu standar pelayanan melalui Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
"KRIS itu tujuannya dua. Pertama itu meningkatkan standar minimum layanan sehingga di seluruh Indonesia standar minimum layanan kelas BPJS standarnya itu lebih baik, contoh satu kamar ada yang isinya enam, delapan, sekarang diwajibkan satu kamar isinya maksimal empat," kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5).
"Contoh yang kedua, Ada kamar kamar BPJS dulu yang tidak ada kamar mandinya, sekarang harus ada kamar mandi di dalam. Jadi enggak usah di luar. Contoh, dulu Tidak ada tirai-tirai pemisah, jadi privacy-nya kalau ada sakit, jerit-jerit apa sebelahnya terganggu. Sekarang ada privacynya dan ada hal-hal lain yang secara fisik bangunan kita tentukan," sambungnya.
Sehingga, KRIS itu disebutnya bertujuan untuk meningkatkan standard minimal pelayanan rawat inap di seluruh rumah sakit dan bukan untuk dihapuskan.
Kendati demikian, hal ini akan dilakukan secara bertahap dan sudah dilaksanakan uji coba selama satu tahun lebih di sejumlah rumah sakit milik pemerintah pusat, daerah dan swasta.
"Jadi kita akan role out secara bertahap. RS swasta itu kan mengerti hitung-hitungannya, nanti kita bisa lihat. Karena tujuan kita kan bukan kepentingan rumah sakitnya, itu kan yang tadi diomongin kepentingan rumah sakit ya, kita kepentingan 280 juta rakyat Indonesia," ujarnya.
Sehingga, pemerintah mengutamakan layanan rumah sakit yang harus diupgrade agar bisa lebih baik lagi dalam pelayanan untuk masyarakat Indonesia.
"Nanti kalau mereka hitung-hitungannya merasa tidak mampu, ada yang tidak mampu, yang tidak mampu dan tidak bisa berkompetisi dan mungkin tidak mau meningkatkan layanannya untuk 280 juta rakyat Indonesia, ya mereka kalau begitu lakukan untuk yang non BPJS," jelasnya.
"Kalau itu wajib, Karena apa? balik lagi Adalah untuk kepentingan 289 juta rakyat Indonesia, bukan 3.200 rumah sakit kan, kita kan pemerintah membedakannya jelas, sisinya kita ke 280 juta," pungkasnya.