Mengenal Rahmah El Yunusiyyah, Wanita Sumbar Disebut Anies Layak jadi Pahlawan Nasional
Hasril Chaniago dalam buku itu juga mengatakan, Rahmah El Yunusiyyah adalah perempuan yang dijuluki Kartini Pendidikan Islam.
Anies Baswedan Capres menyebutkan sosok wanita Sumbar, Rahmah El Yunusiyyah, layak diangkat menjadi pahlwan nasional.
Mengenal Rahmah El Yunusiyyah, Wanita Sumbar Disebut Anies Layak jadi Pahlawan Nasional
Sumatera Barat tidak hanya dikenal akan kulinernya yang lezat, dan alamnya yang indah. Sumbar merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan nasional. Hal itu tidak terlepas dari perjuangan tokoh-tokoh masa lalu yang semasa hidupnya memperjuangkan hingga mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam lawatannya ke Sumatera Barat baru-baru ini, Capres Anies Baswedan Capres menyebutkan sosok wanita Sumbar, Rahmah El Yunusiyyah, layak diangkat menjadi pahlwan nasional. Anies mengatakan, Sumatera Barat adalah Provinsi yang memiliki kontiribusi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.
Anies mengatakan, Rahmah El Yunusiyyah adalah pendiri Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang, Sumatera Barat yang memiliki jasa besar bagi bangsa Indonesia terutama di kalangan perempuan.
"Rahmah layak dijadikan Pahlawan Nasional. Ia memiliki sifat kepahlawanan dan menghargai demokrasi," kata Anies.
Sosok Rahmah El Yunusiyyah
Dinukilkan Hasril Chaniago dalam buku 101 Orang Minang di Pentas Sejarah, Rahmah merupakan perempuan kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat pada 29 Desember 1900 silam yang merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Ia lahir dari pasangan Syekh Muhammad Yunus dan Ibunya bernama Rafiah. Pada saat usia balita ayahnya meningal dunia, dan Rahmah diasuh oleh Ibunya dan kakak-kakaknya dalam lingkungan keluarga Islam yang memiliki pemikiran maju.
Rahmah menempuh pendidikan formal sampai kelas III di Sekolah Rakyat (SR) di Padang Panjang.
Kemudian setelah itu ia lebih banyak belajar sendiri dan berguru kepada ulama-ulama terkemuka pada saat itu serta kepada kakaknya sendiri Zainuddin Labay El Yunusi.
Hasril Chaniago dalam buku itu juga menyebutkan Rahmah menjalani masa remaja pada zaman Penjajahan Belanda, dimana masyarakat kala itu masih kurang berpendidikan dan masih hitungan jari penduduk pribumi yang bisa baca tulis.
Didasarkan hal itu, Rahmah memiliki pandangan bahwa wanita harus dimajukan melalui pendidikan dan hal itu bisa digapai dengan perempuan mendapatkan kesempatan pendidikan secara luas.
Tahun 1923
Pandangan Rahmah itu akhirnya mampu mengantarkannya untuk mendirikan sebuah perguruan yang dikhususkan untuk murid-murid putri pada 1 November 1923 dengan nama Madrsatul Dinijjah Lil Banat dan menjadi populer dikenal dengan nama Diniyah Putri. Pada saat itu, awal mulanya perguruan itu tidak melaksanakan pendidikan di dalam kelas, namun kemudian disebuah surau di Pasar Usang Padang Panjang, di sana muridnya belajar membaca buku-buku berbahasa dan bertulisan Arab.
Dalam tiga tahun perjalan, perguruan itu dengan cepat berkembang dan dikenal oleh masyarakat serta telah memiliki gedung sendiri, namun pada 1926 gedung itu hancur akibat gempa yang menguncang Padang Panjang dan ia berusa mendirikannya kembali. Lambat laun perguruan yang didirikannya berkembang pesat dan Rasuna Said yang juga salah satu perempuan yang telah bergelar Pahlawan Nasional pernah mengajar di Diniyah Putri yang didirikanya.
Selain mendirikan Diniyah Putri, Rahmah juga aktif dibidang pergerakan sosial, keagamaan hingga politik. Bahkan ia juga aktif dalam pergerakan menentang praktik-praktik, penindasan ataupun pengekangan yang dilakukan pemerintah Belanda.
Tahun 1935
Pada tahun 1935, Rahmah El Yunusiyyah mewakili kaum Ibu Sumatera Tenggah ke Jakarta. Dalam kongres itu ia memperjuangkan kaum Indonesia memakai selendang. Sehabis kongres ia juga mendirikan pendidikan Kaum Putri di Gang Nangka, Kwitang, di Kebon Kacang Tanah Abang di Jatinegara dan Jalan Johor.
Pada Masa Pemerintahan Jepang (1942-1845)
Pada masa pemerintahan Jepang, Rahmah aktif dalam menjalankan sekolah yang didirikanya dan juga berbagai organisasi sosial dan politik, salah satunya melalui organisasi Anggota Daerah Ibu (ADI) yang bertujuan untuk menentang Jepang mengunakan wanita sebagai penghibur untuk tentara Jepang. Selain itu, ia juga menjadi ketua Haha Nokai (Organisasi Kaum Ibu) di Padang Panjang. Kemudian ia juga menjadi anggota peninjau Sumatora Chou Sangi in (Panitia Persipan Kemerdekaan di Sumatera).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Dalam buku itu juga menerangkan, setelah Proklamsi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, Rahmah dimasukan Presiden Sukarno sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), namun hal itu gagal dipenuhinya karena tidak bisa meningalkan ibunya yang sedang sakit. Kemudian pada 2 Oktober 1945 ia menjadi salah seorang pelopor pembentukan Badan Keaman Rakyat yang kemudiam berganti nama Tentara Keamanan Rakyat di Padang Panjang.
Setelah Agresi Militer Belanda ke II, pada 7 Jannuari 1949 ia pernah ditangkap tentara Belanda karena ia dianggap sebagai sosok yang memberikan pengaruh besar dari kaum pejuang kala itu dan dibebasakan kembali sembilan bulan setelahnya. Selanjutnya Pada September 1949 ia mengikuti Konferensi Penddikan di Jakarta.
Perempuan Pertama yang Bergelar Syeikhah dari Universitas Al-Azhar Mesir
Hasril Chaniago dalam buku itu juga mengatakan, Rahmah El Yunusiyyah adalah perempuan yang dijuluki Kartini Pendidikan Islam. Julukan itu tidak terlepas dari perannya dalam mengembangkan pendidikan bagi kaum wanita. Di mana kala itu, kebanyakan perempuan buta huruf namun Rahmah El Yunusiyyah sudah mendirikan dan mengasuh Perguruan Diniyah Putri yang didiirikannya di Panjang Sumatera Barat.
Pada tahun 1955, Diniyah Putri mendapat kunjungan dari Rektor Universitas Al-Azhar Mesir yang amat mengangungkan sistem pendidikan yang dikembang Rahma, yang kemudian juga menginspirasi Universitas Al-Azhar Mesir membuka fakultas khusus untuk wanita yang diberi nama Kuliyyatul Banat. Selanjutnya pada tahun 1956, buah dari baktinya didunia pendidikan, ia dinobati sebagai perempuan yang mendapatkan gelar Syeikhah dari Universitas Al-Azhar Mesir. Kemudian pada 27 Februari Rahmah El Yunusiyyah menignggal dunia di dalam usia 68 tahun lewat dua bulan.