Mengapa rakyat puas lihat begal dibakar?
Merdeka.com - Pencurian motor dengan kekerasan atau tren disebut begal, belakangan semakin menunjukkan eksistensinya. Khusus di Jabodetabek, aksi mereka sudah benar-benar membuat warga resah.
Komplotan begal tak segan melukai bahkan membunuh korbannya. Senjata tajam jadi andalan melumpuhkan korban.
Kasus terbaru, kelompok begal beraksi di Pondok Aren pada Selasa dini hari kemarin. Saat akan melukai targetnya, korban melakukan perlawanan.
Salah satu dari empat pelaku terjatuh bersama sebilah samurai yang dipakai untuk melumpuhkan korban. Korban kemudian berteriak dan didengar warga sekitar.
Warga bergegas menuju asal suara. Dengan penuh marah, warga menghakimi pelaku hingga babak belur. Tak cukup sampai di situ, warga menyiram minyak dan membakar pelaku hingga wajahnya sulit dikenali lagi.
Polisi menyayangkan tindakan main hakim sendiri yang dilakukan warga. Tapi warga sendiri merasa puas karena aksi mereka benar-benar meresahkan dan merasa tak nyaman.
Pengamat Psikologi Forensik, Reza Indragiri, menjelaskan begal itu hanya istilah yang baru tren sekarang untuk menggambarkan komplotan pencurian motor dengan kekerasan. "Tapi sesungguhnya modus pencurian dengan kekerasan, penganiayaan, dan pembunuhan sudah lama terjadi. Hanya saja, keberadaan begal saat ini membuat kita terpukul karena yang mereka incar justru warga biasa, anak sekolah, bukan orang berada. Jadi menurut saya begal itu sudah biasa, masyarakat sudah lama berhadapan dengan masalah ini," terangnya, Jumat (27/2).
Menanggapi kepuasan warga setelah melihat pelaku begal dibakar, menurutnya juga bukan satu spesial. Di Indonesia, lanjutnya, sikap main hakim sendiri juga bukan fenomena baru.
"Justru itu menjadi bukti kurang dirasakannya kerja cepat kepolisian padahal kegelisahan masyarakat sudah merayap ke mana-mana. Jadi saya lihat keberanian warga membakar itu karena melihat hukum tidak hadir, polisi diskriminatif, terlambat, hukuman di pengadilan tak seberapa," jelasnya.
"Dengan hukum yang vakum atau disfungsi hukum, akhirnya mereka menggunakan cara sendiri untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban," tambahnya.
Dalam ilmu yang dia tekuni, aksi warga ini termasuk vigilantisme. Artinya, serangkaian tindakan sengaja dilakukan untuk menciptakan kepastian hukum, ketertiban, tapi dengan cara yang justru melanggar hukum itu sendiri "Meski membakar itu sanksi sosial yang brutal, tapi kita lihat sendiri bagaimana lambannya polisi, ketidakhadiran hukum sehingga tidak tercipta lingkungan yang kondusif sehingga memaksa mereka melakukan ketertiban dengan tindak pidana," ungkap pria berkacamata ini.
Dia juga mempertanyakan kenapa polisi begitu lamban bergerak padahal sudah serentetan kasus terjadi. Kejadian justru menimbulkan kecurigaan bisa jadi kerja polisi tak tetap sasaran, tak terbangun sistem tangga darurat, situasi kontemporer di internal, sehingga yang terjadi demoralisasi dan demotivasi," ujarnya curiga.
Sebagai solusi, dia menyarankan polisi tidak segan melakukan tembak di tempat sebagai jawaban dari ketakutan masyarakat. Selain itu membangun sistem respons darurat, seperti perbanyak CCTV dan aktifkan lagi nomor telepon darurat yang lama gak dibangun," saran pria yang juga dosen di Universitas Binus.
Selain itu dia juga menyarankan agar operasional kepolisian yang realistis mengingat kondisi dan lalulintas di kawasan Jakarta. "Jadi jangan perbanyak mobil patroli, tapi sepeda kayu, sepeda motor, dan sepatu roda," papar Reza.
(mdk/has)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
FOTO: Harga Beras Mahal, Emak-Emak Berdaster Geruduk Bawaslu Tuntut Dugaan Politisasi Bansos Diusut Tuntas
Mereka mengkritisi kenaikan harga bahan pokok, terutama beras, setelah pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaFOTO: Beras Makin Mahal, Ribuan Karung Bantuan Pangan Disalurkan untuk Warga Tanjung Priok
Penyaluran bantuan Cadangan Beras Pemerintah ini dilakukan untuk meringankan beban masyarakat di tengah kenaikan harga beras.
Baca SelengkapnyaBenar-Benar Durhaka, Ini Tampang Anak Tega Bunuh Ibunya Sendiri di Medan Lalu Dikuburkan di Belakang Rumah
Wen Pratama (33), warga Kota Medan, Sumatera Utara ditangkap polisi usai tega membunuh ibu kandungnya sendiri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Beras Bulog Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, Cak Imin: Memalukan Tak Punya Etika
Beras Bulog Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, Cak Imin: Memalukan Tak Punya Etika
Baca SelengkapnyaFOTO: Aksi Massa Geruduk Kantor Bawaslu Tolak Hasil Pemilu 2024 yang Dianggap Curang
Dalam aksinya massa menuntut untuk menolak hasil Pemilu 2024 yang dianggap penuh kecurangan.
Baca SelengkapnyaKrisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri
Banyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca SelengkapnyaGejala Tahi Lalat Berbahaya dan Cara Mengatasinya, Perlu Diketahui
Tahi lalat umum terjadi, namun bisa berubah menjadi kondisi berbahaya.
Baca SelengkapnyaAsal Usul Pelabuhan Merak Banten, Dulu Dipakai Belanda untuk Redam Pemberontakan Rakyat
Begini cerita awal pelabuhan Merak yng dipakai Belanda untuk meredam pemberontakan rakyat.
Baca SelengkapnyaHeboh Gundukan bak Gunung Baru Muncul Usai Gempa Bawean Jatim, Ini Penjelasan Ahli
Gundukan yang diduga gunung berapi itu beberapa kali diunggah di media sosial dan diberi nama Bledug Kramesan.
Baca Selengkapnya