Meneladani Kesederhanaan Artidjo Alkostar, Naik Bajaj ke Kantor dan Hidup Ngontrak
Merdeka.com - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Artidjo Alkostar berpulang. Semasa hidup mantan Hakim Agung itu dikenal bersih dan tegas terhadap koruptor. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam.
Sosok Artidjo layak diteladani. Sepak terjangnya begitu ditakuti oleh penjahat kerah putih. Berbagai upaya suap untuk mempengaruhi putusan sama sekali tidak mempan.
Artidjo pernah dilobi pihak berpekara saat masih aktif di Mahkamah Agung (MA). Dengan tegas Artidjo mengusir si pemberi suap. Dia juga menolak mentah-mentah pemberian cek kosong yang bebas diisi nominalnya.
Selain kisah ketegasan, ada juga cerita kesederhanaan Artidjo. Saat awal menjadi Hakim Agung, Artidjo bahkan sering naik bajaj atau taksi untuk menuju kantornya. Hal itu karena di awal kariernya, hakim agung belum mendapatkan kendaraan dinas.
Bahkan, karena belum juga mendapat fasilitas rumah dinas dari MA, Artidjo mengontrak sebuah rumah di perkampungan di Kramat Kwitang, Jakarta Pusat, di belakang deretan bengkel las.
Kesederhanaan dan kejujuran telah menempa Artidjo. Berangkat dari padepokan kesederhanaan dan kejujuran itu kini Artidjo menjadi Hakim Agung yang tanpa ampun menghukum koruptor. Vonis ringan yang dijatuhkan hakim di bawahnya dia rombak dan tetap dengan argumen hukum yang kuat.
Artidjo meninggal dunia karena menderita penyakit jantung dan paru-paru. "Ya, beliau meninggal dunia karena penyakit jantung dan paru-paru," tutur Menko Polhukam Mahfud, Minggu (28/2).
Sebelum menjadi hakim agung, Artidjo aktif sebagai dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan advokat. Sebagai seorang advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992), dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).
Alumnus FH UII angkatan 1976 ini juga pernah menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989. Artidjo juga pernah menempuh pendidikan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan. Artidjo juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Pulang dari Negeri Paman Sam, Artidjo lalu mendirikan kantor pengacara yang dia namakan Artidjo Alkostar and Associates. Namun pada tahun 2000, pria berdarah Madura ini harus menutup kantor hukumnya karena terpilih sebagai hakim agung.
Artidjo hingga saat ini masih mengajar di kampus almamaternya. Artidjo mengajar setiap Sabtu, dari pagi hingga malam hari. Mantan aktivis HMI ini mengajar hukum acara pidana dan etika profesi serta mengajar mata kuliah HAM untuk S2. Artidjo biasa pulang ke Yogyakarta Jumat sore dan dijemput keponakannya di bandara dengan menggunakan motor.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kejagung telah menetapkan belasan orang sebagai tersangka dalam perkara ini
Baca SelengkapnyaPeran Adik Kakak Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie dan Fandy Lingga dalam Kasus Korupsi Timah
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung Tetapkan Satu Tersangka Korupsi Importasi Gula
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
2 Perusahaan BUMN tersebut sedang menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaMenko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi panggilan sebagai saksi oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menetapkan enam tersangka korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Baca SelengkapnyaKepala Bagian (Kabag) KPK, Ali Fikri menyebut kedua hakim hadir saat pemeriksaan pada Senin (25/3).
Baca SelengkapnyaSudah ada sembilan tersangka dari puluhan saksi diperiksa Kejagung,
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menegaskan tetap netral di Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya