Kuasa hukum Novanto: KPK kebakaran jenggot, takut hadapi praperadilan
Merdeka.com - Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi protes keras atas langkah Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan berkas perkara kliennya untuk kasus megakorupsi proyek e-KTP sudah dinyatakan lengkap atau P21. Alasannya, belum semua saksi yang diminta Novanto dipanggil dan diperiksa.
Fredrich melihat, langkah KPK ini karena ketakutan menghadapi praperadilan yang dijadwalkan berlangsung Kamis (7/12). "Ya karena mereka takut aja. Mereka kebakaran jenggot," tegas Fredrich di gedung merah putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (6/12).
Dia menuding KPK menggunakan segala cara untuk menggugurkan praperadilan. Salah satunya dengan mempercepat proses penyelesaian berkas berkara. Tujuannya agar praperadilan yang diajukan Novanto atas status tersangka, gugur.
"Kenapa mereka ketakutan seperti itu? Dari sini kan kita bisa lihat mereka lakukan segala cara segala upaya untuk menghindari praperadilan. Tapi saya yakin pengadilan akan tetap dijalankan sebagaimana mestinya," ujar Fredrich.
Fredrich yakin praperadilan tidak serta merta gugur sekalipun berkas perkara sudah dilimpahkan ke penuntutan. Sesuai Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP yang berbunyi 'Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur'
Jika berdasarkan aturan itu, maka praperadilan baru gugur saat sidang perdana terlaksana. "Insya Allah doakan supaya bisa menang (praperadilan). Kan orang bilang kalau sudah di P21 itu gugur yang ngomong siapa? Belajar hukum yg bener lah," ucapnya.
Dikutip dari www.mahkamahkonstitusi.go.id, Rabu (22/11), untuk menghindari perbedaan penafsiran dan implementasi, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan, perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa/pemohon praperadilan. Bagi Mahkamah, penegasan ini sebenarnya sesuai hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.
Atas dasar itu, Mahkamah berpendapat norma Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang berbunyi, "dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur" adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa "perkara sudah mulai diperiksa" tidak diartikan telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan dimaksud.
Demi terciptanya kepastian hukum, Mahkamah memberikan penafsiran yang menegaskan mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo, yaitu 'permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan'.
"Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa 'suatu perkara sudah mulai diperiksa' tidak dimaknai 'permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan'," ujar Arief.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK ingatkan pasangan Prabowo-Gibran dalam hal memperkuat KPK
Baca SelengkapnyaGus Mudhlor ditetapkan KPK sebagai tersangka seteah diduga terlibat melakukan pemotongan dana insentif ASN.
Baca SelengkapnyaArief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyebut alokasi anggaran pada rencana umum pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mencapai Rp1.200 triliun.
Baca SelengkapnyaDKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaAS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaPermintaan maaf tersebut dibacakan langsung oleh para pegawai yang dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Baca SelengkapnyaMenang Sengketa Pilpres di MK, Prabowo: Kita Lakukan Persiapan untuk Menghadapi Masa Depan
Baca Selengkapnya