Kronologi Siswi SD Tewas Usai Pankreas Pecah karena Jatuh Diduga Dibully Teman
Keluarga korban melaporkan kasus dugaan perundungan tersebut ke polisi.
Kronologi itu dituturkan ibu korban.
Kronologi Siswi SD Tewas Usai Pankreas Pecah karena Jatuh Diduga Dibully Teman
Seorang siswi SD di Kecamatan Karanggeneng, Lamongan, Jawa Timur, pankreasnya rusak dan meninggal dunia diduga akibat dibully teman sekolahnya. Berikut kronologi versi orang tua korban.
Chresa Sulistiana (35), ibu korban mengatakan, kejadian itu bermula saat anaknya mendapatkan perlakuan bullying dari teman sekolahnya pada 19 Februari 2024 lalu. Saat itu, korban mencoba menghindar saat diajak bercanda dengan temannya.
Korban berlari, tapi kemudian pelaku mendorongnya. Badan korban lantas jatuh membentur sudut tangga keramik menuju sekolah.
"Jadi ceritanya, anak saya ini posisinya menghindari temannya itu kerena tidak mau diajak bercanda. Dia lari habis itu didorong dan jatuh, ulu hatinya kena benturan undak-undakan (tangga) pinggiran keramik," kata Chresa, Sabtu (4/5).
Pihak sekolah kemudian menghubungi Chresa, mengabarkan bahwa korban sedang dirawat di puskesmas akibat terjatuh. Saat Chresa tiba di sekolah, anaknya sudah mengeluh kesakitan sambil memeganggi perut.
"Saya tanya ke wali muridnya. Ini anak saya kenapa kok jatuh sampai gini, anak saya megangin perut sambil sesak napas. Terus wali kelasnya bilang, 'biasa mbak anak-anak bercanda'. Saya pikir bercanda kok sampai lihat di perutnya sampai ada goresan babras (luka)," ucap Chresa.
Puskesmas kemudian merekomendasikan agar ARS dibawa ke rumah sakit (ARS).
Chresa lalu melarikan anaknya ke RS Muhammadiyah Lamongan. Sementara korban terus mengeluh kesakitan dan sesak napas.
ARS kemudian dirawat beberapa hari di RS Muhammadiyah Lamongan dan menjalani rontgen dan computerized tomography (CT) scan. Hasil diagnosa dokter menyebut organ pankreas robek.
"Dan setelah dikasih tahu hasil CT scan itu di pankreasnya ada kayak robekan," ujar Chresa.
Karena luka dan kondisi ARS yang parah, Chresa menuturkan, anaknya kemudian dirujuk ke RSUD dr Soetomo Surabaya, 23 Februari 2024. Dokter juga mendiagnosa pankreas korban mengalami robek dan tak bisa berfungsi dengan baik.
"Sementara dari (rumah sakit) Soetomo pun dikasih tahu kalau pankreasnya pecah akibat benturan itu tadi," ujar Chresa.
Chresa mengatakan, anaknya tidak bisa makan sama sekali. Urinenya mengeluarkan warna merah dan lambungnya terus menerus mengeluarkan cairan berwarna hijau. Anaknya juga tak bisa menahan buang air besar.
"Anak saya masih bisa ngomong, ngomong ke dokter kalau didorong sama teman pas waktu melaksanakan upacara," kata Chresa.
Usai dirawat di RSUD dr Soetomo, ARS mengembuskan napas terkahirnya pukul 19.22 WIB, Senin, 11 Maret 2024, atau awal Ramadan lalu.
Chresa merasa terpukul atas kepergian anaknya. Chresa menyayangkan mengapa peristiwa ini bisa terjadi. Saat korban pertama kali mengalami dorongan hingga akhirnya meninggal, dia beberapa kali mempertanyakan kasus ini ke pihak sekolah.
Namun, kata dia, alih-alih mengusut peristiwa ini dan memberikan sanksi ke pelaku, pihak sekolah hanya menyebut peristiwa ini merupakan candaan anak-anak belaka.
Ia pun melaporkan kejadian yang menewaskan anaknya itu ke Polres Lamongan. Laporannya pun sudah diterima dengan LP: LP-B/137/V/2024/SPKT/POLRES LAMONGAN/POLDA JAWA TIMUR, Kamis (2/5).
Dia berharap mendiang anaknya memperoleh keadilan, dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini bertanggung jawab di mata hukum.
“Harapan saya untuk mendapat keadilan, apakah si sekolah membenarkan bullying begitu sampai meregang nyawa. Kita seorang ibu sampai anak tidak ada, saya masih merasa shock, masih merasa kehilangan,” tutur Chresa.