KPK: Pemberantasan Korupsi Harus Kompak Hulu ke Hilir Termasuk Remisi Napi Korupsi
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pemberantasan korupsi harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir termasuk dalam pemberian remisi bagi narapidana kasus korupsi.
"Menanggapi pandangan bahwa terpidana korupsi berhak mendapatkan remisi, kami sampaikan bahwa pemberantasan korupsi sepatutnya kita maknai sebagai siklus dari hulu ke hilir yang saling terintegrasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (1/10).
Ali menyampaikan hal tersebut terkait putusan Mahkamah Konstitusi pada Kamis (30/9) terhadap uji materiil yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi Otto Cornelis Kaligis (OC) Kaligis terkait syarat pengurangan masa pidana (remisi) bagi narapidana.
MK memutuskan menolak permohonan pengujian materiil Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada Kamis (30/9) namun menyatakan semua narapidana memiliki hak untuk mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali.
"Dalam penanganan suatu perkara, pada prinsipnya KPK fokus pada tupoksinya yakni penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan pengadilan. Selanjutnya pembinaan terhadap narapidana korupsi sepenuhnya menjadi kewenangan Ditjen Pemasyarakatan," tambah Ali.
Ali menegaskan bahwa perkara korupsi adalah "extra ordinary crime" yang bukan saja harus diusut demi rasa keadilan, tapi juga harus dapat memberikan efek jera kepada pelaku, menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar mencegah perbuatan serupa terulang, serta bisa memberi manfaat bagi negara melalui pemulihan asetnya.
Konsep tersebut menurut Ali selaras dengan strategi trisula pemberantasan Korupsi yang memadankan upaya penindakan-pencegahan-pendidikan, demi mewujudkan pemberantasan korupsi yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
"Maka syarat keberhasilan pemberantasan korupsi tersebut adalah komitmen dan dukungan penuh seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, pembuat kebijakan, lembaga peradilan, aparat penegak hukum, dan segenap elemen masyarakat," ungkap Ali.
Dalam uji materiil tersebut, OC Kaligis menguji pasal 14 ayat (1) huruf i UU 12 tahun 1995 yang berisi "Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah" terhadap Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara".
Peraturan Pemerintah yang mengatur pemberian remisi adalah PP No 99 Tahun 2012 yang mengatur syarat remisi bagi terpidana koruptor salah satunya adalah ditetapkan sebagai "justice collaborator" yaitu pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara.
Dalam putusannya, MK berpendapat, penahanan atas diri pelaku tindak pidana, termasuk dalam hal ini menempatkan warga binaan dalam lembaga pemasyarakatan pada dasarnya merupakan perampasan hak untuk hidup secara bebas yang dimiliki oleh seseorang.
Meskipun demikian, pemberian hak tersebut tidak lantas menghapuskan kewenangan negara untuk menentukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh warga binaan karena hak tersebut merupakan hak hukum (legal rights).
"Namun, persyaratan yang ditentukan tidak boleh bersifat membeda-bedakan dan justru dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan, selain juga harus mempertimbangkan dampak 'overcrowded' di Lapas yang juga menjadi permasalahan utama dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Karena itu, menurut Mahkamah, adanya syarat-syarat tambahan di luar syarat pokok untuk dapat diberikan remisi kepada narapidana seharusnya lebih tepat dikonstruksikan sebagai bentuk penghargaan (reward) berupa pemberian hak remisi (tambahan) di luar hak hukum yang telah diberikan berdasarkan UU 12/1995.
"Sampai pada titik tersebut segala kewenangan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan persidangan pengadilan telah berakhir, dan selanjutnya menjadi ruang lingkup sistem pemasyarakatan, sehingga hal-hal tersebut kehilangan relevansinya apabila dikaitkan dengan syarat pemberian remisi bagi narapidana. Terlebih, kewenangan untuk memberikan remisi adalah menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan," jelas Hakim Suhartoyo.
Dia menyebut tugas pembinaan terhadap warga binaannya tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain, apalagi bentuk campur tangan yang justru akan bertolak-belakang dengan semangat pembinaan warga binaan.
"Artinya, lembaga pemasyarakatan di dalam memberikan penilaian bagi setiap narapidana untuk dapat diberikan hak remisi harus dimulai sejak yang bersangkutan menyandang status warga binaan, dan bukan masih dikaitkan dengan hal-hal lain sebelumnya ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan tidak bersifat diskriminatif karena hanya memuat rincian tentang hak-hak narapidana, termasuk hak untuk mendapatkan remisi (huruf i), tanpa disertai kondisi atau persyaratan terpenuhinya hak tersebut," jelas Hakim Suhartoyo.
(mdk/dea)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaAkui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaAda 431 Kasus Korupsi Diusut Polisi di Tahun 2023, Kerugian Negara Capai Rp3,6 Triliun
Polri juga menetapkan 887 tersangka tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) sepanjang tahun 2023.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
2 Kali Mangkir Dipanggil KPK, Shanty Alda Berpotensi Dijemput Paksa Terkait Dugaan Suap Gubernur Malut
Ia dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Januari dan 20 Februari 2024
Baca SelengkapnyaDitetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi, Begini Reaksi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menyatakan menghormati langkah (KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka korupsi.
Baca SelengkapnyaSudah Naik Penyidikan, KPK Beberkan Modus Korupsi LPEI Rugikan Negara Rp3,4 Triliun
KPK membeberkan ada tiga perusahaan terlibat terindikasi fraud atau kecurangan hingga mengakibatkan negara rugi Rp3,4 triliun.
Baca SelengkapnyaKPK Cegah 7 Orang ke Luar Negeri Terkait Korupsi Pengadaan Rumah Dinas DPR RI
Terhadap ketujuh orang tersebut dicegah untuk enam bulan pertama hingga bulan Juli 2024 mendatang.
Baca SelengkapnyaJelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaKPK Beberkan Baru 29,55 Persen Legislator yang Lapor LHKPN, 6 Menteri Jokowi Belum Setor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tahun 2023
Baca Selengkapnya