Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

KPK belum terima surat permintaan datangkan Miryam dari Pansus DPR

KPK belum terima surat permintaan datangkan Miryam dari Pansus DPR Gedung KPK. ©2014 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima surat permintaan dari Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket yang berniat mendatangkan mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani.

"Sampai saat ini kami belum terima surat permintaan tersebut. Nanti kami lihat dulu surat itu dasarnya apa, kami akan pelajari lebih lanjut kebutuhannya apa. Sebagai lembaga penegak hukum, kami ingin memastikan dulu apa pun yang dilakukan harus sesuai aturan hukum yang berlaku," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (16/6).

Soal kemungkinan KPK terkena Pasal Penyanderaan dalam KUHP jika tidak mengizinkan Miryam datang dalam rapat Pansus, Febri menyatakan KPK tetap akan membaca terlebih dahulu surat permintaan itu.

"Kami belum terima suratnya, tentu kami harus baca dulu isi suratnya seperti apa dan baru kami pertimbangkan lebih lanjut," ucap Febri.

Sementara terkait tindakan hukum yang akan diambil menyikapi hak angket itu, Febri mengatakan KPK akan memutuskannya setelah mengambil kesimpulan dari semua masukan dari para ahli hukum yang mengkaji keabsahan hak angket itu.

"Dengan satu catatan penting KPK harus mematuhi peraturan Undang-Undang yang berlaku dan yang terpenting aspek independensi KPK tidak terganggu. Tindakan hukumnya apa nanti akan kami tentukan lebih lanjut," jelas Febri.

Menurut Febri, KPK tetap menghormati seluruh kewenangan yang dimiliki oleh DPR, namun KPK sebagai lembaga hukum harus bertindak sesuai aturan hukum yang berlaku.

Sebelumnya, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai pembentukan Panitia Khusus Hak Angket di DPR RI merupakan cacat hukum.

"Cacat hukum karena tiga hal pertama karena subjeknya yang keliru, kedua karena objeknya yang keliru, dan ketiga prosedurnya yang salah," kata Ketua Umum DPP APHTN-HAN Mahfud MD saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6).

Soal subjeknya yang keliru, Mahfud mengatakan secara historis hak angket itu dulu hanya dimaksudkan untuk pemerintah.

"Dulu kan pertama kali di Inggris itu untuk pemerintah. Lalu di Indonesia diadopsi pada 1950 ketika sistem parlementer untuk keperluan mosi tidak percaya kepada pemerintah lalu diadopsi di dalam UUD yang sekarang hak angket itu tetapi tetap konteksnya pemerintah karena tidak mungkin DPR itu mengawasi yang bukan pemerintah," tuturnya.

Selanjutnya terkait objeknya yang keliru, ia menilai bahwa di dalam Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang MD3 menyebutkan hak angket itu untuk menyelidiki pelaksanaan Undang-Undang dan/atau kebijakan pemerintah.

"Di situ disebut dipenjelasannya bahwa siapa itu pemerintah mulai presiden, wakil presiden, para menteri, jaksa agung, kapolri, dan lembaga pemerintah nonkementerian. Basarnas, LIPI, Wantimpres itu lembaga pemerintah nonkementerian. Tetapi di luar itu bukan lembaga pemerintah seperti KPK itu bukan lembaga pemerintah," kata Mahfud.

Terakhir menyangkut masalah prosedur, Mahfud menyatakan prosedur pembuatan Pansus Hak Angket itu diduga kuat melanggar undang-undang.

"Karena pertama menurut yang disiarkan di media massa pada waktu itu dipaksakan prosedurnya. Ketika itu masih banyak yang tidak setuju tiba-tibak diketok. Seharusnya di dalam keadaan belum bulat suaranya mestinya kan divoting ditanya dulu, nah itu dianggap sebagai manipulasi persidangan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Menurut dia, Pansus Hak Angket itu juga terkesan dipaksakan karena baru ada tujuh fraksi di DPR RI yang mengirimkan wakilnya. "Padahal menurut Pasal 201 Ayat 3 Undang-Undang MD3 harus semua fraksi ada di dalam panitia itu, kalau itu dipaksakan berari melanggar juga prosedur yang ada," ucap Mahfud.

KPK juga telah mengundang ahli hukum pidana Indriyanto Seno Adji untuk membahas keabsahan Hak Angket KPK itu.

Indriyanto menyatakan yang menjadi salah satu pembicaraan dengan KPK tadi adalah mengenai keabsahan hak angket karena belum terwakilinya semua fraksi tersebut.

"Pembicaraan ini masih kami tunggu dari ahli lainnya. Jadi soal keabsahannya masih kami bicarakan. Persoalan ini masih kami dalami," ucap mantan Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK tersebut.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik.

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel.

KPK telah menetapkan Miryam sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-e) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta.

(mdk/msh)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.

Baca Selengkapnya
Peta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR

Peta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR

Wacana hak angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024 masih bergulir.

Baca Selengkapnya
Tak Proses Dua Pengaduan Pelanggaran Pemilu, Komisioner Bawaslu Dilaporkan Tim Hukum Timnas AMIN ke DKPP

Tak Proses Dua Pengaduan Pelanggaran Pemilu, Komisioner Bawaslu Dilaporkan Tim Hukum Timnas AMIN ke DKPP

Kedua pengaduan itu telah dilaporkan ke Bawaslu RI pada 19 Februari 2024 dan dibalas pada 22 Februari 2024, dengan status laporan tidak memenuhi syarat materil.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Diperiksa KPK, Ahmad Muhdlor Ali: Semoga jadi Awal Kebaikkan Sidoarjo

Diperiksa KPK, Ahmad Muhdlor Ali: Semoga jadi Awal Kebaikkan Sidoarjo

Pemeriksaannya terjeda beberapa saat karena bertepatan salat Jumat.

Baca Selengkapnya
Emil Dardak Tegaskan Pencalonan Gibran Tidak Terkait Putusan DKPP

Emil Dardak Tegaskan Pencalonan Gibran Tidak Terkait Putusan DKPP

Apa yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya
KPK Bahas Peluang Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali Jadi Tersangka Pemotongan Dana ASN

KPK Bahas Peluang Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali Jadi Tersangka Pemotongan Dana ASN

Ketika penyidik merasa telah terpenuhi alat bukti, maka tentu kedua penyelenggara negara itu akan ditetapkan sebagai tersangka.

Baca Selengkapnya
Dieksekusi, 78 Pegawai KPK Serentak Minta Maaf Terlibat Pungli di Rutan

Dieksekusi, 78 Pegawai KPK Serentak Minta Maaf Terlibat Pungli di Rutan

Permintaan maaf tersebut dibacakan langsung oleh para pegawai yang dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Baca Selengkapnya
Gerindra Doakan Perjuangan PPP untuk Bertahan di Parlemen Melalui MK Membuahkan Hasil Positif

Gerindra Doakan Perjuangan PPP untuk Bertahan di Parlemen Melalui MK Membuahkan Hasil Positif

Untuk rencana pertemuan, hingga kini belum menemukan waktu yang pas untuk dilaksanakan.

Baca Selengkapnya
Buruh di-PHK dan THR Tidak Dibayar Jelang Lebaran, Ayo Laporkan ke Sini

Buruh di-PHK dan THR Tidak Dibayar Jelang Lebaran, Ayo Laporkan ke Sini

Layanan pengaduan itu dibuka Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Baca Selengkapnya