Kisah Riyati, pengrajin cobek batu dari Gunung Arjuno
Merdeka.com - Riyati (52) sudah puluhan tahun menjadi pengrajin cobek batu di Malang, Jawa Timur. Hidupnya bergantung dari memproduksi alat dapur pembuat sambal tersebut.
Keterampilan membuat cobek batu sudah warisan turun-temurun dan menjadi mata pencarian. Bahkan tidak pernah tahu, sejak kapan orangtua dan masyarakat sekitar rumahnya menjadi pengrajin cobek.
"Sudah turun-temurun, saya sendiri tidak tahu sejak kapan warga di sini mulai membuat cobek," kata Riyati di sela menghaluskan cobek buatannya di belakang rumahnya, Dusun Bodean Putuk, Desa Toyomarto, Kabupaten Malang, Rabu (3/8).
Warga Dusun Petung Wulung dan Bodean Putuk, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang menjadi pusat perajin cobek. Ratusan warga kedua dusun tersebut hidup dari proses produksi cobek batu, mulai kuli angkut batu, pemecah batu sampai menjualnya ke sejumlah kota.
Batu-batu bahan cobek diperoleh dari para penambang di lereng Gunung Arjuno. Batu tersebut dibeli dengan kisaran harga antara Rp 380 ribu sampai Rp 400 ribu per pikap, dengan bergantung jarak tempuh ke rumah pengrajin.
Perajin cobek Gunung Arjuno ©2016 merdeka.com/darmadi sasongko"Saya paling hanya habis satu mobil pikap setiap bulan," kata Riyati yang diamini suaminya, Jernadu (61).
Proses awal pembuatan cobek batu, kata Riyati, memecah bahan menjadi lebih kecil, sehingga mudah dipotong-potong sesuai ukuran cobek yang diinginkan. Satu per satu, batu akan dibentuk dengan menggunakan tatah layaknya pengukir.
Batu dibentuk sampai mendekati bentuk cobek, yakni bundar dan cekung di bagian tengahnya. Semua sisi tidak rata, tetapi sudah terbentuk seperti yang diinginkan.
"Bentuknya sampai setengah jadi. Baru kemudian dihaluskan dengan mesin gerinda," kata Riyati.
Sehari-hari, Riyati bertugas menghaluskan permukaan cobek dengan mesin gerinda, sampai kondisi siap jual. Sekitar 15 cobek segala ukuran berhasil diselesaikan dalam sehari.
Saat bekerja, seluruh tubuhnya tertutup, kecuali mata. Karena debu hasil gesekan gerinda dan batu bahan cobek akan berterbangan. Tangan dan kakinya harus menahan beratnya batu dan tekanan mesin gerindra.
"Sudah biasa, memang begini pekerjaannya," katanya saat ditanya pengaruh debu pada kesehatannya.
Riyati dan suaminya berbagi peran dengan adiknya, yang konsentrasi 'thetek' atau membentuk cobek. Dia hanya menghaluskan saja dengan mesin gerinda sumbangan pemerintah. Sebelumnya sepenuhnya menggunakan tatah dan tangan.
"Kalau saya dan suami, menghaluskan saja. Adik saya yang membuat di rumahnya," katanya.
Cobek-cobek tersebut dibuat dengan empat ukuran yang dijual Rp 15 ribu, Rp 20 Ribu, Rp 25 Ribu dan Rp 100 ribu. Setiap minggu akan ada tengkulak yang datang mengambil. Bahan satu pikap batu akan menghasilkan antara 100 sampai 110 cobek berbagai ukuran.
"Kalau kami, masih punya sapi. Harus cari rumput, di luar membuat cobek. Beberapa orang di sini ada juga yang benar-benar bergantung dari membuat cobek batu," katanya.
Lewat keterampilan membuat cobek, keluarga Jernadu dan Riyati berhasil membesarkan ketiga anaknya. Bahkan orang-orang di desa mereka juga membesarkan anak-anaknya dengan cobek batu.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ternyata cobek batu tak cukup hanya dibersihkan dengan air saja, butuh teknik tersendiri untuk merawatnya.
Baca SelengkapnyaDengan berat bendera hampir 1 ton, bendera ini pun harus digotong banyak orang untuk memasukkannya ke dalam kotak kayu.
Baca SelengkapnyaBukit ini berada di atas ketinggian, dengan hamparan pohon pinus yang berjajar rapi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Permen karet zaman purba ini terbuat getah pohon damar.
Baca SelengkapnyaJerawat bukan hanya masalah kulit, tetapi juga masalah percaya diri. Ternyata, ada banyak cara alami untuk mengatasi bekas jerawat dengan bahan alami.
Baca SelengkapnyaBangunan tersebut telah tiga kali beralih fungsi sebelum dijadikan pabrik cokelat terkenal.
Baca SelengkapnyaCukup memanfaatkan satu bahan masak, minyak goreng yang sudah digunakan dan berwarna gelap bisa dijernihkan kembali. Yuk, kita telusuri prosesnya.
Baca SelengkapnyaTeramati kolom abu setinggi 800 meter dari puncak gunung dan guguran material ke arah Besuk Kobokan.
Baca SelengkapnyaDi puncak gunung ini, ratusan anggota Brimob melalui berbagai tempaan dan upacara untuk mendapatkan baret biru.
Baca Selengkapnya