Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah reuni wartawan BBC dengan korban tsunami setelah 10 tahun

Kisah reuni wartawan BBC dengan korban tsunami setelah 10 tahun Reuni wartawan BBC. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - 26 Desember 2014 mendatang tepat 10 tahun peristiwa Tsunami Aceh terjadi. Kejadian yang menelan ratusan ribu jiwa itu masih teringat jelas diingatan para korban selamat atau relawan.

Salah satu yang mengenang peristiwa pilu itu adalah wartawan BBC Andrew Harding. Dia kembali ke Aceh setelah 10 tahun bencana tsunami dan bertemu lagi dengan salah seorang anak korban tsunami Mawardah Priyanka.

Dikutip dari BBC, Selasa (23/12), Andrew mengisahkan perjalanan dia ke Aceh. Dia melihat saat ini di sepanjang jalan dipenuhi dengan pepohonan dan desa-desa kecil.

"Ketika kami menghentikan kendaraan di daerah pinggiran, saya berdiri di tepi jalan di atas bukit sembari mencari wajah yang saya kenali--dan memikirkan betapa banyak perubahan yang terjadi," kata Andrew

"Sepuluh tahun yang lalu, saya ingat situasinya sangat berbeda. Beberapa hari setelah tsunami - ketika semuanya rata - dari sini Anda dapat melihat ke segala arah - termasuk laut, yang berjarak sekitar dua kilometer di bagian barat dan juga ibu kota Banda Aceh," imbuhnya,

Dia pun masih mengingat bagaimana lumpur, puing, serta kesengsaraan ada di mana-mana. Para relawan mulai mencari jenazah, dan ratusan mayat terbaring di jalanan.

Berikut cerita Andrew dalam reuni yang mengharukan dengan korban Tsunami Aceh yang dia temui 10 tahun silam saat si gadis cilik itu duduk di tenda pengungsian:

Di tenda darurat pengungsi yang didirikan dekat masjid, saya pertama kali bertemu dengan Mawardah Priyanka. Saat itu dia berusia 11 tahun, kelelahan, sangat kotor, dan sendirian.

Kedua orangtuanya meninggal karena gelombang tsunami - yang diperkirakan setinggi 35 meter - menimpa rumah mereka di desa di pesisir Lampuuk.

Beberapa hari kemudian dia menemukan kakaknya, Mutiyah, 16 tahun, masih hidup.

Permukiman yang dibangun dengan bantuan asing di Lhoknga Aceh

Dalam beberapa bulan selanjutnya, saya tetap saling berkabar dengan dua bersaudara tersebut selagi mereka pindah ke tenda pengungsian, lalu ke tenda mereka sendiri, dan kemudian ke rumah baru yang dibangun oleh lembaga amal Oxfam.

Mawardah kembali ke sekolah. Adapun Mutiyah menikah dan pindah. Kakak mereka yang lebih tua, Ita, pindah ke rumah mereka di Lhoknga. Tetapi, selama delapan tahun, saya kehilangan kontak mereka.

Sulit bagi saya untuk menentukan arah ketika saya berjalan di tempat yang dulu sangat berlumpur. Sekarang di tempat itu ada jalan raya, dengan jembatan baru di atas sungai kecil.

Di sebelah kanan, saya melihat bangunan rumah - sangat sederhana, berdinding kayu dan beratap seng. Seseorang berteriak bahwa ada orang asing datang, dan tiba-tiba sosok yang tinggi dengan berseri-seri dengan tergesa-gesa keluar dari rumah.

Reuni yang membahagiakan, mengharukan - dan sempat beberapa saat janggal - bagi kami berdua.

Saya melihat bagaimana sosok Mawardah kecil telah berubah tentu bertambah tinggi dan betapa kehadiran saya berarti bagi dia dan bagi saudarinya Mutiyah yang tiba dari daerah lain, dua hari kemudian.

Saya merasa bersalah karena tidak berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengontak mereka kembali ketika jaringan asing mulai meninggalkan provinsi itu.

"Tidak ada yang peduli terhadap saya - tidak ada yang mencintai saya seperti orangtua saya," kata Mawardah sambil menangis keesokan harinya.

Tsunami menghancurkan jejak orangtuanya - tidak tersisa foto ibu atau ayahnya. Sedangkan Ita harus menghidupi keluarga, seringkali meninggalkan Mawardah sendirian.

Tetapi kemudian, tampak jelas bahwa bencana yang menyapu kehidupan Mawardah, juga berdampak positif. Pada usia 21 tahun, dia menjadi sosok perempuan muda yang percaya diri, cerdas dan berambisi.

Dia meraih sejumlah beasiswa dari perusahaan semen lokal (yang dibangun kembali setelah tsunami) dan kuliah jurusan bahasa Inggris di sebuah perguruan tinggi swasta di Banda Aceh.

Selama dua hari, kami mengobrol di rumah kecilnya, berkunjung ke sekolah dan makan siang dengan teman-teman dekatnya, saya belajar lebih banyak tentang cobaan dan komplesitas hidupnya, dan itu membawa saya memahami bahwa pengalaman Mawardah merupakan cerminan keadaan di Aceh dalam satu dekade setelah tsunami.

Di sana pertama kali dibangun rumah, satu dari 140.000 unit yang dibangun dengan bantuan dana internasional sebanyak USD 7 milliar untuk Aceh.

Rumah Marwadah dibangun dengan cepat dan atapnya tampak bocor, tembok tipis. Dan saya ingat sejumlah pertengkaran yang tidak pantas di awal masa pembangunan rumah-rumah untuk para korban tsunami yaitu mengenai keluarga mana yang akan memiliki hak atas rumah.

Tetapi, bangunan itu akhirnya sesuai dengan peruntukannya, dan keluarga kemudian mengakui bahwa rumah mereka lebih baik dibandingkan yang mereka miliki sebelum 2004.

Di tempat lain, banyak rumah tidak ditempati - bangunan itu dibangun di tengah kebingungan karena koordinasi yang buruk, dan seringkali bersaing antar lembaga bantuan, memiliki banyak uang dan terkadang lebih memikirkan menghabiskannya dengan cepat dibandingkan mengetahui keinginan komunitas lokal.

"Saya memberikan (skor untuk) upaya bantuan 65 (dari 100)," kata Muslahuddin Daud, seorang pejabat Bank Dunia yang hampir terkena tsunami.

"Banyak yang tidak sempurna. Untuk US$7milliar kami dapat melakukannya lebih baik dengan banyak cara. Banyak rumah-rumah kosong... berlebihan. Kami memiliki lebih dari 500 organisasi bantuan dan... banyak yang tumpang tindih.

"Dan banyak uang bantuan asing dalam jangka panjang membuat orang jadi bergantung - dan mereka jadi malas. Pertumbuhan di Aceh masih mandeg karena kemampuan untuk mengelola sumber daya tidak ada," kata Daud.

Suatu sore, kami mampir di kampus Mawardah di Banda Aceh tempat dia berlatih Thai kickboxing dengan sekelompok mahasiswa dan mahasiswa.

"Dia mahasiswi yang bagus. Dia bekerja dan belajar dengan keras. Sebagai seorang perempuan, dia memiliki semangat seperti pria. Dia kuat. Dia tidak mudah menyerah," kata guru bahasa Inggrisnya Maulizan Za.

Dia khawatir mengenai inflasi, tetapi - seperti banyak orang yang saya tanyai - mereka yakin bahwa hidup mereka lebih baik dan aman dibandingkan sebelum tsunami.

"Teman saya merupakan keluarga saya sekarang," kata Mawardah, setelah berlatih kickboxing dan bersiap kembali ke rumah dengan mengendarai motor saudarinya.

"Saya ingin menjadi seorang perempuan yang kuat. Setelah saya lulus saya akan kuliah di Amerika, dan bekerja sebagai seorang reporter. Saya merasa masa depan saya akan cerah," kata dia mencerminkan kepercayaan diri.

(mdk/eko)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
8000 Tahun Lalu Pernah Ada Tsunami yang Membinasakan seluruh Penduduk di Negara Ini
8000 Tahun Lalu Pernah Ada Tsunami yang Membinasakan seluruh Penduduk di Negara Ini

Tsunami itu dikenal dengan nama Storegga. Begini kisahnya.

Baca Selengkapnya
Meninggal Dunia, Balita Dipatuk Kobra Saat Masukkan Tangan ke Lubang
Meninggal Dunia, Balita Dipatuk Kobra Saat Masukkan Tangan ke Lubang

Peristiwa memilukan itu terjadi minggu petang sekitar pukul 18.30 WIB.

Baca Selengkapnya
Pencarian Korban Kapal Tenggelam di Selayar, Lima Ditemukan Meninggal Dunia dan 18 Masih Hilang
Pencarian Korban Kapal Tenggelam di Selayar, Lima Ditemukan Meninggal Dunia dan 18 Masih Hilang

Pencarian korban dilanjutkan hari ini menggunakan RIB Kamajaya.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Fakta Baru Sekeluarga Tewas di Musi Banyuasin, 2 Anak Korban Ditemukan di Semak-Semak & Jamban
Fakta Baru Sekeluarga Tewas di Musi Banyuasin, 2 Anak Korban Ditemukan di Semak-Semak & Jamban

Melihat kondisi korban, diyakini keempatnya sudah tewas lebih dari tiga hari.

Baca Selengkapnya
Tsunami Hantam Jepang Setelah Digucang Gempa Berkekuatan 7,6 Magnitudo
Tsunami Hantam Jepang Setelah Digucang Gempa Berkekuatan 7,6 Magnitudo

Pemerintah Jepang tengah memantau kerusakan akibat bencana ini dan meminta warga bersiap menghadapi kemungkinan gempa susulan.

Baca Selengkapnya
Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%
Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%

"Kondisi luka bakar jenazah 90-100 persen, dalam kondisi hangus,” kata Kabid Dokkes Polda Jawa Barat Kombes Nariyan

Baca Selengkapnya
Tragis! Ibu Muda Nekat Ajak Anak Tenggak Racun Tikus Usai Diancam Cerai, Berujung Balitanya Tewas
Tragis! Ibu Muda Nekat Ajak Anak Tenggak Racun Tikus Usai Diancam Cerai, Berujung Balitanya Tewas

Pada awal kejadian (31/1), tersangka sempat mengaburkan penyebab kematian korban dengan mengaku tidak tahu terkait penyebab meninggalnya sang anak.

Baca Selengkapnya
Tak Terima Digugat Cerai, Pria di Prabumulih Siram Wajah Istri Pakai Air Keras
Tak Terima Digugat Cerai, Pria di Prabumulih Siram Wajah Istri Pakai Air Keras

Tak tahan dengan perlakuan suaminya, korban melayangkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Prabumulih.

Baca Selengkapnya
Peringatan 19 Tahun Gempa dan Tsunami Aceh, Ribuan Warga Larut dalam Doa dan Zikir
Peringatan 19 Tahun Gempa dan Tsunami Aceh, Ribuan Warga Larut dalam Doa dan Zikir

Ribuan warga Aceh mengenang bencana gempa dan tsunami Aceh 19 tahun silam. Semua larut memanjatkan doa dan zikir.

Baca Selengkapnya