Kisah lucu jaket Benny Moerdani jadi sasaran lempar pisau Belanda

Merdeka.com - Belanda begitu ngotot dan tak mau melepaskan Papua Barat sesuai janjinya saat Konferensi Meja Bundar (KMB). Kerasnya sikap negeri Kincir Angin tersebut dijawab Indonesia dengan operasi militer.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) memerintahkan prajuritnya untuk menginfiltrasi dan mengganggu kekuatan Belanda di Papua. Sejumlah kapal perang dikerahkan, termasuk armada udara terbaru Indonesia saat itu, pesawat Tu-16 serta rudal AS-1 Kennel buatan Uni Soviet.

Benny Moerdani menjadi salah satu prajurit yang ikut diterjunkan dalam operasi tersebut. Dia terjun bersama puluhan anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ke pedalaman Papua. Mereka membentangkan parasut di tengah kegelapan malam.

Benny mendarat disebuah pohon tinggi, bahkan ketika melepas tas yang penuh dengan berbagai peralatan, tak terdengar suara benturannya dengan tanah. Meski sudah dibekali tali sepanjang 20 meter, namun tetap saja kakinya tak mencapai tanah hingga akhirnya ia memutuskan melepas ikatannya dengan menerjang dedaunan.

Di medan Papua ini, Benny menghadapi Koninklijke Mariniers atau Marinir Kerajaan Belanda. Di tengah pertempuran, ada kisah menarik yang tak pernah dilupakannya.

Tanggal 6 Juli 1962, Benny dan pasukannya yang diberi nama Pasukan Naga sedang beristirahat di persimpangan Sungai Kumbai. Karena lelah, dia melepaskan jaketnya dan menaruhnya di sampingnya. Sementara, peralatan lain seperti senjata, radio dan sebagainya tetap dipegangnya.

Tanpa disadari, Marinir Belanda tengah mengendap dan menyergap mereka. Alhasil, pertempuran jarak dekat pun tak terelakkan. Benny yang tengah beristirahat, namun dia melupakan jaketnya karena harus mencari posisi aman dari hujan tembakan.

Dalam penyergapan itu pula, nyawa Benny hampir melayang. Sebab, salah satu marinir Belanda sudah membidik kepalanya, namun saat picu ditarik, peluru hanya menyasar topi rimba Benny. Meski dikepung, Benny dan pasukannya berhasil mundur secara teratur. Jaketnya ditinggalkan begitu saja.

Oleh Belanda, Benny merupakan target paling penting. Bahkan, siapapun yang mampu memberikan informasi mengenai sosok satu ini, Belanda bakal mengganjarnya dengan uang 500 gulden. Alhasil, dengan kaburnya Benny, marinir hanya mendapatkan jaketnya saja.

Setelah pertempuran, Indonesia dan Belanda menyepakati inisiatif PBB untuk gencatan senjata. Belanda berjani menurunkan bendera dan digantikan dengan bendera PBB. Sedang Indonesia dibolehkan mengibarkan Merah Putih beberapa bulan berikutnya.

Di masa gencatan senjata, Marinir Belanda mengundang Benny untuk bersantap bersama di markas Marinir Merauke. Saat memasuki ruangan, dia terkejut melihat pemandangan di dalamnya, jaketnya dipajang di dinding markas tersebut.

Rupanya, di ruang makan tersebut, prajurit Belanda menjadikan jaketnya sebagai sasaran lempar pisau. Tak hanya jaket, foto Hartini yang merupakan tanda kenangan Benny sewaktu ditugaskan ke Merauke juga ditempel bersebelahan. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Setelah perjuangannya di belantara Papua, Benny dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno. Dia dianggap berhasil dalam menjalankan tugasnya.