Kisah Guru Aceh Bujuk Petinggi GAM Agar Generasi Muda Boleh Sekolah
Merdeka.com - Pada 19 Mei 2003 silam, pemerintah Indonesia melancarkan sebuah operasi militer terpadu di Aceh. Kira-kira 30.000 personel TNI serta 12.000 ribu polisi dikirimkan ke tanah Serambi Makkah tersebut.
Ini menjadi operasi terbesar dalam sejarah kemiliteran Indonesia selain Operasi Seroja di Timor Timur pada 1975.
Provinsi paling barat pun mengalami masa-masa yang paling mencekam seiring baku tembak yang terjadi di mana-mana, belum lagi situasi kaos dan teror yang menyasar masyarakat sipil.
Di tengah gejolak itu, seorang pria memberanikan diri mendatangi salah seorang petinggi separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sedang meriung bersama beberapa orang pasukannya di sebuah warung bekas pada suatu siang. Niatnya pada saat itu cuma satu.
Ia berharap bisa menggugah hati sang petinggi GAM agar dirinya diizinkan mengajak anak-anak yang ada di rayon militer tersebut bersekolah. Tentu saja ia tahu apa akibat dari tindakan nekatnya karena mengajukan sesuatu yang akan dianggap sebagai sikap terselubung membela NKRI.
Pada masa-masa itu, sekolah dianggap sebagai simbol pemerintah oleh GAM. Alasannya, sekolah mengindoktrinisasi anak-anak Aceh agar mencintai NKRI dengan pendidikan Pancasila-nya.
Apa yang ditakutkan pun terjadi. Petinggi GAM kawasan Tripa itu berang bukan kepalang mendengar permintaannya. Ia bahkan menyebut lelaki itu seorang Aceh yang hipokrit.
"Kalau kata-katanya memang tidak bisa saya ucapkan. Karena pribadi saya tersinggung sekali. Istilahnya, saya disebut tidak ada darah Aceh-lah. Saya sedih juga bagaimana saya dimaki-maki saat itu," kisah seorang guru bernama Samsuir yang dikutip dari Liputan6.com.
Namun, bukannya beranjak, ia malah duduk menekur tak jauh dari para pemberontak yang sedang marah sambil menunjukkan air muka bersedih. Di dalam hati, ia masih berharap Tuhan akan membuka mata hati petinggi GAM tersebut.
Satu jam kemudian, sang petinggi GAM itu tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Ia menghampiri lelaki tersebut dengan sebatang rokok yang menyelip di antara bibirnya yang legam.
"Dia bilanglah, bolehlah. Kalau memang tujuan kamu itu baik. Yang kamu tidak boleh ajarkan Bahasa Indonesia. Sejarah Jawa. Itu, lambang-lambang Pancasila, bendera merah putih itu, yang ada di rumah sekolah turunkan, kalau perlu dibakar. Saya diam saja saat itu."
Berkat tindakannya di hari itu, jumlah anak-anak yang bersekolah di kawasan itu pun bertambah sedikit demi sedikit. Demi mewujudkan visinya, ia bahkan menyambangi setiap rumah untuk mendata anak-anak yang tidak bersekolah.
"Saat itu, saya berpikir, kalau saya biarin terus, sia-sia saja anak-anak ini. Bisa jadi korban semua ini," ungkap sang guru.
Sempat Difitnah
Samsuir menjadi tenaga honorer rangkap di beberapa sekolah di Kecamatan Tadu Raya sejak tahun 2000. Ia menjadi guru rangkap demi menutupi kekurangan tenaga pendidik di tempat itu karena jarang yang mau mengajar di daerah pelosok apalagi daerah yang dimarkahi sebagai basis separatis.
"Yang sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun keluar dari situ," cerita Samsuir.
Samsuir menjadi guru mata pelajaran olahraga dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk tingkatan sekolah dasar hingga atas dengan gaji berdasarkan kebijaksanaan kepala sekolah. Dalam sebulan, dirinya mendapat upah jerih dengan total Rp 96.000.
Belakangan, Samsuir menjadi guru kontrak di salah Sekolah Menengah Atas (SMA), namun, tidak lama. Ia dan keluarganya terpaksa pindah ke sebuah daerah transmigrasi di Kabupaten Aceh Singkil karena suatu sebab.
Samsuir difitnah bahwa dirinya merupakan pelatih AGAM (sebutan untuk angkatan GAM).
Di satu sisi, Samsuir merasa tidak kerasan uang gajinya terus-terusan dikutil oleh beberapa anggota separatis karena dirinya dianggap sebagai guru yang telah berstatus PNS. Pengompasan terstruktur pada masa konflik ini disebut 'pajak nanggroe.'
Di Aceh Singkil, ia diminta menjadi guru untuk anak-anak tingkatan Sekolah Dasar (SD), tetapi, hanya bertahan selama 8 bulan.
Kehidupan ekonomi yang morat-marit telah memaksa Samsuir untuk menitipkan istri dan calon jabang bayinya ke kampungnya di Aceh Selatan, sementara, ia merantau ke Ranah Minang.
"Saya kerja di salah satu perusahaan kelapa sawit di Sumatera Barat. Saya baru kembali ke Nagan Raya, pada 2006, setelah Memorandum of Understanding (MoU)," ungkapnya.
Sekembali dari Sumatera Barat, Samsuir pun lanjut menjadi tenaga honorer rangkap. Ia baru diangkat menjadi PNS pada 2014.
Namun, karena tingkat pendidikannya, lelaki kelahiran 12 Mei 1971 ini hanya ditaruh pada bagian administrasi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) tempatnya mengabdi dulu.
Sumber: Liputan6.comReporter: Rino Abonita
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gara-gara Kesenggol Polisi Waktu Sekolah, Cerita Prajurit TNI AD Asal Aceh Ini Ingin Jadi Tentara, Sang Komandan 'Berkelahi Ya'
Cukup menarik, kisah dari Prada TNI Riyan ini sontak membuat sang komandan memberikan reaksi.
Baca SelengkapnyaPerjuangan Pedagang Keliling Tak Bisa Baca Tulis Gigih Sekolahkan Anak, Kini Sang Putra Jadi Guru Besar UGM
Berangkat dari keluarga sederhana, sang dosen hingga kini tak menyangka dirinya mampu mencapai titik puncak.
Baca SelengkapnyaParah! Guru di Sumsel Tega Lecehkan Muridnya di Pinggir Jalan
Modus guru tersebut mulanya membentu murid tersebut lalu di ajak makan mi ayam.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tak Mau Diajak Bolos Sekolah hingga Kerap Diejek Temannya, Alasan Pelajar Ini Tuai Pujian Warganet
Meski kerap di-bully oleh temannya karena tak mau bolos sekolah, pria ini ungkap alasannya.
Baca SelengkapnyaCerita Mucikari Anak Sekolah Tobat dan Langsung Mualaf Gara-gara Dapat Mimpi Berangkat ke Tanah Suci
Cerita Mucikari Anak Sekolah Tobat dan Langsung Mualaf Gara-gara Dapat Mimpi Berangkat ke Tanah Suci.
Baca SelengkapnyaGuru Ini Bagikan Cerita Muridnya yang Hidup dari Keluarga Berantakan, 'Saya Mau Merasakan Keluarga Utuh Kaya Teman-teman'
Berikut cerita salah seorang murid yang hidup dari keluarga berantakan.
Baca SelengkapnyaTak Tega Lihat Sepatu Anak Didiknya yang Sudah Rusak, Aksi Terpuji Guru Ini Tuai Pujian Warganet
Guru bernama Pak Marga ini pun menyiapkan kejutan untuk siswanya ini.
Baca SelengkapnyaCerita dari Aceh, Difabel Kesulitan Nyoblos Gara-Gara Kertas Suara Terlalu Besar
Diharapkan, kedepannya dibuatkan surat suara khusus dalam bentuk buku atau lainnya yang lebih memudahkan
Baca SelengkapnyaKisah Mencekam Brigjen TNI Ditembaki saat Tugas di Aceh: Hampir Mati, Saya Enggak Akan Lupa
Semasa bertugas di Aceh, sosoknya punya kisah mencekam.
Baca Selengkapnya