Kenapa Beras Bansos Berkualitas Rendah?
Merdeka.com - Pemerintah dinilai perlu melibatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan daerah sebagai penentu terkait beras yang disalurkan Badan Urusan Logistik (BULOG) layak konsumsi atau tidak.
Hal ini merujuk ditemukannya sejumlah kasus beras Bansos kualitas rendah dan tidak layak konsumsi dibagikan ke masyarakat.
Pengamat Pertanian dan Direktur Pusat Penelitian Sustainable Food Studies Universitas Padjajaran Ronnie S Natawidjaja mengatakan, harus ada lembaga yang memberikan dan memiliki kewenangan untuk menentukan apakah beras tersebut layak atau tidak. Sehingga dapat membuat pemerintah lebih hati-hati terhadap pemilihan beras yang akan dibeli.
"Karena selama ini tidak ada yang mengontrol beras yang dibeli (Bulog) bagus atau tidak. Masalahnya mereka kan maunya ngirit, beli semurah-murahnya. Serta harga pembelian pemerintah itukan sudah ditentukan oleh DPR, jadi kurs keuntungan mereka itu tidak bisa dari harga jual. Jadi mereka menekan di harga beli serendah mungkin, itu penyakitnya," ujarnya kepada merdeka.com, Jumat (13/8).
Lebih lanjut ia berpendapat bahwa perlu adanya keterlibatan dinas kesehatan atau kementerian kesehatan untuk menjadi pintu penentu apakah beras Bulog layak didistribusikan kepada masyarakat atau tidak. Sebab, walaupun beras tersebut merupakan beras bantuan masyarakat, tetap harus layak konsumsi.
“Itukan kadang-kadang tidak diperhatikan. Ya pokoknya beras ya beras saja, nantinya dimasak dan bisa dimakan, tapikan tidak begitu. Sekarang masyarakat sudah lebih kritis, pernah ada kejadian pembagian Raskin tidak ada yang ambil karena kualitasnya kurang bagus dan juga selera masyarakat terhadap beras sudah naik dalam arti kata mereka juga pilih-pilih walaupun itu masyarakat tingkat bawah,” jelasnya.
Lebih dalam Ronnie mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan beras yang disalurkan itu tidak dalam kualitas bagus.
“Bisa karena dua hal, pertama karena pembeliannya juga merupakan beras bukan kualitas bagus. Jadi yang dibelinya sendiri bisa saja beras kualitas lama atau bisa saja karena beras asal (campuran),” ujarnya.
Dia menjelaskan, beras dengan kualitas kurang baik bisa saja karena bukan beras baru hasil panen atau bisa juga karena beras sudah disimpan terlalu lama dengan kondisi gudang yang kurang terjaga, suhu, aerasinya. Sehingga kemudian beras tersebut menjadi lapuk dan menjadi apek.
Dia mencontohkan di Subang ada istilah yang menamakan beras hajatan, sehingga beras-beras tersebut sudah tercampur dan harga menjadi murah.
“Kalau di Subang itu ada istilah beras hajatan. Kalau di Subang orang nikahan itu ngasihnya beras, tapi kemudian karena yang dikasih itu kebanyak orang dan beras macam-macam yang dicampur, biasanya harga beras jadi murah dan dibeli sama Bulog,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat sekarang sudah bisa menentukan mana beras yang layak dikonsumsi atau tidak. Bukan hanya sekedar kiriman bantuan sosial (bansos)
“Masyarakat menengah ke bawah pun sekarang pilih-pilih, beras putih pun maunya yang Cisadane, enggak yang asal-asalan, ya relatif harga beras masih terjangkau serta perekonomian cukup kuat,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga di Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur mengembalikan beras bantuan sosial dari pemerintah. Alasannya karena beras yang diterima oleh warga dianggap tak layak konsumsi lantaran rusak dan berbau.
Pengembalian sejumlah beras bansos yang disalurkan oleh Bulog ini diakui oleh Lurah Kedungrejo, Nico Oktavian. Dikonfirmasi melalui sambungan telepon, dia mengakui ada sejumlah warganya yang mengembalikan beras bansos.
"Yang ke saya ada dua sak, sekitar (total) 20 kilogram. Yang 10 kilogram pertama dikembalikan pada Rabu (11/8) kemarin, kondisinya menggumpal dan bau. Yang kedua tadi satu sak, kondisinya berbau. Juga masih ada padinya," katanya pada merdeka.com, Kamis (12/8).
Sementara di Pandeglang, Uki sebagai warga Kampung Cihaseum, Kelurahan Pandeglang, yang menerima beras bantuan tersebut kecewa dengan kualitas dari beras bantuan PPKM tersebut.
"Warna berasnya kekuning-kuningan, terus agak berbau dan ada kutunya juga pak. Yang lebih parah lagi, banyak yang sudah buluk," kata Uki kepada wartawan, Kamis (5/8).
Hal serupa diungkapkan Dedi, warga Kampung Kebon Cau, Kelurahan Pandeglang, Kecamatan Pandeglang. Dia mengatakan beras bantuan dari pemerintah tidak layak untuk dikonsumsi.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jelang Hari Pencoblosan Pemerintah Setop Penyaluran Bansos, Ini Alasannya
Penyaluran bansos beras kemasan 10 kg dihentikan sementara pada 8-14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaBansos Beras, Daging Ayam dan Telur Telan Anggaran Rp17,5 Triliun
Anggaran tersebut mencakup kucuran bansos hingga Juni 2024. Namun, Kemenkeu akan melakukan tinjauan setelah tiga bulan.
Baca Selengkapnya8 Buah Bernutrisi yang Aman Dikonsumsi saat Diare, Murah dan Lezat
Buah-buahan memiliki manfaat yang tepat untuk dikonsumsi pada saat sedang mengalami diare.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bansos Beras Diperpanjang Hingga Maret 2024, Bapanas: Bukan Alat Kampanye
Masa panen diprediksi bergeser di bulan Mei hingga Juni.
Baca SelengkapnyaPemerintah Bantah Kenaikan Harga dan Kelangkaan Beras Akibat Program Bansos Pangan, Begini Penjelasannya
Pemerintah membantah kenaikan harga dan kelangkaan beras karena program bansos pangan yang aktif dibagikan belakangan ini.
Baca SelengkapnyaBulog Tegaskan Bantuan Pangan Bebas dari Kepentingan Apapun
Bayu Krisnamurthi menegaskan kegiatan penyaluran Bantuan Pangan Beras yang saat ini tengah disalurkan oleh Bulog bebas dari kepetingan apapun.
Baca SelengkapnyaUsai Pencoblosan, Bulog Kembali Salurkan Bansos Beras 10 Kg di Bogor
Penghentian penyaluran bansos beras dilakukan untuk menghindari politisasi terhadap program pemerintah.
Baca SelengkapnyaBeras di Singapura Ternyata Lebih Murah dari Indonesia, Mendagri Ungkap Penyebabnya
Singapura menyandang status sebagai negara maju namun tidak bisa memproduksi bahan pangan sendiri.
Baca SelengkapnyaHarga Beras Melambung Tinggi, Ini Penjelasan Dirut Bulog
Badan Urusan Logistik (Bulog) menyatakan kenaikan harga beras terjadi akibat defisit di sejumlah sentra produksi.
Baca Selengkapnya