ICW: Tak ada upaya memiskinkan koruptor di Indonesia
Merdeka.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tak ada upaya dari penegak hukum di Indonesia untuk memiskinkan para pelaku korupsi. Praktik korupsi di Indonesia dinilai masih memiliki insentif. Artinya para koruptor masih tetap hidup enak di Indonesia, malah mendapat untung dari perilakunya. Salah satu keuntungannya ialah masih tetap bisa mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.
Demikian disampaikan Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo dalam rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) di Hotel Sari Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (24/9). Berdasarkan hasil kajian ICW, dia mengungkapkan, nilai pengembalian keuangan negara dari hasil korupsi lebih kecil dibandingkan nilai uang yang dikorupsi.
"Level pengembalian kerugian negara hanya 4 persen atau dalam catatan kami dari Rp 29,41 triliun, pidana uang pengganti hanya Rp 1 triliun lebih atau sekitar 5 persen. Upaya membuat orang jadi miskin karena korupsi tidak terjadi. Korupsi tetap miliki insentif di Indonesia. Hidup kita tetap lebih enak. Misalnya saya korupsi Rp 50 miliar dan saya hanya keluar Rp 10 miliar sampai saya keluar (penjara). Saya untung Rp 40 miliar dan tetap bisa jadi caleg dan PNS," jelasnya.
Hal seperti ini menjadi kendala dalam membangun pemerintahan yang kredibel dan anti korupsi. Seharusnya pemerintah maupun penegak hukum memikirkan bagaimana membangun disinsentif bagi koruptor sehingga perilaku korupsi bisa dicegah.
Dalam kesempatan itu, Adnan juga memaparkan ada 2 ribu lebih ASN yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terlibat dalam kasus korupsi. Namun sayangnya mereka masih bisa menerima gaji dan menikmati uang negara.
"Ini menunjukkan sebuah sistem tak menciptakan disinsentif sehingga orang berpikir perilaku korupsi itu enak," ujarnya.
Adnan juga menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia selalu stagnan ketika menyangkut dua institusi yaitu pengadilan dan kepolisian. Kejaksaan tak masuk dalam catatan karena dua lembaga tersebut merupakan dua lembaga yang paling banyak berinteraksi langsung dengan masyarakat.
"Tidak banyak warga berurusan dengan jaksa. Tapi dengan kepolisian banyak yang berurusan dengan mereka. Di pengadilan urus sesuatu seperti perdata dan pidana," jelasnya.
"Kalau kita lihat survei kenapa korupsi di Indonesia jalan di tempat upaya memeranginya karena pendekatan law enforcement tak melahirkan efek jera. Salah satunya karena penegak hukumnya bermasalah," tutupnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namun dia mengingatkan jangan sampai adalagi penegakan kasus korupsi berbau kriminalisasi.
Baca SelengkapnyaDalam kasus timah, merugikan negara mencapai ratusan triliun rupiah.
Baca SelengkapnyaPolda Bali mengatakan, terkait dugaan korupsi masih didalami kebenarannya karena hal itu baru sebatas laporan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaIstana menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak terganggu dengan munculnya wacana pemakzulan Jokowi.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyoroti penanganan perkara tersebut.
Baca SelengkapnyaIrfan menjelaskan, pihaknya sangat menyayangkan informasi tersebut disebarluaskan dan masuk ke ranah publik.
Baca SelengkapnyaMahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca Selengkapnya